Minggu 5 Juni 2016 lalu, saya mendapat undangan untuk menghadiri Diskusi Bulanan yang diadakanoleh PPMI. Diskusi kali ini bertemakan “Peraturan Daerah yang bertentangan dengan UU diatasnya”. Bertempat di restoran Bumbu Desa Cikini, saya dan beberapa teman blogger dan Media turut serta dalam diskusi ini. Diskusi yang diadakan oleh PPMI rutin sebulan sekali diselenggarakan dengan mengambil tema yang berbeda. Wah kok bisa ya Perda dibatalkan? Beruntung har itu hadir narasumber yang berkompeten dibidangnya antara lain; Bapak Robert Endi Jewang, Direktur Eksekutif KPPOD (Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah) Jakarta, Bapak Arteria Dahlan dari Komisi II DPR RI, Bapak Supratman Andi AgtasKomisi III DPR RI, dan Bapak Gautama Adi Kusuma sebagai PengamatPublik.
Sejak ada otonomi daerah, banyak daerah yang membuat Perda namun bertentangan dengan Pemerintah Pusat. Menurut Bapak Widodo Sigit, Kepala Biro Hukum Kementerian Dalam Negeri, “Perda jika bertentangan dengan UU yang lebih tinggi, bertentangan dengan kepentingan umum dan kesusilaan dapat dibatalkan”. Pemerintah melalui Presiden pernah meminta Kementerian Dalam Negeri untuk menghapuskan 3.266 Perda bermasalah yang menghambat invetasi dan pembangunan. Isi Perda diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan diatasnya, menghambat perizinan,dan membebankan beragam tarif pada masyarakat. Hal ini tentunya berlawanan dengan otonomi daerah yang diharapkan mampu meningkatkan mutu pelayanan daerah, daya saing, efektifitas dan kesejahteraan rakyat.
Pertumbuhan ekonomi membutuhkan kejelasan peraturan agar bisa tetap berjalan sebagaimana mestinya. Pelaku usaha memerlukan peraturan dan perlindungan yang jelas bagi kelangsungan usaha mereka, yang nantinya diharapkan memberikan kontribusi bagi pertumbuhan ekonomi. Jangan sampai peraturan yang ada berlebihan sehingga malahan menghambat pertumbuhan ekonomi, menghambat barang masuk, membungkam inovasi dan akhirnya menghambat kompetisi yang diyakini akan membuat menurunnya aktifitas ekonomi.
Perda Pajak
Perda Retribusi
PerdaKetenagakerjaan
Perda Tanggung JawabSosial dan Lingkungan Perusahaan
Yang juga perlu diperhatikan, Perda dibuat dalam rangka pelaksaan otonomi daerah.Jadi Perda perlu dihargai sebagai hak daerah Otonom. Kenapa Pemerintaha Pusat perlu mengawasi dan mencermati Perda? Hal ini penting mengingat harus adanya perimbangan kekuasan Pusat dan Daerah. Perda – perda yang dianggap bermasalah memperlihatkan ketidaksinkronan proses pembuatan peraturan di Indonesia. Banyak terjadi tumpang tindih dalam implementasinya. Namun demikian diharapkan Kemendagri melakukan pengawasan yang sangat objektif berkaitan dengan Perda dan perlu diumumkan agar masyarakat mengetahui berapa banyak dan apa saja Perda yang bermasalah, serta menjadi pembelajaran bagi kita semua.
Hal ini dapat dilihat diwebsite resmi Kemendedagri.. Pembatalan Perda dapat dilakukan oleh Mendagri dan Gubernur. Gubernur dapat mengajukan keberatan kepada Presiden sedangkan Bupati dan Walikota dapat mengajukan keberatan kepada Menteri paling lambat 14 hari sejak keputusan pembatalan Perda diterima. Namun demikian Mendagri selalu mengingatkan sebelum memutuskan Perda tersebut dibatalkan perlu dikaji ulang secara mendalam. Kemendagri sebaiknya menerapkan prinsip kehati-hatian mengingat produk kebijakan yang dihasilkan dibuat oleh Kepala Daerah dan DPRD setempat, yang membawa aspirasi publik karena dipilih secara langsung.
Perda yang bermasalah memang sebaiknya dihapus, bukan hanya untuk memperbaiki iklim perekonomiaan di Indonesia, namun sebagai check, review, dan pengawasan kepada pemerintah – pemerintah daerah baik di tingkat Imaupun di tingkat II. Agar tidak menyalahi semangat desentralisasi.
- “Kita membutuhkan penyederhanaan regulasi supaya mempercepat proses pembangunan dan meningkatkan daya saing nasional untuk merespon kebutuhan mengahadapi kompetisi global” - Agung Sedayu, Koordinator Presidium FAA PPMI-