Mohon tunggu...
casio freas
casio freas Mohon Tunggu... Ilmuwan - Orang biasa saja

hobi menulis dan membaca artikel

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Apakah (Masih) Ada Etika Berkendara di Jalan Raya/Tol?

2 Desember 2014   18:03 Diperbarui: 17 Juni 2015   16:14 149
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Saat ini makin banyak pengendara mobil yang kurang mematuhi
peraturan berlalu lintas, tidak terkecuali di jalan tol.
Akar / latarbelakang masalah tersebut diawali dari awal "historis" dari pengendara sendiri, yaitu
dalam kepemilikan SIM melalui jalur "cepat" (baca:ilegal).

Meskipun saat ini sudah memasuki era digital yang serba cepat, instan, dan praktis.
Proses mendapatkan SIM ini masih sangat "konvensional" (bahkan lebih dari 30 tahun tidak banyak berubah secara administratif) bukan karena tidak mengikuti perkembangan jaman, tetapi memang sudah sepatutnya sebagai calon pemilik SIM roda 4 atau 2 mutlak harus melalui proses yang "melelahkan" agar bisa memiliki etika berkendara yang benar dan pastinya harus memahami dan disiplin mematuhi rambu-rambu.

Tetapi akibat tren instan dan didukung budaya korup yang sudah sangat akut dari bangsa ini dan demi alasan "efisiensi waktu " memicu menjamurnya proses kepemilikan SIM dengan jalur "cepat".

Padahal kenyataannya di Indonesia proses kepemilikan SIM secara legal masih jauh lebih "mudah"
jika dibandingkan di negara maju seperti Eropa khususnya Inggris, sangat panjang dan melelahkan, berbulan-bulan bahkan hingga tahunan.

Penelusuran proses pembuatan SIM melalui "jalur cepat"

Contoh kasus dari penelusuran proses pembuatan sim di SATPAS jakarta barat,
semenjak "calon" hendak memasuki parkir kendaraan saja sudah di tawari oleh oknum-oknum
calo bahkan petugas parkir pun sudah menjadi bagian marketingnya.

Maka "calon" akan dijelaskan biaya pembuatan yang "tidak bisa ditawar" dengan
mengungkapkan sejumlah alasan-alasan nya. diantaranya sebagai "cost" yang
harus "di transfer" ke sejumlah aparat.

Pada dasarnya proses administrasi sama seperti jalur konvensional,
perbedaan yang terlihat jelas adalah, baik dari proses pendaftaran dari
loket ke loket selalu "di-guide" oleh oknum calo, serta blanko form dibubuhi
"kode-kode tertentu" (diperkirakan sebagai kode calo, untuk ke oknum administrasi)
dan pastinya tiap loket hanya membutuhkan waktu beberapa menit
(krn lebih diprioritaskan, dgn mem-bypass peserta konvensional)

Bahkan dalam kondisi tertentu, peserta "jalur cepat" tidak perlu
melakukan tes berkendara, langsung menuju loket pengambilan foto,
dan tidak perlu menunggu lama SIM sudah jadi.

Penulis disini menekankan tidak ada niat "mempromosikan" cara ilegal,
tetapi dari fakta praktek tersebut menciptakan pengendara-pengendara "prematur" yang seperti "bom waktu" dan setiap saat akan "meledak" akibat ketidaktahuan rambu, etika berkendara, bahkan masih banyak pengendara pemilik SIM "masih buta" akan aturan hukum dijalan raya.

Dampak Operasi Zebra / operasi rutin oleh Aparat Polisi.

Meskipun operasi ini cukup "jarang" dilakukan di lapangan, tetapi hal ini patut diapresiasi agar para pengemudi yang tidak taat "administratif hukum" maupun syarat fisik kendaraan agar "jera.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun