Sepulang kuliah, saya biasanya membeli minuman kesukaan saya, es degan (kelapa muda), yang dijual seorang ibu, yang kira-kira umurnya 37 tahunan, didampingi seorang anak gadisnya yang berkerudung berjualan es degan di trotoar jalan, dengan gerobak esnya di dempetkan pada tembok bangunan bank dan dibiarkan menginap sampai esoknya mereka berjualan. Harga untuk satu es degan ibu itu sangat murah sekali, hanya Rp 3000 saja, namun jangan tanya soal rasanya, enak sekali (jadi ngiler siang-siang ngomongin es)
Namun suatu ketika, saat saya pulang kuliah, saya lewati jalanan itu sambil melirik ke arah tempat ibu itu berjualan. Saya kaget sekaligus heran apa yang terjadi dengan gerobaknya. Tak ada gerobak itu lagi dan hanya ada sebuah meja dengan rak gelas yang saya temui kala itu. Saya dilanda penasaran setiap saya pulang kuliah dan melewati tempat itu lagi. Saya menebak-nebak kemana gerobak itu pergi. Saya pikir, mungkin gerobaknya sedang direparasi, atau (saya kembali berpikiran negatif) dicuri orang.
Kemudian beberapa hari yang lalu, saya menyempatkan membeli es degan dengan harapan saya bisa menjawab tanda tanya besar dalam hati saya.
"bu, rombongnya(gerobak) kemana?"
"diambil Satpol PP, nak . Jam 11 malem"
"loh kok bisa buk? gara2 ada penghargaan adipura itu ya?"
"iya nak, wong gak bilang kalo ada penghargaan kebersihan. Coba bilang kan saya bisa bawa pulang rombong saya dulu ke rumah"
Saya kaget setengah mati. Bukan karena tak mengenal aturan dan kelakuan para aparat keamanan kita ini, tapi kenapa mereka setega itu sampai gerobak tak bersalah pun ikut diamankan. Apa tak ada sedikitpun rasa belas kasih mereka(para aparat) pada pedagang kaki lima (PKL)? Mereka, para PKL juga punya hak mendapat nafkah dari hasil kerja mereka. Kalau seperti itu kejadiannya, bagaimana kita bisa berempati melihat mereka(para aparat) tak memiliki empati untuk sekedar memberi pemberitahuan bahwa sedang diadakan penilaian untuk penghargaan Adipura dan semua gerobak PKL harus segera diamankan. Kalau bisa dibicarakan secara baik-baik, kenapa toh harus gerobak tak bersalah yang dirazia. Harga satu gerobak saja bisa mencapai 1 sampai 3 jutaan, bahkan lebih, namun sayangnya para aparat keamanan kita tak ingin diajak bekerja sama dalam mencari nafkah hidup. Bukankah kita menjunjung tinggi nilai toleransi, kemanusiaan dan cinta damai ?
Semoga menjadi intropeksi, baik bagi para PKL dan para aparat keamanan, serta kita semua. Amin
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H