Siapa sih yang tidak pernah begadang? Sebuah kegiatan yang menjadi rutinitas orang dewasa. Mahasiswa begadang demi tugas, pegawai begadang demi pekerjaan, ibu begadang demi bayinya. Bahkan, siswa SD akan dianggap sebagai orang keren jika mampu melakukannya. Sebenarnya, apa itu begadang dan bagaimana kedudukan begadang di dunia kesehatan?
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, begadang adalah berjaga tidak tidur sampai larut malam. Selanjutnya akan muncul pertanyaan mengenai seberapa larut jam tidur seseorang hingga bisa dikatakan begadang? Akan tetapi, inti persoalan dari hal ini bukan berada pada jam berapa, melainkan berapa jam seseorang beristirahat atau lebih tepatnya tidur. Centers for Disease Control and Prevention (CDC) merekomendasikan orang dewasa berusia 18‒60 tahun untuk tidur selama 7 jam setiap hari.
National Library of Medicine menunjukkan bahwa kurang tidur merusak mikrostruktur otak, mempengaruhi astrosit, neuron, dan terminal saraf. Hal tersebut berdampak buruk terutama pada kognitif, kewaspadaan, dan memori manusia. Otak manusia memiliki sel astrosit yang berfungsi sebagai babysitter sel-sel lain di otak. Astrosit memberikan dukungan struktural, perkembangan, metabolisme sel, terutama dalam hal perbaikan dan sinaps antara sel otak satu dan lainnya. Kurang tidur dapat mengaktifkan sistem saraf simpatik untuk meningkatkan tekanan pembuluh darah yang menyebabkan peradangan. Peradangan saraf ini menyebabkan induksi astrosit tipe A1 yang dapat mengeluarkan lemak beracun untuk membunuh oligodendrosit, sel yang memproduksi myelin (isolator listrik otak), serta menyebabkan kerusakan sinaptogenesis dan fagositosis neuron.
Satu jam setelah tubuh terlelap dalam deep sleep, hormon pertumbuhan dikeluarkan lima kali lebih cepat dibandingkan kegiatan yang dilakukan seharian. Hormon ini meningkatkan penyerapan asam amino dan sintesis protein dalam tubuh. Selain itu, growth hormone juga berperan dalam meningkatkan panjang dan ketebalan tulang. Dengan demikian, kurang tidur dapat menyebabkan otot menjadi lemah dan penurunan kepadatan tulang.Â
Di sisi lain, terdapat hormon kortisol sebagai antagonis dari hormon pertumbuhan. Konsentrasi hormon ini dalam tubuh manusia lebih tinggi saat terjaga dibandingkan tidur. Kortisol memiliki peranan yang cukup penting dalam meningkatkan kadar gula dalam darah. Tingginya gula akan diolah oleh tubuh menjadi energi yang dapat digunakan untuk mengatasi sel. Namun, dampak buruknya yaitu penurunan imunitas tubuh sehingga tubuh rentan terhadap serangan penyakit.
Pada akhirnya, semua orang memiliki kesibukan masing-masing sesuai takarannya. Permasalahannya terletak pada bagaimana mereka memilih untuk mengatasinya. Generasi muda bangsa Indonesia harus mampu menentukan pilihan yang tepat. Indonesia emas pada tahun 2045 merupakan sebuah ladang persaingan sengit terutama bagi penduduk usia produktif. Saat ini, masyarakat harus berhenti berkompetisi dalam menunjukkan seberapa lelah diri mereka untuk lembur hingga begadang demi menyelesaikan pekerjaan. Sebaliknya, kita harus mulai sadar bahwa tubuh perlu istirahat yang cukup demi memberikan hasil yang optimal di pagi hari.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H