Mohon tunggu...
Casmudi
Casmudi Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Seorang bapak dengan satu anak remaja.

Travel and Lifestyle Blogger I Kompasianer Bali I Danone Blogger Academy 3 I Finalis Bisnis Indonesia Writing Contest 2015 dan 2019 I Netizen MPR 2018

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Bahaya Pakaian Bekas Menyasar Semua Kalangan

13 Agustus 2015   11:21 Diperbarui: 13 Agustus 2015   11:21 636
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 

 

Melemahnya kurs mata uang rupiah terhadap mata uang asing, khususnya Dollar Amerika (US$) sangat berpengaruh terhadap perekonomian masyarakat. Masyarakat golongan bawah adalah salah satu segmen yang merasakan dampak dari kondisi tersebut. Semua bahan pokok pelan tapi pasti harganya semakin melambung, karena stok atau ketersediaan yang ada tidak mencukupi kebutuhan masyarakat. Dari cabe hingga daging sapi harganya selalu melambung tinggi. Oleh sebab itu, jalan instan yang dilakukan Pemerintah adalah melakukan impor.

Mahalnya semua kebutuhan hidup diantisipasi oleh masyarakat dengan berbagai cara. Dan, salah satu kebutuhan hidup yang penting untuk dipenuhi adalah masalah sandang atau pakaian. Kita mengetahui bahwa kebutuhan akan sandang adalah kebutuhan primer yang harganya semakin lama semakin mahal. Oleh sebab itu, mengkonsumsi pakaian bekas dengan harga terjangkau bagi semua kalangan adalah jalan yang harus ditempuh. Pelaku bisnis memandang sangat jeli kondisi ini. Entah melalui jalur resmi atau tidak mereka pun mendatangkan ratusan kontainer pakaian bekas yang disinyalir didatangkan dari Singapura atau Malaysia bisa kita peroleh di seluruh Indonesia.

Padahal, banyak para ahli yang berpendapat bahwa baju bekas mengandung berbagai macam penyakit. Pagi ini saya sempat melihat berita di salah satu stasiun swasta yang mengupas tentang uji laboratorium pakaian bekas. Uji tersebut tentang kandungan kuman atau bakteri yang terkandung dalam pakaian bekas. Dan, hasilnya menegaskan bahwa pakaian bekas mengandung banyak bakteri dan kuman. Selanjutnya, bakteri dan kuman yang terkandung di dalam pakaian bekas tersebut tidak bisa hilang, meskipun sudah dicuci beberapa kali. Bahkan, sumber penyakit yang ada di pakaian bekas bisa menular ke siapa saja. Sebuah hasil uji laboratorium yang menjadi referensi buat masyarakat Indonesia. Saya pun memahami bahwa masyarakat Indonesia pun mengerti tentang kandungan sumber penyakit yang ada di pakaian bekas. Tetapi, satu hal yang membuat masyarakat Indonesia tetap menikmati untuk memakai pakaian bekas adalah BAGUS DAN MURAH.

Melambungnya kebutuhan hidup karena kondisi perekonomian yang semakin sulit membuat membeli pakaian bekas adalah TETAP MENJADI PILIHAN. Mungkin dalam pikiran masyarakat, “tidak peduli hasil lab, banyak penyakit menular atau entah apalah. Toh, uang saya sendiri dan barang-barang semakin mahal, lagian kalau sakit, Pemerintah pun tidak peduli dengan dengan kondisi kita. Buktinya, Rumah Sakit pun menerima pasien yang banyak duitnya saja”. Itulah sebabnya, masyarakat tetap bandel untuk mengkonsumsi pakaian bekas.

Saya pribadi pun, sering melihat toko pakaian atau penjual lesehan yang selalu dijejali oleh para penikmat. Bahkan, konsumsi pakaian bekas telah menjangkiti semua kalangan. Bukan hanya masyarakat kelas bawah, tetapi kelas atas yang bermobil pun tidak malu-malu untuk membeli pakaian bekas. ALASAN yang paling mendasar adalah kondisinya masih BAGUS dan harganya yang MURAH. Sebagai contoh: baju kemeja kondisi bagus, kita bisa memperolehnya dengan kisaran harga Rp. 10 ribu - 15 ribu per stel. Bahkan, kalau kita bisa menawarnya dan merayu sedikit penjualnya, dengan uang Rp. 20 ribu bisa mendapatkan 2-3 stel. Sangat murah bukan?. Kita tinggal mencuci, menyetrika dan memberi pewangi maka pakaian akan tampil seperti baru seperti yang bisa diperoleh di toko-toko, supermarket atau mall. Bandingkan dengan harga kemeja sekarang ini, dengan uang Rp. 20 ribu kita belum bisa mendapatkan kemeja dengan berbahan bagus dan awet 1 stel pun. Apalagi, kalau kita datang ke supermarket atau mall, dengan uang segitu kita hanya mampu memegang, menciumi bau dan mengecek harganya yang membuat kita geleng-geleng kepala.

Ketika masih kerja di Jakarta awal tahun 2000an dan belum tahu tentang kandungan kuman atau bakteri di pakaian bekas, saya pun menikmati untuk mengkonsumsi. Tetapi, setelah menyadari bahwa betapa bahayanya sumber penyakit yang terkandung di pakaian bekas tersebut, saya pun harus menghentikan untuk membelinya kembali. Dan, diantisipasi membeli di toko terdekat yang harganya super miring tetapi barangnya BAGUS dan MURAH. Kalau ada uang lebih, memanjakan diri membeli di supermarket atau mall.

Langkah terbaik untuk menghentikan konsumsi masyarakat kita akan pakaian bekas adalah meningkatkan taraf hidup masyarakat. Dan, ini merupakan tugas pemerintah untuk memberikan kesejahteraan masyarakat. Dan, sering kita melihat berita di TV bahwa kedatangan ratusan kontainer pakaian bekas yang datang dari Negeri Singa Singapura atau Negeri Jiran Malaysia adalah produk yang datang secara illegal. Pertanyaannya, mengapa tetap saja pakaian bekas berseliweran di setiap toko, lapak atau pedagang kaki lima? Anda pasti mampu menjawabnya bukan?

Jadi, kalau kita mau memberangus baju bekas di negeri ini, adalah keberanian untuk menyetop impor pakaian bekas. Alias, berani menghancurleburkan para mafia yang berada di balik urusan impor pakaian bekas tersebut. Tugas siapa? Tentunya tugas pemerintah dan partisipasi aktif masyarakat. Butuh kejujuran, keberanian dan kepedulian pemerintah terhadap kesehatan anak bangsa. Berani? Tanyakan pada rumput yang bergoyang, kata Ebiet G. Ade.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun