Mohon tunggu...
Carpe Diem
Carpe Diem Mohon Tunggu... -

Carpe diem quam minimum credula postero - Jadikan hari menjadi berguna - Seize the Day, putting as little trust as possible in the next (day)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Emosi Bukan Gelandangan Kaya Mendadak

5 November 2013   23:20 Diperbarui: 24 Juni 2015   05:32 120
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Tampaknya memang sulit menjadi orang kaya, yang kemudian terjun ke politik dan terkait kasus. Orang bilang, karena nila setitik, rusak susu sebelanga lalu sudah jatuh tertimpa tangga pula, seperti yang menimpa keluarga gubernur Banten baru-baru ini.

Pertama-tama adik Atut menjadi tersangka penyuapan, kemudian koran dan pemuat berita dari yang serius sampai yang setengah serius pun beramai-ramai memberitakan sanak keluarganya. Padahal keluarga ini tadinya demikian 'untouchable' bahkan ketika Marissa Hague berkasus dengan Atut, kegigihan Marissa tertepis begitu saja, Atut muncul sebagai pemenang dan bahkan terpilih menjadi gubernur.

Sekarang, keluarga untouchable ini pun mendadak menjadi touchable, bahkan boroknya tampak dan terbaca di mana-mana. Tidak harus menjadi anggota KPK, dengan modal mbah google saja, macam harta dan jumlah kekayaan seluruh sanak keluarga yang disebut sebagai dinasti ini pun terpapar gamblang. Harta bernilai 12 digit pun terjumlahkan. Wow .... angka fantastis yang sudah terlalu panjang untuk dihitung. Membuat adik Atut yang lain gerah dan jawaban ketusnya pun "Kami bukan gelandangan kaya mendadak" menyebar di berita-berita maya bak air bah.

Gosip eh berita kemarin malah membahas komentar seorang pakar mode dan gaya hidup atas kebiasaan belanja ibu Atut sudah masuk kategori oniomania, istilah yang terus terang baru pertama kali saya baca. Istilah saya sih pendek saja: "tukang belanja". Padahal kalau saya pikir-pikir, gejala seperti ini apa istimewanya ?? Karena gejala ini kan sangat banyak diidap orang. Pecinta tas merek terkenal berharga juta sampai milyar pun bukan hanya Atut. Namun ... mengapa saya menangkap bom kebencian pada keluarga ini ??

Membicarakan harta orang lain memang menghanyutkan, antara berita dan gosip sudah sukar untuk dibedakan. Saking banyaknya harta keluarga ini, membuat arah obrolan dalam masyarakat pun tidak lagi menjadi berita tapi berubah menjadi gosip. Alurnya pun menjadi tidak terkendali karena semakin subyektif tercemar virus yang tersirat dalam berita. Awalnya terpengaruh subyektif, lama-lama ikutan kesal dan menjadi iri. Lho ???

Rakyat memang semakin pintar dan semakin percaya diri untuk mengupas keburukan, tampaknya gaya feodal para pemain politik lambat laun harus semakin bersih di bawah naungan hukum Indonesia. Bisa jadi memang para politikus ini sudah sejak awal kaya, namun seberapa bersih sepak terjang para politikus ini saat bekerja ?? Rakyat dan pengupas berita pun turut menilai, bila tidak simpatik tampaknya suatu saat akan tersandung juga.

Sungguh sulit menggantungkan harapan masa depan pada politikus atau partai yang ada, kelihatannya menjanjikan eeee ujung-ujungnya sama saja. Tidak heran, bila tanpa dikomando rakyat akan membela dengan dan tanpa emosi para politikus yang mereka percaya. Pertarungannya pun terkadang terbaca di komunitas kompasiana ini. Wah ... semoga para pengupas berita tetap teguh berpegang pada kode etik menjaga obyektifitas berita, jangan sampai subyektifitas memecah belah rakyat Indonesia. Politik divide et impera memang sudah lama berlalu tapi jangan sampai muncul lagi karena emosi semata.

Contoh emosi dan kesewenangan kekuasaan seperti yang dilakukan Azlani, wakil ketua Ombudsman RI, sebelumnya Zakaria mantan kepala dinas Badan Koordinas Penanaman Modal Bangka Belitung, lalu eeeeee di Sidoarjo seorang anak mantan brigjen polisi yang baru berumur 21 tahun jangan sampai tumbuh subur di negeri masyarakat yang religius dan ramah tamah ini. (cp)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun