Saya sendiri sungguh geregetan. Sempat terfikir untuk membawa anak tersebut ke rumah, tapi saya sungguh-sungguh mempertanyakan kompetensi saya. Betul, saya dan suami adalah orang yang baik. Tapi kelihatannya tidak cukup baik untuk menangani anak yang butuh pertolongan khusus. Maka saya, sekarang berharap agar si anak diambil paksa oleh negara sementara ayahnya dihukum sepantasnya.
Alkisah, seorang mentor saya yang sekolah di Amerika mengalami suatu kejadian kurang menyenangkan. Ceritanya, hari itu ia membawa anaknya yang sedang sakit ke dokter setempat. Sesudah pemeriksaan, mentor saya diminta menunggu dan dipanggil bertemu dengan aparat kepolisian. Tahu kenapa? Karena dokter curiga pada garis2 merah pada punggung si anak yang --yang tak lain dan tak bukan--adalah bekas kerokan. Child abuse kata mereka. Oh my God, komentor mentor saya. "Mana ada, Sir, penyiksaan yang bekas lukanya sistematis kayak begini..Wong garisnya sama lurus, sama panjang..Ini pengobatan tradisional Indonesia..untuk masuk angin..being full by air, you know?!" Dan si aparat cuma menaikkan sebelah alisnya. Tetap saja mentor saya diperiksa berjam-jam kemudian dilepaskan sesudah yakin tidak melakukan kesalahan.
Bagaimana Indonesia? Bagaimana Yogyakarta?
Kawan, ada anak yang butuh perlindungan. Siapa yang peduli?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H