2. Pasal 28 (illegal content) menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan  kerugian.
   3. menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian/permusuhan berdasarkan SARA.  Ancaman Pidana: Penjara maksimal 6 tahun dan/atau denda maksimal 1 M  (Pasal 45 ayat (1) dan (2))
   4. Pasal 29 (illegal content) dengan sengaja dan tanpa hak mengirinkan informasi yang berisi ancaman kekerasan atau  menakut-nakuti secara pribadi.  Ancaman: pidana penjara maksimal 12 tahun dan/atau denda maksimal 2 M  (Pasal 45 ayat  (3))
Â
Status atau konten yang telah diunggah dalam sosial media bisa berdampak negatif kepada penggunanya. Oleh sebab itu, peribahasa "Jarimu Harimaumu" berlaku bagi semua pengguna sosial media. Apalagi, status berbau SARA, provokatif atau HOAX akan menimbulkan keresahan masyarakat. Dan, dampak negative dari sosial media begitu nyata terjadi di  Indonesia.
Masih ingatkah anda dengan Kasus Florence Sihombing yang menyita perhatian publik khususnya Yogyakarta. Kasus tersebut bermula ketika Florence Sihombing mengunggah status di Path yang berisi makian atau ungkapan marahnya dan menjelek-jelekkan warga Yogyakarta pada Agustus tahun 2014 lalu. Banyak tanggapan dari pengguna status sosial media tersebut. Bahkan, capture screen postingan Florence Sihombing juga disebarkan melalui Twitter dan broadcast BlackBerry Messenger.
Revolusi Mental untuk Ketahanan Keluarga
Dua contoh kejadian  nyata yang timbul karena status di sosial media di atas secara tidak langsung telah memberikan dampak buruk terhadap keluarga. Setidaknya, nama baik keluarga dipertaruhkan yang menimbulkan terkucilnya keluarga pelaku di mata masyarakat. Akhirnya, hubungan keluarga pelaku dengan masyarakat sekitar juga renggang. Bukan hanya itu, berakhirnya pelaku ke jeruji penjara juga menghambat kelanjutan pendidikan. Padahal, pendidikan yang baik di masa depan merupakan idaman keluarga. Â
Belajar banyak dari kasus kurang bijak penggunaan sosial media, maka perlu adanya gerakan Revolusi Mental dalam Sosial Media. Kementrian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) pun melakukan Gerakan Nasional Revolusi Mental sesuai dengan Intruksi Presiden (Inpres) No. 12 Tahun 2015). Perlu diketahui bahwa Revolusi Mental adalah gerakan nasional untuk mengubah cara pandang, pola pikir, sikap-sikap, nilai-nilai dan perilaku Bangsa Indonesia untuk mewujudkan Indonesia yang berdaulat, berdikari dan berkepribadian. Revolusi Mental sering disebut Gerakan Hidup Baru Bangsa Indonesia. Dan, Revolusi Mental bertumpu pada 3 nilai-nilai dasar yaitu: 1. Integritas, 2. Etos kerja dan 3. Gotong royong.