[caption id="attachment_315105" align="aligncenter" width="411" caption="Ibu Kebebasan yang meratapi kematian anaknya"]
[caption id="attachment_315106" align="aligncenter" width="383" caption="Singa Yehuda menerkam burung perdamaian "]
[caption id="attachment_315107" align="aligncenter" width="407" caption="Protes untuk kebebasan dan perdamaian"]
Ada satu pamflet berkisah tentang seorang ibu yang gigih menyiapkan roti untuk keluarganya meski otoritas Israel telah memutuskan aliran gas dan listrik. Di depan pasukan Israel yang datang untuk memadamkan api untuk membuat roti, sang ibu berseru,"Pergi kalian. Katakan pada komandan kalian, kami akan bertahan dengan segala cara... Sebab, apa yang diciptakan Allah tidak boleh dihancurkan manusia."
[caption id="attachment_315108" align="aligncenter" width="390" caption="Kisah ibu pembuat roti"]
Beragam coretan dan pamflet tersebut seolah menjadi juru bicara dari hati warga Arab Palestina. Menyaksikan kesaksian di dinding tembok beku itu, saya teringat kata-kata Yesus," Jika orang-orang ini dipaksa diam, maka batu-batulah yang akan berteriak." Tembok pemisah menjadi tembok pewarta berkat kegigihan hati warga Betlehem yang tidak pupus harapan dalam memperjuangkan kebebasannya. Mereka sadar, yang jauh lebih berbahaya dari tembok pemisah yang terbuat dari beton adalah tembok pemisah yang dibangun dari prasangka dan kebencian di dalam hati manusia; itulah "tembok pemisah" yang sesungguhnya.
Oleh karena itu, mereka sadar untuk tidak lagi mengandalkan kekuatan fisik senjata dalam perjuangannya, tetapi juga memberi tempat pada persekutuan dan doa. Maka, setiap warga Arab Palestina, Kristen maupun Islam, juga bersatu dalam doa, sebagaimana disimbolkan dengan letak basilika kelahiran Yesus dan mesjid kota yang berdampingan.
[caption id="attachment_315109" align="aligncenter" width="403" caption="Basilika Kelahiran Yesus bersebelahan dengan mesjid utama kota Betlehem"]
Para warga kota pun mengundang kami untuk berdoa agar kedamaian lahir kembali di bumi Palestina sebagaimana pernah terjadi 2000 tahun yang lalu.
[caption id="attachment_315110" align="aligncenter" width="437" caption="Undangan untuk berdoa bagi perdamaian "]
Yerusalem memang hanya berjarak lebih kurang 8 km dari Betlehem. Sebagian besar warga Arab Palestina menempuh jarak itu untuk mempertahankan hidup. Di Yerusalem pula terdapat banyak tempat suci bagi umat Yahudi, Kristen dan Islam. "Di mana orang ditindas karena alasan suku dan agamanya, di tempat itulah pusat semesta," begitu tulis Elie Wiesel, pengarang Yahudi yang sempat dikurung dalam kamp konsentrasi sewaktu masih berusia dini. Yerusalem menjadi tempat suci, bukan sekedar karena alasan rohani tetapi juga karena alasan insani: di sinilah harapan akan surga berpadu dengan pahitnya pengalaman neraka dunia dalam bentuk penindasan dan pembantaian.