Halo teman-teman Kompasianer, gimana kabarnya? Semoga selalu diberikan kesehatan dan dilancarkan semua urusannya ya, Aamiin. Kesehatan menjadi yang utama, jadi jangan sampai abai untuk menjaga kesehatan ya teman-teman. Karena mencegah itu lebih baik daripada mengobati.
Nah ngomongin soal kesehatan nih ya, pasti teman-teman sudah tidak asing lagi kan dengan "Saraf Kejepit"? Yups, saraf kejepit sering jadi bahasan yang cukup sering lho dalam kehidupan sehari-hari. Bahkan sampai banyak yang bingung nih untuk membedakan mitos dan fakta soal saraf kejepit.
Beberapa hari yang lalu tepatnya tanggal 7 Agustus 2022 saya berkesempatan untuk mengikuti gathering yang diadakan oleh RS Premier Bintaro. Nah dalan acara kali ini temanya cukup menarik yaitu "Mitos dan Fakta Saraf Kejepit". Jujur aku pribadi excited banget, karena memang belum paham betul nih soal mitos dan fakta tentang saraf kejepit. dr Omar Luthfi Sp, OT (K-Spine) bakal menjelaskan secara detail soal saraf kejepit.
Mitos dan fakta saraf kejepit
Mitos
- Operasi tulang belakang beresiko tinggi kelumpuhan
- Saraf terjepit harus dioperasi
Fakta
- Saraf kejepit dapat sebabkan kelumpuhan
Biasanya saraf kejepit terjadi pada punggung bawah. Kalau sudah terkena saraf kejepit pada punggung bawah sudah pasti tidak mengenakkan. Nah penyebab jepitan saraf pada punggung bawah diantaranya:
- Herniasi Nucleus Pulposus (HNP)
- Lumbal stenosis (Penuaan)
- Spondylolisthesis (pergeseran tulang belakang)
- Infeksi
Nah kalau sudah terkena saraf kejepit, apa yang seharusnya dilakukan? Tentunya tidak bisa sembarangan ya teman-teman. Berikut adalah penanganan awal saraf kejepit:
- Bed rest maksimum 2 hari
- Analgetik
- Penggunaan alat bantu (korset)
- Perubahan gaya hidup
- Program rehab medik oleh spesialis kedokteran fisik dan rehabilitasi