Ditulis Oleh: Senja Pratama
Tuhan menciptakan semua makhluk nya berpasang-pasangan, termasuk juga manusia yang diciptakan berpasang-pasangan. Tujuannya penciptaan manusia secara berpasang-pasangan yaitu agar kiranya dapat membentuk hubungan rumah tangga, namun bukan hanya itu saja melainkan agar dapat saling mengerti dan saling menutupi setiap kekurangan yang ada didalam rumah tangga.
Setiap manusia menginginkan keluarga yang harmonis dan kekal,[1]Â namun tidak bisa dipungkiri masih banyak terjadi perselisihan dalam rumah tangga. Keutuhan dan kerukunan rumah tangga dapat terganggu jika kualitas perilaku dan pengendalian diri tidak dapat dikontrol, yang pada akhirnya dapat terjadi Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) sehingga timbul ketidakamanan atau ketidakadilan terhadap orang yang berada dalam lingkup rumah tangga.
Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) tampaknya semakin mudah terjadi tetapi sangat sulit untuk diketahui. Dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau disingkat menjadi "UU PKDRT", memberikan penafsiran mengenai kekerasan rumah tangga yaitu:
Sehingga berdasarkan Pasal 1 ayat (1) UU PKDRT dapat disimpulkan yaitu kekerasan dalam rumah tangga dapat mencakup beberapa hal seperti kekerasan fisik, psikis, seksual, dan penelantaran dalam rumah tangga.
Pada umumnya kekerasan yang terjadi dalam rumah tangga selalu didahului dengan kekerasan psikis yang kerap kali tidak pernah disadari. Seorang istri atau seorang anak tidak mengetahui bahwa kekerasan secara psikis telah menimpa mereka seperti perasaan rasa takut, cemas, ataupun trauma yang berkepanjangan, namun mereka menganggap hal ini merupakan sesuatu yang biasa saja, mereka tidak menyadari bahwa hal tersebut merupakan salah satu bentuk dari kekerasan psikis.
Kekerasan psikis yang sering terjadi dalam rumah tangga sering kali dianggap sepele, bahkan beberapa orang beranggapan bahwa hal tersebut hanya sekedar "bumbu" perkawinan. sehingga pihak luar tidak pantas mencampuri urusan dalam rumah tangga. padahal dari kekerasan psikis tersebut itulah dapat berkembang menjadi kekerasan lainnya.
Kekerasan psikis merupakan suatu tindakan melawan hukum yang mana terhadap pelakunya sudah sepantasnya dikenakan sanksi pidana.[2]Â Kekerasan psikis merupakan kekerasan yang berbeda dengan kekerasan fisik atau seksual, karena kekerasan fisik dan seksual dapat ditandai dengan mudah seperti luka atau lebam dan korban yang mengalami kekerasan fisik atau seksual yang tentunya korban mengalami kekerasan psikis. Namun kedua kekerasan tersebut berbeda dengan kekerasan psikis, orang yang mengalami kekerasan psikis belum tentu mengalami kekerasan fisik maupun seksual.[3]
Berdasarkan pengantar diatas, tentunya timbul pertanyaan dibenak kita semua, ketika kita merasa takut, trauma, ataupun psikis kita terganggu akibat perbuatan yang dilakukan oleh anggota keluarga dalam rumah tangga, apakah  tindakan yang dilakukan dapat dikenakan sanksi atau dapat dilaporkan?
Secara eksplisit dalam Pasal 7 UU PKDRT, memberikan penafsiran mengenai kekerasan psikis yaitu: