"Halo mas Cas, apa kabar? Lho. ibunya mana?". Itulah kalimat yang sering mendarat di telinga saat saya tidak jalan berdua sama mantan pacar. Saya sudah terbiasa mendatangi event baik untuk menghadiri undangan blogging atau review berdua dengan istri. Mungkin, kami dikenal sebagai Blogger Couple di kalangan blogger Bali. Ya, kami sudah terdeteksi harus jalan berdua agar kedatangan kami tidak "njomplang" dalam sebuah event.
Awalnya sih, istri hanya menemani saya sebagai hiburan atau pemanis saja. Tetapi, lama-kelamaan tanpa disadari virus ngeblog menjalar ke darah istri. Akhirnya, kami selalu datang berdua ke setiap event jika jumlah undangan blogger sesuai dengan yang diinginkan klien. Â Jadi, setiap event ngeblog, saya berusaha untuk melibatkan istri saya dengan catatan topik yang dibahas sesuai dengan kapasitasnya.
Jalan BersamaÂ
Kini, saya bersyukur mempunyai anak semata wayang yang sudah menginjak remaja. Dia sudah mempunyai dunianya sendiri. Di mana, mulai malu jika saya libatkan dalam sebuah kegiatan yang tujuannya belum bisa meyakinkan dia. Sebagai contoh, saya ajak jalan-jalan di alun-alun kota Denpasar untuk menikmati udara segar. Setiap saya libatkan dalam hal yang sepele tersebut selalu berkilah, "pa, ma, aku jalan sama teman".
Namun, saya berusaha untuk melibatkan anak semata wayang dalam hal yang berguna seperti dalam Dialog Bersama MPR RI tanggal 10 Mei 2018 lalu. Dan, saya berhasil mengajak anak semata wayangku yang sangat bersemangat tersebut. Itu adalah pengalaman pertama dalam sejarah hidup bisa berjalan bertiga dengan suka cita.
Selebihnya adalah saya selalu jalan berdua bersama soulmate saya. Pantas saja, orang yang baru melihat kami, disangkanya kami pacaran layaknya anak muda jaman Now. Â Saya menyadari bahwa membangun romantisme keluarga berawal dari berkumpul bersama. Saya tidak menampik bahwa dengan adanya Long Distance Relation (LDR) maka romantisme keluarga akan hilang. Tetapi, dengan berkumpul bersama "ke manapun" maka romantisme keluarga lebih hangat dibandingkan yang berjauhan. Â
Saya telah menjadi saksi hidup beberapa pasangan dalam keluarga dekat saya yang hidup berjauhan. Pada awalnya memang tidak terjadi masalah, tetapi jika hubungan berjauhan karena pekerjaan di luar negeri lebih dari setahun maka masalah keluarga mulai timbul. Dari masalah tidak saling percaya kemudian terjadi perselingkuhan hingga berujung percekcokan atau perceraian. Kejadian ini bukanlah menjadi barang baru dalam kehidupan saya.
Dari kejadian tersebut, saya banyak belajar hidup dan berprinsip bahwa keutuhan keluarga adalah lebih utama. Harta memang penting buat siapa saja, tetapi jika kepercayaan pasangan mulai retak maka harta tidak akan mampu membeli hubungan romantisme keluarga. Saya pernah dibuat bingung karena harus mengatasi masalah perselingkungan saudara dekat. Jalan satu-satunya untuk meredam perselingkungan tersebut adalah mulailah dengan jalan berdua untuk membangun kehangatan keluarga kembali.
 Saya menyadari bahwa romantisme keluarga tidaklah linear yang harus manis selama perjalanan hidup tetapi dengan berkumpul bersama maka masalah keluarga akan diredam secepat mungkin. Apalagi, di jaman digital sekarang ini di mana setiap orang bisa berkomunikasi tanpa batas dengan orang lain yang berlawanan jenis yang belum dikenal sebelumnya melalui perangkat gadget canggih. Maka, jalan satu-satunya membangun romantisme keluarga adalah berkumpul bersama untuk mencegah sedini mungkin benih-benih masalah keluarga beraroma percintaan terlarang.   Â
Kebetulan, saya suka traveling (jalan-jalan). Maka, mengajak mantan pacar dengan budget seadanya tidak menghalangi kami yang hobi menikmati pemandangan alam. Keluarga dekat kami sampai dibuat iri karena kami bisa jalan berdua ke mana pun kami ingin menikmati suasana yang  indah.