Mohon tunggu...
Mustolih Siradj
Mustolih Siradj Mohon Tunggu... profesional -

Advokat, Dosen, Aktivis

Selanjutnya

Tutup

Politik

Kemana Loyalis Ratu Atut?

4 November 2013   12:08 Diperbarui: 24 Juni 2015   05:36 996
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejak ditangkap oleh KPK awal Okrober 2013 lalu atas dugaan suap terhadap sengketa pilkada kabupaten Lebak Banten, Tubagus Chaery Wardana yang biasa dipanggil Wawan kekuasaan keluarganya menjadi sororan publik. Peran Wawan yang diduga sebagai pengatur berbagai proyek di Banten untuk melanggengkan kekuasaan keluarganya mulai diungkap.

Cerita tentang kiprah Wawan tentu tak mungkin dilepaskan dari kakak kandungnya, Ratu Atut Chosiyah Gubernur Banten yang sudah menjabat selama hampir dua periode. Kehidupan pribadi Ratu Atut pun tak lepas dari incaran pemburu berita. Di sisi lain, isteri Wawan, Airin Rachmi Diany yang kini menjabat Walikota Tangerang Selatan juga tak lepas dari sorotan. Gerak rekam jejak dan gerak gerik Airin dibongkar. Dahulu hal ini mustahil terjadi.

Ratu Atut dan keluarga yang selama ini memegang kekuasaan birokrasi tak hanya mejadi bulan-bulanan media, mereka juga kini harus berhadapan dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait sejumlah projek yang disinyalir menyebabkan kebocoran keuangan negara. Tak pelak peristiwa ini membuat kekuasaan Atut goyah.

Keluarga Atut dianggap telah menjalankan politik dinasti. Semua lini birokrasi dikuasi. Ormas, parpol, ulama, jawara, tokoh pemuda, organisasi kepemudaan, penegak hukum coba ‘ditaklukkan’ untuk menjadi pilar pendukung kekusaab di seantero Banten. Bagi mereka yang melawan akan ‘diasingkan’, tak akan diberi ‘kue’ pembangunan. Terbukti, sebelum Wawan berurusan dengan KPK penegak hukum seperti kepolisian maupun kejaksaan tak berani menyentuh keluarga ini. Kalaupun ada akan menguap begitu saja tak berjejak.

Kini gerakan kritis mengoreksi kekuasaan Atut dan keluarganya merebak di tanah jawara yang melibatkan berbagai lapisan masyarakat. Gelombang demonstrasi dari mahasiswa juga tak mau ketinggalan. Tidak main-main, mereka menuntut agar mandat Ratu Atut sebagai Gubernur Banten di ‘Aceng Fikri-kan’ (baca; dimakzulkan seperti Aceng Fikri mantan Bupati Garut).

Mereka juga mendorong agar KPK mengungkap berbagai kebocoran anggaran negara yang melibatkan dinasti Atut. Tak hanya soal pengadaan alat kesehatan atau bantuan sosial tetapi juga menyangkut proyek-proyek infrastruktur, dana pendidikan dan sebagainya.

Bukan Loyalis Idelogis

Namun meski kritik dan gelombang demonstrasi terus menerus menghantam Atut dan keluarganya, hingga kini belum ada gerakan balik dari para loyalis Atut muncul ke permukaan. Semua pendukung Atut baik itu yang berasal dari birokrat, ormas, ulama, jawara, organisasi kepemudaan, LSM yang selama ini menjadi penopang kekuasaan tiarap kehilangan nyali.

Hanya Golkar yang bersuara. Itupun terbelah antara yang mendukung kekuasaan Atut yang diwakili Abu Rizal Bakrie dan kubu Akbar Tanjung yang memilih wanti-wanti agar keberadaan Atut di Golkar dievaluasi.

Ada beberapa kemungkinan kenapa loyalis yang selama ini dirawat Atut tak mau unjuk gigi. Pertama, mereka tak mau repot berurusan dengan KPK. Sebab siapapun yang berhadapan dengan komisi anti rasuah ini akan mendapat stigma negatif. Lihat saja kasus Cicak versus Buaya atau polisi versus KPK dalam kasus pengadaan simulator SIM di Karlantas Mabes Polri. Selain itu hingga kini belum ada ‘preseden’ pasien (baca ; tersangka) di KPK yang mampu meloloskan diri di pengadilan Tipikor Jakarta. Kemungkinan pendukung Atut tak mau dianggap sebagai pro koruptor.

Kedua, pendukung Atut selama ini hanya berisi orang-orang pragmatis yang tak ideologis. Mereka mau bekerja manakala ada imbalan materi atau hanya mencari keuntungan dari kekuasaan Atut. Maka wajar bila Atut kini ditinggalkan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun