Mohon tunggu...
Martin Siregar
Martin Siregar Mohon Tunggu... -

penggiat tulis-menulis unkonvensionil

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Ikut ke Tanjung Balai

29 Juli 2011   05:08 Diperbarui: 14 Juli 2015   01:00 124
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13119159941143167720

[caption id="attachment_125757" align="aligncenter" width="602" caption="ilustrasi di ambil dari:creative-root.blogspot.com"][/caption] Karya : MARTIN SIREGAR “Bang Kasmin...Ransel yang kucuci kemarin sudah kering” . Abang bawa kain sarung, bawa 2 celana dalam, satu celana pendek dan satu celana panjang. Kak Butet menyiapkan peralatan Bang Kasmin ke Tanjung Balai. Letakan sandal jepit yang dibeli Pak Bagubija di pintu masuk rumah, sandal dinasmu sembunyikan ke belakang.  Dan, abang pakai sandal kulit yang dibeli Pak Bagubija (Rupanya Bang Kasmin dapat hadiah dua pasang sandal dari Bagubija). Bang Kasmin tunduk patuh mendengar garis komando Kak Butet. Dua malam yang lalu mereka bertengkar. Kak Butet pasrah saja ditinggalkan sendirian di rumah dan senang Bang Kasmin pergi beberapa hari ke Tanjung Balai.  Tapi, Bang Kasmin (merasa terpaksa) menerima tawaran Bagubija. “Sudah termakan baik budi kita” Kata Bang Kasmin. Mendengar ucapan ini, Kak Butet marah besar.”Jangan bilang begitu !!!. Aku yakin Pak Bagubija sudah menganggap kita seperti saudara kandung. Jangan abang pikir negatif. Bang Kasmin semakin tidak berkutik dihadapan istrinya. Kemarin sore Bagubija sudah datang berkunjung ke rumah Bang Kasmin. Pakai taksi  dari hotel tak bisa masuk sampai depan rumah Bang Kasmin yang kumuh. Harus numpang tanya dan terpaksa diantar anak anak supaya sampai ke rumah Bang Kasmin yang sangat populer di kampung itu. Semula Kak Butet pikir ada orang salah alamat. Tapi, ketika Bang Kasmin menerangkan sosok tamu terhormat…? Dipeluk Kak Butet tubuh Bagubija erat erat, sambil meneteskan air mata. Bagubija juga balas pelukan erat dengan tulus hati sambil belai belai rambut Kak Butet.  “Anggaplah aku saudara kandung kalian ya…”, Secara berlahan Kak Butet lepaskan pelukan, dihapus Bagubija airmata Kak Butet. Sebentar saja Kak Butet duduk di ruang tamu sempit rumahnya. Dia langsung ke kedai sebelah.”Catat lagi, utangku 1 ons kopi” Kak Butet bergegas kembali ke rumah. Setelah Bagubija pulang, kembali lagi Kak Butet marahi Bang Kasmin.”Tadi beliau meiihat sandal jepit abang di depan rumah”. Seolah abang tidak menghargai sandal pemberiannya. Kak Butet sangat menyesal:”Kenapa sandal jepit buluk itu dilihat tamu agung ?. Sial !!! Rencananya Bagubija datang dengan taksi jam 12 siang. Tapi, setengah 6 pagi Kak Butet sudah bangun ngepel rumah, sapu halaman,  bersihkan segala peralatan rumah. Hari ini tak pergi cuci baju ke rumah mewah di jalan besar. Bang Kasminpun sudah mandi sibuk mengatur harta bendanya dalam ransel. “Kalau sudah begini lebih cocok aku office boy dikantor perusahaan asing” Hua…ha…ha…mereka berdua tertawa. melihat Bang Kasmin pakai celana panjang dan baju keren. Dan, waktu minum kopi, Kak Butet kasih peringatan keras :”Hati hati minum kopinya, nanti kena ke bajumu”. Bang Kasmin  tersentak langsung matanya memeriksa tetes kopi di baju. Begitu heboh sejoli ini menyambut orang terhormat Hua…ha….ha…Bik Iyem warung samping rumah rupanya dari tadi memperhatikan