Mohon tunggu...
Intan Yuliana
Intan Yuliana Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kurikulum Nasional, Hambatan atau Kemajuan?

17 Mei 2017   00:55 Diperbarui: 17 Mei 2017   01:57 622
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Dalam hakikat pendidikan, kurikulum merupakan kitab suci. Mengapa? Karena kurikulum menjadi landasan bagaimana pendidikan itu kelak dipacu. Indonesia yang menganut sistem Demokrasi memahami itu sebagai salah satu cara dalam “memanusiakan” bangsa Indonesia dan mewujudkan cita bangsa akan kecerdasan intelektual yang tinggi. Saya pahami hal ini juga merupakan cita segala negara.

Dengan kecerdasan intelektual yang tinggi di setiap pelosok Nusantara, ada harapan agar Indonesia tercinta menaikkan derajat menjadi negara maju yang disegani sumber daya manusianya. Lalu, apa upaya yang diciptakan untuk pendidikan tersebut? Ya, kita biasa menyebutnya “Kurikulum Nasional”.

Kurikulum pada batasannya disebut sebagai pedoman dasar dalam proses belajar mengajar di dunia pendidikan dan juga sebagai alat untuk mencapai tujuan pendidikan. Berhasil tidaknya suatu pendidikan, tentu akan sangat tergantung pada kurikulum.

Kurikulum merupakan salah satu komponen yang memiliki peran penting dalam sistem pendidikan, sebab dalam kurikulum bukan hanya dirumuskan tentang tujuan yang harus dicapai sehingga memperjelas arah pendidikan, akan tetapi juga memberikan pemahaman tentang pengalaman belajar yang harus dimiliki siswa.[1]

Kurikulum nasional sendiri merupakan landasan dalam dunia pendidikan di seluruh penjuru Indonesia. Dari Sabang sampai Marauke, kurikulum nasional merupakan pedoman yang harus diemban dalam sistem pendidikan. Lantas, bagaimana praktek pelaksanaannya?

Kurikulum nasional secara garis besar sama dengan kurikulum 2013 yang telah diberlakukan, nama yang digunakan pun tetap kurikulum 2013 hanya saja ditambah “edisi revisi”. Kurikulum nasional tersebut menjadi lambang bahwa kurikulum ini resmi dipergunakan dalam pendidikan Indonesia.

Seperti yang kita ketahui, kurikulum 2013 (selanjutnya disebut K13) lebih mematokkan guru sebagai fasilitator dan membuat murid lebih aktif berkembang dalam lingkungan maupun teknologi.

Permasalahannya disini terletak pada, apakah seluruh Nusantara memiliki lingkungan dan teknologi yang sama dan memadai? Ini lah yang menjadi tamparan mengenai tujuannya untuk menjadi kemajuan atau hambatan dalam dunia pendidikan Indonesia.

Lingkungan Indonesia tidaklah sama rata, kuantitas dan kualitas tiap daerah pun sangat berbeda. Contohnya saja di Jakarta, dengan mudah dapat ditemukan pelbagai sekolah dari tingkat dasar, menengah, atas, sampai perguruan tinggi. Teknologi yang digunakan pun sudah canggih. Terdapat proyektor dan layar lcd untuk menunjang kegiatan pembelajaran. Bangunan sekolah memadai siswa dengan kuantitas yang banyak. Sumber daya guru juga berlimpah banyak.

Setelah mengetahui kenyataan tersebut, mari kita bandingkan dengan daerah yang masuk kategori 3T (Tertinggal, Terdepan, Terluar) seperti Sumba Tengah di Nusa Tenggara Timur, Sorong di Papua Barat, dan Berau di Kalimantan Timur[2] (itu hanya sedikit daerah dari keseluruhan daftar). Dapatkah kurikulum nasionalatau K13tersebut dijalankan? Jawabannya jelas tidak. Jika pun berjalan, banyak sekali bagian yang tak terpenuhi dengan maksimal. Contohnya seperti jarak sekolah yang begitu jauh dan minim kendaraan untuk ditumpangi, itu menghambat ketepatan waktu belajar; kualitas bangunan yang tidak memadai atau layak, mengurangi rasa nyaman dan aman ketika pembelajaran; kurangnya pasokan buku dan sumber daya guru yang diperoleh, membuat murid haus akan ilmu yang seharusnya diperoleh; tidak adanya teknologi dan listrik yang memadai, menjadikan pembelajaran tidak dapat berbasis IPTEK (Ilmu Pengetahuan dan Teknologi).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun