Pada hari Sabtu, 22 Juli 2017 lalu saya berkesempatan untuk menghadiri sebuah kelas inspiratif yang diadakan oleh sebuah komunitas Bali, Akademi Berbagi (Akber). Kelas inspiratif yang diadakan secara berkala dengan tema dan narasumber berbeda sungguh memberikan pengetahuan baru. Dan, Akber Bali yang diadakan saat itu mengusung masalah Fair Trade (Perdagangan yang Jujur). Â
Fair Trade mungkin sangat asing di telinga kita. Saya sendiri juga baru mendengarnya. Namun, setelah mengikuti kelas Akademi Berbagi (Akber) Bali tersebut baru memahaminya. Fair Trade merupakan sebuah model bisnis yang baru dan lain dari yang lain. Model bisnis ini merupakan bagian dari World Fair Trade Organization (WFTO).Â
Pembicara (narasumber) yang berpengalaman dalam hal tersebut adalah Bapak Gung Alit dan Ibu Heni Duarsa yang tidak lain adalah sepasang suami istri. Pasutri tersebut juga pemilik Taman Baca Kesiman Denpasar yang merupakan tempat acara tersebut digelar. Pasutri yang juga Owner dari perusahaan Mitra Bali menjalankan operasi usahanya mengusung model bisnis Fair Trade.
Sebenarnya, Fair trade mempunyai 10 prinsip dasar agar bisa menjalankan bisnisnya, di antaranya: tidak boleh memperkerjakan anak, suasana kerja yang layak atau menyenangkan, gaji pegawai yang rata-rata di atas UMK, berorientasi pada ramah lingkungan, memutus mata rantai ekspor yang berbelit dan lain-lain.Â
Selengkapnya bisa dibaca di What is Fair Trade? Untuk menjadi pelaku Fair Trade, Mitra Bali harus mempunyai sertifikat internasional seperti Mitra Bali Guaranteed Fair Trade yang menyatakan bahwa produknya tidak berasal dari bahan yang dilarang atau mengandung racun. Sertifikat lainnya yang wajib dimiliki adalah Indonesian Legal Wood.
Konsep desain produk dalam Fair Trade berasal dari 3 sisi yaitu: pengrajin, buyer (pembeli) dan Mitra Bali sendiri. Jadi, desain yang dibuat semaksimal mungkin mempunyai nilai pasar ekspor yang tinggi. Dengan kata lain, desain tertentu akan berbeda untuk pasar Eropa, Amerika maupun  Australia. Oleh sebab itu, desain produk yang sedang hitatau tren biasanya akan dirancang 2 tahun sebelumnya.Â
Desain yang sedang ngetren bisa diperoleh dari berbagai cara seperti browsing di situs internet. Apalagi, dengan kartu XL yang mengusung teknologi 4,5G mempunyai jaringan yang luas dan kuat serta sinyal yang stabil. Penjelajahan di situs internet tersebut  akan membantu mencari jenis desain yang sedang tren di dunia maya. Desain juga bisa diperoleh dari hasil jelajah (traveling) ke luar negeri.Â
Fair Trade yang diusung oleh Mitra Bali juga sebenarnya melakukan penetrasi pasar lokal atau Bali. Dan, Mitra Bali mempunyai showroom di kawasan Lot Tunduh Ubud Bali. Namun sayang, pengunjung yang datang ke tempat usahanya justru mayoritas ekspatriat atau orang asing. Padahal, Mitra Bali berusaha maksimal untuk mengangkat produk lokal untuk pangsa pasar lokal juga. Â Â Â
Kita memahami bahwa Fair Trade belum melakukan gerakan yang luas di Indonesia. Mitra Bali sendiri merupakan pioneer Fair Trade di Indonesia akan tetap memberikan edukasi masalah Fair Trade secara berkelanjutan. Masih dalam hitungan puluhan pelaku Fair Trade di Indonesia. Sedangkan, di luar negeri (Eropa) seperti di Inggris sudah dalam hitungan ratusan. Pemahaman tentang Fair Trade di luar negeri sangat tinggi. Bahkan, masalah Fair Trade sudah menjadi kurikulum dalam pendidikan. Amazing!
 Kita berharap bahwa Fair Trade bisa menjadi hal "keharusan" dalam model bisnis di Indonesia. Saya yakin, dengan melakukan Fair Trade yang baik bisa meningkatkan taraf hidup masyarakat menuju Indonesia yang maju. Mengapa? Karena Fair Trade benar-benar memahami dan menghargai semua pihak yang terlibat di dalamnya. Bukan hanya itu, pelaku Fair Trade akan menjaga alam sebaik mungkin dan tidak akan melakukan bisnis barang-barang yang dilarang di pasar internasional. Sebagai contoh, dalam pasar internasional bahan kayu dari jenis Sonokeling dan Ebonikini sangat dilarang dalam pasar internasional.