[caption id="attachment_337032" align="aligncenter" width="300" caption="Bersama murid di Ampoang Timur"][/caption]
Orang boleh pandai setinggi langit,tetapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian. Ini adalah salah satu quote terkenal dari Pramoedya Ananta Noer. Menulis bisa menjadi alat untuk mencurahkan isi pemikiran, membuat kenangan dan yang paling penting adalah membagi pengetahuan dengan para pembaca tulisan. Menulis juga dapat menjadi latihan untuk merangkai kata. Bnayak orang yang pandai menceritakan sesuatu dengan lisan, namun tidak dengan tulisan. Tapi sebetulnya akan lebih baik walaupun bakat menulis kita masih kurang baik. Belajar menulis dapat membuat kita belajar mengevaluasi diri kita sendiri dalam berpikir dan berbicara. Karena kita menuangkan apa yang kita tuliskan dengan berbicara dalam hati maupun dengan suara bukan?
Memebagi ilmu pengetahuan dengan berbicara memang baik bahkan “lebih hidup” karena tidak terasa monoton ketika menulis. Lalau dianatara semua jenis pekerjaan, kenapa guru perlu untuk menulis, padahal kegiatannya sehari-hari adalah mengajar para murid dengan berbicara.
Karena sebenarnya dengan menulis kita semua terkhusus pengajar dapat mengevaluasi diri setelah melihat tulisannya. Ambil contoh seperti saya, saya adalah orang yang lebih suka berbicara di depan umum. Saat saya belajar menulis artikel, hal ini bisa menghabisakan waktu saya selama beberapa jam karena sulitnya merangkai kata. Padahal apa yang ditulis adalah hasil pemikiran yang kita, dimana kita menulis sambil mengucapkan kata-kata tersebut dalam hati maupun dengan bersuara. Dengan menulis pengajar dapat mengevaluasi kekurangannya dalam menyampaikan bahan pelajaran sekolah. Sehingga ada perbaikan ke depan yang lebih baik. Bahkan minat membaca saya menjadi meningkat ketika saya mulai menulis.
Berkaitan dengan kompetisi yang diselenggarakan oleh , http://www.tanotofoundation.org/ saya teringat teman saya yang pernah mengikuti program pemerintah SM3T (Sarjana Mendidik di Daerah Terdepan, Terluar dan Tertinggal). Hendi,yang berasal dari Lampung ini menceritakan pada saya bahwa agar anak-anak menyukai pelajaran geografi dan mengerti tentang apa yang diajarkan. Maka dia mengajar seperti sedang mendongeng. Proses, kejadian yang terjadi di alam, diubah menjadi sesuatu yang menarik namun tetap sesuai dengan kejadian sebenarnya. Bahkan membuat siswa yang umumnya kurang menyukai geografi menjadi berpikir terbalik, ternyata mata pelajaran geografi itu menyenangkan. Lalu ketika mengajar dengan mendongeng dan bereksperimen dengan benda-benda 3 dimensi buatannya, kapan para siswa mencatat? Diwaktu senggang guru muda ini, memposting materi melaui blognya bahkan tidak hanya itu tetapi juga pengalaman-pengalaman selama di sekolah Ampoang Timur ini. Namun karena daerah ini berada di pelosok tidak ada listrik maka dia berinisiatif membuat resume dari buku-buku yang dibaca, Selama di Ampoang Timur dia menulis di buku tulis, lalu ketika di kota baru dia mulai mengetik tulisannya sebelumnya. Setelah menjadi buku baru dibagikan kepada para siswa.. Kepada penulis dia menceritakan bahwa, keterbatasan informasi di daerah tersebut tidak dianggap sebagai penghalang tetapi sebagai peluang dimana murid-murid yang ada percaya hampir 100% dengan apa yang dikatakan oleh gurunya. Sehingga sebenarnya ini peluang para guru untuk memotivasi dan memperkenalkan dunia luar untuk para guru yang ditempatkan di pelosok baik melalui program ataupun penempatan dari pemerintah lumayan tinggi.
[caption id="attachment_337035" align="aligncenter" width="300" caption="Salah satu media yang digunakan selain menulis buku"]
[caption id="attachment_337030" align="aligncenter" width="300" caption="SM3T"]
Selain itu, kita tentu masih miris dengan ketidakmerataan pendidikan baik dari kualitas pengajar maupun infrastruktur di negara ini. Salah satu cara yang dapat mengurangi kesenjangan ini adalah dengan guru yang mengajar di sekolah-sekolah dengan kualitas dan fasilitas yang lebih baik, berbagi ilmu melalui tulisan. Sehingga setidaknya perkembangan ilmu di sekolah yang lebih baik tersebut bisa menjadi acuan untuk para guru yang di pelosok yang masih kekurangan buku untuk mengajar.
Sejalan dengan Hendi, mungkin hal ini jugalah yang dipikrkan oleh Bapak http://www.sukantotanoto.net/ sehingga beliau membuat kompetisi menulis dengan tema pentingnya guru menulis melalui http://www.tanotofoundation.org/.
Sudah lama hendi meninggalkan Ampoang Timur, namun tentu jasanya selama mengajar disana masih berbekas sampai sekarang bahkan di masa yanga kan datang karena dia meninggalkan tulisan yang menjadi saksi bisu keberadaanya setahun di Sekolah Ampoang Timur.
Semoga kedepan para guru dapat tergerak untuk memberikan lebih waktunya kepada para murid di manapun mereka tinggal untuk mewujudkan salah satu tujuan negara yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H