Pusat Rempah-Rempah Dunia
Sejarah menyatakan bahwa komoditas rempah-rempah dan pulau Maluku adalah dua hal yang tak terpisahkan. Dan begitu juga Ternate-Tidore dalam sejarah dunia. Lima abad yang lalu, dua kesultanan besar di bagian timur negara kita muncul ke panggung sejarah dunia. Keberadaan pulau-pulau di kawasan rempah-rempah pulau Maluku, terutama Ternate-Tidore sebagai produsen cengkeh, dan Kepulauan Banda sebagai produsen pala membuat orang di belahan dunia untuk melakukan perjalanan panjang memperoleh rempah-rempah tersebut.
Tidore, salah satu kota di Provinsi Maluku Utara tersebut telah terkenal sejak jaman kolonial karena rempah-rempahnya yaitu cengkeh dan pala. Kekayaan rempah-rempah yang berlimpah membuat banyak orang dari belahan dunia untuk berkunjung bahkan melakukan aksi monopoli dan penjajahan. Tak terkecuali orang yang berasal dari daratan Eropa. Sedangkan, orang Eropa pertama yang datang ke Tidore adalah pelaut Spanyol yang bernama Ferdinand Magellan yang dikirim oleh Charles I, Raja Spanyol, untuk menemukan pulau rempah-rempah tersebut.
Sayang, armada Ferdinand Magellan justru tiba dari timur tapi agak terlalu jauh di utara Filipina, yang kemudian melanjutkan untuk menjadi koloni Spanyol. Ferdinand Magellan sendiri meninggal di sana, kapal layar yang tersisa, yaitu: Trinidad dan Victoria bersikeras untuk mengarungi lautan menuju Tidore. Setelah berlayar selama 2 tahun 2 bulan dan 28 hari dari Sevilla mencari rempah-rempah, kapal Trinidad dan Viktoria bisa merapat ke Tidore pada tanggal 8 November 1521. Namun, kapal Trinidad kemudian tenggelam dalam perjalanan pulang ke Sevilla meninggalkan Victoria yang masih berada di Tidore. Dari sinilah, kekuasaan Spanyol memenuhi babak baru yang diikuti dengan perjuangan keras bangsa-bangsa lain untuk menguasai rempah-rempah, seperti bangsa Portugis dan Belanda.
Budaya dan Kuliner yang Unik
Saat kita berkunjung ke Tidore, banyak budaya dan adat istiadat yang bisa kita nikmati. Bahkan, budaya dan adat istiadat tersebut yang masih terpelihara hingga kini di Tidore. Untuk menapaki jejak pulau Tidore, maka masyarakat setempat melakukan upacara Lufu Kie. Upacara ini merupakan perjalanan ritual adat laut “Hongi Taumoy se Malofo” Kesultanan Tidore. Acara ini dilakukan sebagai rasa syukur Sri Sultan atas terciptanya keamanan, kedamaian, ketentraman kehidupan rakyat dengan cara mengelilingi Pulau Tidore, sembari diikuti dengan ritual ziarah ke makam para Waliyullah.
Kegiatan yang hampir sama dan sering dilakukan saat peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW. Sebagai tambahan, dalam kegiatan tersebut juga diselingi dengan aksi menusuk diri dengan senjata tajam ke tubuh para pesertanya.