Tingkah polah dari Gubernur Jakarta yang juga merupakan capres PDIP berdasarkan mandat ketum PDIP sungguh mengagetkan dan di luar dugaan semua lawan-lawan  politiknya. PDIP sebagai pemenang pileg seharusnya duduk manis bagaikan sebuah dewi yang siap disunting oleh partai politik lain yang ingin menjadi teman koalisi baik di DPR atau pun di pemerintahan nanti. Tapi  strategi menjemput bola yang dilakukan oleh , Jokowi seolah mengambil langkah cepat dalam mencari  partai partai politiknya yang akan menjadi teman koalisinya nanti, sambil mencari calon yang pantas dari partai politik tersebut untuk menjadi wakilnya ketika dia maju dalam pertarungan kursi presiden pada bulan Juli nanti.
Ada 2 Pertanyaan yang sangat mengganggu dalam hati penulis, yang pertama Megawati pernah mengatakan bahwa Jokowi belum menjadi capres definitif dari PDIP, tetapi kenapa PDIP membiarkan tingkah polah Jokowi dengan membawa serombongan elit partai menyambangi kantor kantor DPP partai politik lain, dan mengadakan negosiasi koalisi dan membicarakan strategi pemenangan capres dirinya. Disamping itu, kenapa PDIP membiarkan Jokowi berjalan sendiri dengan mempunyai tim sendiri lalu memutuskan siapa cawapres yang akan mendampingi dirinya ketika pertarungan kursi presiden nanti. Begitu percayakah Mega pada Jokowi akan memberikan yang terbaik pada PDIP  dengan  menganggap Jokowi adalah tokoh yang mampu mewujudkan dahaga akan nikmatnya  sebuah kekuasaan yang telah dinanti PDIP selama sepuluh tahun.  Lalu siapakah yang akan disalahkan bila Jokowi salah dalam meminang cawapres, sehingga menimbulkan kecemburuan partai partai dan membatalkan koalisi mereka sehingga menimbulkan kerugian pada pihak PDIP nantinya..
Pertanyaan yang kedua yang timbul dari ulah Jokowi ini, apakah Jokowi sengaja memanfaatkan mandat megawati dan melakukan gerak cepat menyambangi kantor kantor DPP partai politik lain untuk menggalang dukungan pada dirinya, dengan alasan mencari teman koalisi dan mendapatkan seorang cawapres dari partai politik lain, yang pada akhirnya ketika semua sudah dilaksanakan Megawati tak mempunyai pilihan lain, selain menguatkan Jokowi sebagai capres dan cawapres yang dipilihnya sebagai capres dan cawapres definitif dari partai PDIP.
Pertanyaan pertanyaan tersebut belum bisa terjawab dan masih dianggap sebagai guyonan politik saja, karena seperti kita ketahui KPU masih melakukan pemilihan ulang di berbagai daerah karena banyaknya surat suara yang tertukar, dan hasil real count dari KPU pun belum keluar, karena walau bagaimana pun sebuah Quick Count bukanlah hasil resmi dari lembaga yang punya wewenang dalam menyelenggarakan dan memutuskan partai pemenang pemilu yaitu KPU. Karena belum adanya perhitungan real count tersebut partai PDIP pun belum bisa menentukan capres definitif yang akan maju dalam pertarungan kursi RI 1 tahun ini. Â Akankah guyonan politik ini menjadi strategi yang baik untuk PDIP dalam memenangkan kursi RI 1 yang telah ditunggunya selama 10 tahun, hanya waktu yang dapat membuktikannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H