mereka.”Bang Kasmin nanti pulang dari Tanjung Balai bawa oleh oleh ya…:”: Bik Iyem ikut gembira. Bang Kasmin hanya tersenyum mengangguk penuh percaya diri. Tidak lagi dikawal anak kecil Bagubija menuju ke rumah Bang Kasmin jam 12.5 siang. Diciumnya pipi kiri kanan dan belai rambut Kak Butet. Penuh hormat Kak Butet: “Masuk…masuk dulu Pak”. Bang Kasmin sigap ambil ranselnya. ”Sudahlah, nanti terlalu lama berangkat, kami kepanasan dijalan” Katanya dengan gaya orang profesionil. Melihat realitas ini, Bagubija tersenyum, dalam otaknya terbit kalimat ”Level sosial seperti mereka pasti tidak bisa disentuh oleh gagasan unkonvensionil si Budi Rahman dan Rawing” Hua…ha….ha…ha... “Biasanya saya mangkal disini Pak” : Kata Bang Kasmin ketika mereka lewat dari mesyid raya. Di depan sana Istana Maimun tempat tinggal Raja Melayu Deli yang sekarang sedang dibenahi. Nah!!! Ini kolam raya tempat Raja ngobrol santai dengan penjajah Belanda (pukimanya itu).” Oooo…Ya, Di Jogya peninggalan sejarah dirawat dengan baik. Kalau disini karena masyarakatnya heterogen jadi sulit pemerintah memberi perhatian khusus terhadap peninggalan sejarah bernuansa etnis. Mendengar pernyataan ini, Bang Kasmin semakin kagum melihat Pak Bagubija yang punya wacana pikir sangat  luas. “Pak supir, sekitar jam berapa kita sampai di Tanjung Balai ?”. “Sekitar jam 3 sore Pak, kalau tak macet di jalan”. Lewat Lubuk Pakam, Pak Bagubija tertidur pulas kelelahan, membiarkan Bang Kasmin bergaya angkuh dari jendela mobil memandangi rumah rumah penduduk yang dilewati.”Nanti kalau ada kedai, tolong belikan rokok gudang garam merah”: Diserahkan Bang Kasmin uang 10 ribu. “Bisa...Pak”: Supir hormat menerima perintah Bang Kasmin yang sedang melambung tinggi terbang jauh. Hua…ha…ha… . Sesekali diliriknya Bagubija, takut  beliau terbangun. Dan dia tidak bisa bergaya elite. 15 Menit sebelum kota Kisaran Bagubija terbangun. Lantas dengan suara memelas:”Cari restoranlah, perut saya lapar”. Bang Kasmin merubah gayanya yang tadinya busung dada angkuh, sekarang macam tikus kena air. Mobil masuk parkir ke restoran mewah masakan padang. Ketika turun kaki Bang Kasmin gemetar dan tubuhnya merinding. Walaupun setiap hari aku selalu melihat restoran mewah dari atas becak, tapi aku belum pernah masuk ke dalam. Aku makan siang yang lezat sementara  istriku Butet makan seadanya di Medan. Dengan lahap disantapnya seluruh lauk pauk yang tersaji dimeja. Bagubija senang melihat semangat Bang Kasmin menghabiskan seluruh hidangan makan siang. Waktu terus berjalan. Sampai pada akhirnya mereka sampai ke hotel berbintang di kota tujuan Tanjung Balai. Di teras hotel sudah ada Tigor pakaian parlente menunggu kedatangan mereka. Tigor dan Bagubija berpelukan mesra ”Akhirnya kita bisa jumpa lagi”. Tidak membuang waktu terlalu lama, ketiganya langsung masuk ke kamar yang sudah dipesan Tigor. Dibiarkan Bang Kasmin kedua sahabat kental itu ngobrol sambil nonton TV. “Pak…Saya istirhat dulu ya…” : Bang Kasmin tidur dengan gemas peluk bantal guling.”Istriku berdoalah agar pada satu waktu kita bisa tidur disini”. Gara gara Bagubija, aku semakin sadar seolah olah Tuhan lahirkan aku untuk sengsara sepanjang hidup. Kurang ajar !!!! MARTIN SIREGAR Penggiat tulis-menulis unkonvensionil

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun