Pada tanggal 21 Maret 2015, seluruh masyarakat Hindu khususnya di Bali merayakan Hari Raya Nyepi. Perayaan Hari Raya Nyepi kali ini merupakan perayaan yang jatuh pada tahun saka 1937. Saya pribadi sudah mengalami 6 kali perayaan tersebut.
Banyak hal yang menarik berhubungan dengan perayaan Hari Raya Nyepi. Hari Raya Nyepi merupakan perayaan Tahun Baru Hindu berdasarkan penanggalan atau kalender saka, yang dimulai sejak tahun 78 Masehi. Jadi pada tahun 2015 merupakan perayaan Hari Raya Nyepi yang ke-1937. Sangat berbeda dengan perayaan tahun baru yang ada, seperti: Tahun baru Masehi atau Tahun Baru Islam (Hijriyah). Perayaan Tahun Baru Saka di Bali dimulai dengan menyepi yang bertujuan untuk memohon ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa (Ida Sang Hyang Widi Wasa guna menyucikan Bhuana Alit (alam manusia) dan Bhuana Agung (alam semesta). Semua kegiatan perdagangan atau perkantoran berhenti secara total. Bahkan, Bandara Internasional Ngurah Rai dan stasiun televisi pun berhenti tayang. Hanya rumah sakit yang bisa melakukan operasinya, jika dalam keadaan gawat darurat. Jika ada warga yang mau menyalakan lampu penerangan bagi yang mempunyai bayi perlu adanya perijinan dari banjar. Itu pun hanya lampu yang mempunyai daya terang kecil.
Perlu diketahui, Hari Raya Nyepi jatuh pada hari pertama Sasih Kedasa (Kalender Bali) atau sekitar bulan Maret dan April. Pada saat Hari Raya Nyepi, umat Hindu melakukan ritual Catur Brata Penyepian yang mencakup: 1) Amati Geni yaitu tidak menyalakan api secara lahir (tidak merokok, tidak menyalakan kompor, tidak menyalakan lampu, dll) dan secara batin sebagai upaya untuk mengendalikan diri dari hal-hal yang bersifat negatif; 2) Amati Karya yaitu: tidak bekerja secara lahir dan menghentikan kegiatan jasmani dengan merenung/mawas diri secara jasmani; 3) Amati Lelungan yaitu: tidak mengadakan acara bepergian dan tidak menganggu ketenangan orang lain; dan 4) Amati Lelaguan yaitu: tidak mengadakan hiburan/rekreasi dan bersenang-senang. Oleh sebab itu, pada Hari Raya Nyepi umat Hindu Bali melakukan tapa atau yoga dengan maksud sebagai sarana untuk mengoreksi total tentang apa yang dilakukan pada waktu yang lalu tentang pelaksanaan trikaya (kayika atau perbuatan, wacika atau perkataan, dan manacika atau pikiran) dan berusaha melakukan yang terbaik dengan merencanakan trikaya parisudha (trikaya yang suci) di waktu yang akan datang.
Banyak kegiatan yang dilakukan sebelum merayakan Hari Raya Nyepi yang merupakan rangkaian upacara yang dilakukan umat Hindu Bali, di antaranya:
1.Melasti
Pada rangkaian upacara Melasti, segala sarana persembahyangan yang ada di Pura di arak ke pantai atau danau, karena laut atau danau adalah sumber air suci dan bisa menyucikan segala leteh (kotor) di dalam diri manusia dan alam. Upacara tersebut dilakukan tiga atau dua hari sebelum Hari Raya Nyepi.
2. Pecaruan/Pengerupukan
Upacara ini dilakukan sehari sebelum Hari Raya Nyepi dan biasa disebut Tawur Kesanga karena upacara ini dilakukan pada Tilem Kesanga atau pada bulan mati bulan kesembilan pada perhitungan kalender Bali/Sasih Bali. Upacara tersebut dilakukan di setiap rumah warga, Banjar, Desa, Kecamatan, Kabupaten dan Provinsi baik di depan pekarangan, perempatan jalan, alun-alun maupun lapangan. Tujuan diadakannya upacara tersebut adalah untuk mengusir atau menghilangkan pengaruh buruk Butha Kala atau roh-roh yang ada dibawah alam manusia.
