Saya ingat, sewaktu kecil biasanya orang tua itu suka sekali mendorong anak-anaknya untuk menghabiskan makanan tanpa sisa di atas piring dengan mengatakan, "Ayo makannya harus habis ya, harus bersih, kalau gak bersih nanti sudah besar dapat suami / istri / pacarnya 'bopeng-bopeng' / jerawatan loh." Inget ya?! Atau jangan-jangan kita sekarang ini sudah ikut-ikutan menjadi pelakunya?! Hehehe..Â
Nah biasanya nih karena takut, akhirnya si anak dengan polosnya menghabiskan makanannya tanpa sisa, sampai bersih kinclong piringnya seperti habis dicuci. Kalau dipikir-pikir, lucu juga ya, apa pula hubungannya makan bersih dengan dapat jodoh. hehehe.. Ya itulah salah satu dari ratusan, ribuan, bahkan jutaan 'kreatifitas' orang tua untuk mendorong anak-anaknya menghabiskan makanannya tanpa sisa.
Ngomong-ngomong soal makanan, kemaren saya pergi makan dengan klien di sebuah restoran, total ada 9 orang yang ikut makan bersama siang itu. Kita pesan beberapa jenis makanan, dan tidak disangka-sangka ketika hidangan makanan yang kami pesan datang, ternyata porsinya besar-besar. Diperparah oleh beberapa peserta makan, makannya kok 'jaim-jaim' ya siang itu (mungkin termasuk saya juga... hehehe..). Alhasil akhirnya makanannya tersisa cukup banyak, semua sudah menolak untuk menghabiskan, semua sudah berhenti makan, semua sendok garpu sudah ditutup. Sudah full, tidak ada ruang kosong lagi dalam perut, untuk buah pun sepertinya sudah sulit untuk diselip-selipkan.Â
Restoran tempat kami makan ini cukup baik dan pengertian, setelah mereka tahu kita semua sudah berhenti makan, pelayan-pelayan restoran dengan cekatan segera mengangkat piring-piring yang ada, sehingga acara ngobrol-ngobrol kami menjadi lebih nyaman. Saya memperhatikan cara si pelayan membereskan piringnya, sisa makanan dibuang dalam plastik besar, piring-piring nya disusun menjadi satu. Setelah selesai ngobrol-ngobrol santai, kami semua berjalan keluar dari restoran, saya sempat melirik piring-piring lain di beberapa meja. Wow!! Ternyata di meja lain juga sama parah dengan meja kami tadi, banyak piring-piring dengan sisa makanan.
Malam harinya, saat lagi asyik browsing mengupdate 'dunia', saya tertarik dengan sebuah artikel dan mengkliknya = http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2015/05/30/164614126/19.4.Juta.Penduduk.Indonesia.Masih.Kelaparan. (monggo dibuka link nya dan dibaca). Membaca artikel tersebut bikin leher tercekat. "Ya Tuhan, saya makan enak di rumah, di restoran, tapi seringkali menyisakan banyak makanan sisa setelahnya. Ujung-ujungnya masuk kantong plastik besar dan dibuang ke tempat sampah. Kami kelebihan makanan sampai dibuang-buang, sementara ada di tempat lain di nusantara ini yang menderita kelaparan kekurangan pangan."
Pikiran melintasi laci-laci ingatan dalam otak, membuka dan memilih semua dokumen dalam setiap lipatan, selipan  dan terbayang foto-foto yang pernah saya lihat tentang kelaparan di Afrika. Bocah-bocah kecil hitam dengan perut gendut busung lapar, duduk lemah tidak berdaya, menyisakan badan kurus tinggal tulang berbungkus kulit. Teringat cerita tentang keluarga pengungsi perang di Suriah tertawan, yang terkurung tentara lawan, tanpa tersisa bahan pangan, mencoba terus bertahan walau dengan rasa lapar yang coba ditahan. Di Indonesia, di daerah timur, dunia sudah moderen, restoran tersebar dari yang harga kaki lima sampai yang harga bintang lima, tapi kok bisa-bisanya ada wabah kelaparan sampai-sampai ada yang kehilangan nyawa.
Ahhh... Makanan tersisa di restoran memang seolah tidak ada hubungannya dengan mereka yang kelaparan di Afrika, Suriah, bahkan di Indonesia bagian timur sekalipun. Tapi sejauh jangkauan tangan, mereka yang mungkin kelaparan di pinggir jalanan mungkin saja kita bisa membantu. Mungkin saja Tuhan mau pakai kita untuk menjadi saluran berkat memenuhi perut-perut kosong mereka. Daripada makanan yang tersisa terbuang percuma dalam tempat sampah, sepertinya lebih baik dibungkus dan dibagi-bagikan kepada mereka yang kekurangan dan mungkin juga kelaparan. Lebih baik lagi kalau di depan kita sudah mencocokan lapar mata dengan lapar perut, sehingga ketika perut sudah terisi sempurna tidak ada lagi mata tertarik dengan makanan, sehingga tidak ada lagi makanan yang tersisa.Â
Daripada makanan yang tersisa terbuang percuma, mari pertama kita pandang makanan yang tersisa menjadi makanan yang berlebih. Perubahan mindset berpikir, kalau kita membagi dari kelebihan bukan dari sisa. Kedua, mari kita buat gerakan, gerakan bungkus makanan yang berlebih untuk kita bagi-bagikan kepada mereka yang membutuhkan di jalan-jalan atau orang yang kita kenal. Syukur-syukur, sebelum dikonsumsi, bisa kita pisahkan terlebih dahulu.
Â
Mari Berubah Jadi Cahaya Bagi Bangsa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H