Sebagai bangsa yang besar, negara kita tentu memiliki berbagai macam suku dan ras yang turut mewariskan adat istiadat unik. Salah satunya adat pernikahan. Saya akan mengupas bagaimana adat satu ini menjadi ciri khas unik dusun saya, Kuang Dalam. Tempat yang melahirkan serbuk-serbuk rindu di hati saya.
Dari sekian banyak ritual pernikahan, yang paling menyorot perhatian adalah prosesi ‘Bejuli’. Ritual Dimana kedua mempelai ditandu bagai raja dan ratu dan diarak mengelilingi dusun. Diikuti oleh orang-orang satu kampung serta diiringi dengan musik Behusin (Tanjidor).Â
Tandu pengantin dihias begitu cantik. Ada kain sebagai atap berpadu dengan kertas pernak pernik berserta daun kelapa muda. keduanya menjutai lewat lengkungan bambu yang menghias tandu.Â
Tandu yang membawa kedua mempelai diangkat oleh anak-anak muda. Biasanya, teman sejawat si pengantin. Keduanya akan dibawa menuju kediaman mempelai laki-laki dan akan didudukan pada singgasana di atas panggung yang telah disiapkan sebelumnya.
Uniknya, tandu yang dinaiki oleh kedua mempelai, tidak hanya diangkat saja, namun ada satu waktu, dimana tandu pengantin dihentak-hentak dengan gerakan acak. Lengkungan bambu yang ada pada tandu terlihat lentur mengikuti hentakan. Eksotis!
Tak pelak pada bagian ini, selalu saja membuat mempelai saling berpegangan satu sama lain. Sangat erat. Keduanya kelihatan was-was. Bahkan tak jarang si mempelai lelaki terlihat agresif menenangkan pengantin perempuan. Â Nampak gagah dan dewasa.
Falsafah hidup yang terkandung di dalamnya, bahwa bahtera rumah tangga yang akan dijalani kedepannya akan penuh dengan gelombang. Baik suami maupun istri harus saling berpegangan untuk saling menenangkan dan melindungi. Romantis bukan?
Setelah sampai di singgasana, mempelai akan melanjutkan prosesi selanjutnya, yakni suap-suapan. Orangtua dari kedua mempelai, Â secara bergantian akan menyuapkan makanan ke mempelai. Begitupun kedua mempelai, mereka akan saling menyuapi, disaksikan oleh semua hadirin tamu undangan. Â
Sembari ritual suapan suapan berlangsung, ada keluarga mempelai yang berpantun dengan bahasa dusun. Biasanya, berisi tentang pesan pernikahan.
Lewat ritus suap-suapan, ada falsafah yang hendak disampaikan bahwa setelah menikah, kedua mempelai harus saling memberi dan menerima. Tidak boleh egois. Ah syahdunya...
Kelak ketika saya menikah, saya harus menggantungkan status lajang saya di dusun. Saya ingin melestarikan adat pernikahan satu ini.