Suatu hari saya berkunjung ke kantor kawan akrab saya, Anbul (40) di Jakarta Selatan. Tanpa sengaja, saya melihat Dia dan istrinya sedang menghitung tumpukan uang logam pecahan seribu dan lima ratusan. Saya berusaha untuk membantunya. Tiga jam telah kami lewati. Tetapi, menghitung tumpukan uang logam belum juga usai. Kami harus menghitung lagi, lagi dan lagi. Di hadapan kami juga terdapat kotak kayu penyimpan uang logam dengan ukuran 6 kali luas brankas penyimpan uang di ATM.
Ada hal yang menarik dari diri pak Anbul. Ketika saya masih bekerja sama dengannya dalam usaha distribusi di tahun 2004, Dia selalu mengajarkan untuk mengatur keuangan dengan baik. Tidak terlintas dalam benak saya bahwa Dia mau menyimpan uang logam pecahan seribu dan lima ratus dalam celengan yang biasa orang awam memakainya, bentuk Jago sampai ke bentuk peti.
Saya berpikir, “nggak mungkin menyimpan uang logam sebanyak itu. Paling-paling nanti kalau dibutuhkan pasti celengan jagonya dipecah juga”. Apalagi, kondisinya masih lajang yang segala kebutuhan ingin di beli. Tetapi, perkiraan saya justru meleset 360 derajat. Kedisiplinan untuk menyimpan uang logam pecahan seribu dan lima ratusan masih berlangsung hingga tahun 2007 saat saya berkunjung ke kantornya di kawasan Tebet Jakarta Selatan. Saat itu, dia sudah menikah dan istrinya sedang mengandung anak pertama.
Yang membuat saya kaget adalah tumpukan uang logam yang banyak dan berserakan. Saya berusaha untuk membantu menghitung pecahan uang logam tersebut hingga selesai. Waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan hitungan uang logam tersebut hampir 6 jam lamanya. Selanjutnya uang yang terkumpul lebih dari 15 juta rupiah. Saat itu bisa untuk membeli 3 unit sepeda motor sekaligus, bukan?
Saya melihat sendiri bahwa kondisi uang logam tersebut banyak yang berdebu karena tersimpan lama. Yang membantu kondisi uang logam mampu tersimpan dengan baik adalah kondisi peti penyimpan pecahan uang logam yang didesain sangat kuat dan anti rayap. Tetapi, kondisi udara tetap berpengaruh terhadap kondisi uang. Saya pun mencium aroma logam yang agak berbau seperti karat. Mungkin bau udara yang sangat lembab.
Dalam hati, pertanyaan saya pun muncul seketika? Mengapa tidak disimpan di bank saja pak. Kan lebih aman dan nggak perlu repot. Karena untuk mendapatkan pecahan uang logam tersebut, bukan hanya uang logam hasil kembalian belanja saja, tetapi seringkali pak Anbul harus menukar dahulu uang berbentuk lembaran kertas atau pecahan uang yang besar ke dalam pecahan uang logam yang diinginkan. Tentunya, ada waktu dan pengorbanan untuk menukar dulu. Sebuah perbuatan yang membutuhkan kedisiplinan yang luar biasa.
---------------------------------------@@@@@@@@--------------------------------------------
Sekarang ini, kita tidak perlu bersusah payah menyimpan uang kita seperti apa yang dilakukan pak Anbul di atas. Kita sebaiknya menyimpan uang kita di tempat yang dijamin keamanannya, yaitu: Bank. Mengapa? Simpanan uang yang ada di bank akan terjamin keamanannya, karena dengan berdirinya Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) sesuai dengan UU LPS berfungsi untuk: 1) Menjamin simpanan nasabah penyimpan; dan 2) Turut aktif dalam memelihara stabilitas sistem perbankan sesuai dengan kewenangannya.
Sedangkan, tugas dari LPS adalah 1) Menetapkan Kebijakan Pelaksanaan dan Melaksanakan Penjaminan Simpanan; 2) Menetapkan kebijakan dalam rangka turut aktif dalam memelihara stabilitas sistem perbankan; dan 3) Menetapkan dan melaksanakan Kebijakan Penyelesaian Bank Gagal (Bank Resolution). Apalagi, besaran jumlah simpanan yang dijamin oleh LPS maksimal sebesar 2 miliar rupiah.
Kesimpulannya, bank adalah lembaga resmi yang diijinkan Pemerintah untuk mengamankan simpanan uang kita dengan baik. Hal ini dikarenakan ada Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) yang mengamankan keuangan kita untuk menjaga Stabilitas Keuangan negeri kita. Oleh sebab itu, masihkan kita ragu untuk menyimpan uang di bank? Jangan sampai, karena simpanan uang kita akan Aman, Tenang dan Pasti!