Cinta enggak selamanya ada karena pandangan pertama yang berdebar-debar, lirikan mata yang menggugah nafsu, atau sentuhan ringan tak sengaja diantara jari-jari yang bergelung kelut.
Cinta bisa saja ada karena kebersamaan yang tidak biasa; sama-sama penyuka music rock ataupun komik silat. Cinta juga bisa hadir tanpa diminta karena satu pelukan hangat mahatulus ditengah kegalauan hati umat manusia dengan rintik-rintik hujan yang menjadi soundtracknya.
CINTA – sebentuk perasaan yang bersemayam tenang di dalam hati tiap mahluk Tuhan yang paling sempurna. Ia bersembunyi disitu, menunggu dengan sabar hingga ada melodi batin lainnya yang ternyata satu sinyal dengannya dan mampu mengacak-ngacak sabar si cinta sehingga timbul keinginan posesif untuk memiliki.
Namun tak selamanya manusia langsung sadar apabila si cinta sedang bertumbuh. Bagaikan bunga mawar yang ditanam, butuh waktu untuk melihat si benih bertumbuh mulai dari batangnya yang berduri hingga menggeliat menjadi sekuntum mawar merah yang siap untuk dipetik.
Kita semua butuh proses yang harus dilewati untuk sekedar menikmati indahnya sekuntum bunga mawar. Kita semua butuh WAKTU UNTUK CINTA..
Remember when, a novel by Winna Efendi, sebuah novel yang manis untuk dikecap sambil duduk bergelung di sofa tua sambil sesekali menghirup aroma dan mencecap rasa manis teh panas. Setelah hampir an-sos (anti sosial) selama sekitar 3 jam (mulai dari pukul 10 mlm hingga 1 dini hari), gue akhirnya selesai melahap novel sebuah novel milik Winna Efendi ini.
Niatnya pengen baca besok aja, sepulang kerja. Tapi setelah baca prolognya dan sedikit ogah-ogahan ngintip bab-bab awal, gue tersihir dengan sadar dan langsung dengan gak sabaran melahap satu buku ini.
Ceritanya sederhana. Tentang persahabatan 2 cowok, 2 cewek di SMA. Mereka saling pacaran. Satu cewek dengan satu cowok, satu cewek lainnya dengan satu cowok lainnya. Klise, cowok yang satu tiba-tiba jatuh cinta dengan cewek yang satunya lagi dan akhirnya persahabatan mereka secara berangsur-angsur bubar.
Sekali lagi saya bilang, ceritanya klise, jalan cerita seperti ini sering sekali ngeloyor diberbagai novel-novel remaja Indonesia maupun luar. Tapi yang ini—dengan segala kesederhanaannya—berhasil membuat saya larut dalam ceritanya.
Winna Efendi dengan gaya bahasanya yang ringan namun menggugah emosi berhasil membuat novel dengan 248 halaman ini menjadi suatu bacaan yang-tak-ingin-dilepas-jika-belum-selesai -dibaca. Dengan teknik penulisan POV, pembaca diajak untuk menelusuri pikiran-pikiran masing-masing tokoh. Kita akan diajak untuk merasakan bahagia, sedih, bahagia lagi, jatuh cinta, putus asa, kehilangan, terlengkapi.
Jujur, gue menulis review ini bukan untuk meningkatkan penjualan novel yang konon sempat mengalami penggantian cover ini (lah iya, emangnya gue siapa??) Gue tulis review ini karena gue emang merasa tersentuh dengan jalan cerita dan cara penulisan yang disuguhkan oleh Winna Efendi.
Kalau boleh sedikit gue kutip dari prolog:
Setiap orang memiliki momen-momen remember when yang tidak terlupakan; kenangan yang akhirnya tersimpan rapi dalam kotak memori, saat-saat bermakna yang sesekaliakan kita putar kembali untuk dikenang.
So.. do you have a moment to remember? Bisa jadi kisah kita adalah si sanguinis yang dengan pede nembak gebetan semasa SMA di lapangan basket sambil ditonton sejuta pasang mata, atau kisah si melankolis yang enggak berani deket-deket sama gebetan kecuali dalam jarak 10 meter?
Remember when – ketika kamu dan aku jatuh cinta?
-Manis, renyah, menggugah, empat jempol -
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H