Biasanya upacara pengerupukan dilakukan dengan ritual, seperti: menyebar-nyebar nasi tawur, mengobori-obori rumah dan seluruh pekarangan, menyemburi rumah dan pekarangan dengan mesiu, serta memukul benda-benda apa saja (biasanya kentongan) hingga bersuara ramai/gaduh. Ritual tersebut dilakukan bertujuan untuk mengusir Buta Kala dari lingkungan rumah, pekarangan, dan lingkungan sekitar.
Yang paling menarik adalah sebelum diadakannya upacara tersebut, para warga yang didominasi anak-anak muda akan mengarak Ogoh-ogoh (boneka raksasa) sebagai perlambang Bhuta Kala dengan berbagai bentuk. Ada yang berbentuk tampang seram, menggelikan bahkan ada yang berbentuk unik atau sindiran terhadap keadaan yang sedang terjadi, seperti: bentuk para koruptor dan lain-lain. Ogoh-ogoh diarak keliling desa yang bertujuan untuk menakuti para butha kala. Selanjutnya, setelah selesai diarak kemudian dilaksanakan upacara Pecaruan/Pengerupukan dan Ogoh-ogoh tersebut dibakar untuk menghilangkan hal-hal yang berbau jahat atau buruk.
3. Ngembak Geni
Rangkaian upacara ini dilakukan setelah merayakan Hari Raya Nyepi yang merupakan akhir dari pelaksanaan Catur Brata Penyepian. Selanjutnya pelaksanaan Dharma Santi seperti: saling mengunjungi antar umat untuk saling memaafkan sehingga umat Hindu bisa memulai tahun baru Saka dengan hal-hal baru yang bernilai baik atau positif. Rangkaian upacara yang sangat menarik setelah Hari Raya Nyepi adalah tradisi unik berupa “Omed-omedan” (ciuman massal) yang tetap dilestarikan oleh Krama Sekaa Teruna Teruni (STT) atau komunitas remaja di Banjar Kaja, Sesetan Denpasar.
Tradisi ini dilakukan sehari setelah Hari Raya Nyepi setahun sekali. Tradisi unik tersebut merupakan luapan kebahagiaan anak-anak muda di Hari Ngembak Geni. Konon, tradisi tersebut dilakukan untuk menghormati leluhur dan Tuhan Yang Maha Esa dan memiliki makna sosial tinggi dengan memupuk rasa kesetiakawanan dan kebersamaan serta sebagai ritual tolak bala.
Selain dari rangkaian upacara di atas, ada beberapa hal yang menarik berhubungan dengan Hari Raya Nyepi. Di antaranya, banyak hotel atau villa di Bali menawarkan berbagai paket menginap bagi warga lokal atau turis mancanegara.
Menjelang Hari Raya Nyepi merupakan rangkaian bagi warga pendatang atau warga Bali yang beragama Islam untuk melakukan ritual mudik ke luar Bali. Biasanya ritual mudik tersebut dilakukan untuk melakukan acara berwisata di daerah terdekat seperti Lombok dan Jawa Timur. Bahkan, banyak yang mudik untuk sekedar menginap di hotel sekitar kawasan Banyuwangi. Jangan kaget, menjelang Hari Raya Nyepi merupakan saat yang baik untuk bisnis perhotelan atau penginapan di Banyuwangi mendulang keuntungan. Bahkan, semua penginapan dari berbagai kelas banyak yang di-booking. Kondisi ini yang menyebabkan membludaknya penyeberangan kapal ferry atau Roro dari pelabuhan Gilimanuk (Bali) ke pelabuhan Ketapang (Banyuwangi) atau sebaliknya.
Hal yang menarik yang lainnya menjelang Hari Raya Nyepi di Bali adalah membludaknya konsumen atau masyarakat hampir di semua pusat perbelanjaan, baik minimarket maupun supermarket. Banyak konsumen yang berbelanja di pusat perbelanjaan dengan maksud sebagai bekal selama Hari Raya Nyepi. Kondisinya hampir seperti umat Islam jika mau menghadapai Hari Raya Idul Fitri. Kondisi itulah yang membuat banyak pusat perbelanjaan penuh sesak.
Di luar hal-hal menarik di atas, saya rasa masih banyak hal yang menarik lainnya yang belum terungkap. “Selamat Hari Raya Nyepi tanggal 21 Maret 2015 bagi umat Hindu Indonesia”
*Tetap menulis saat Hari Raya Nyepi. Semoga damai menyertai kita selalu.
Salam Kompasiana!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H