Para pembaca yang saya cintai, Tulisan ini adalah penggalaman pribadi saya sendiri selama hidupku sampai sekarang. Â Kisah kehidupan Carlito Gabriel (Lito) yang berasal dari keluarga petani sederhana di Daerah Pedesaan Suku Gildapil, Wilayah Administratif Lolotoe, Kabupaten Bobonaro tidak menghalangi dia untuk sungguh-sungguh menjalani mimpi menjadi suatu kenyataan melalui proses yang panjang dan menemukan berbagai tantangan. Carlito Gabriel lahir pada 16 Juni 1984 di Gildapil, Wilayah Administratif Lolotoe, Kabupaten Bobonaro dari ibu Juliana Dau dan bapak Camilo Mau (Almarhum), bersama dengan 3 saudara laki-laki dan 1 saudara perempuan, serta tinggal bersama dengan keluarga. Sebagai anak laki-laki tertua dari keluarganya, dia bertekad untuk menjadi teladan bagi adik-adiknya di keluarganya melalui usaha kerasnya.
Lito mulai bersekolah di SDN 08 Gildapil pada tahun 1992 tetapi setelah naik kelas 3, dia pindah ke SDK 06 Sibuni mengikuti pamannya yang juga menjadi guru di Sibuni pada tahun 1994 dan menyelesaikan pendidikan dasarnya di sana. Setelah menyelesaikan pendidikan dasarnya, Lito melanjutkan studinya di SMPK Santu Agustinus Bobonaro tetapi tidak dapat menyelesaikannya karena referendum yang membuat Timor-Leste mendapatkan kemerdekaan di tahun 1999. Lito kembali melanjutkan studinya setelah Pemerintah United Nations Transitional Administration in East-Timor (UNTAET) membuka kembali semua sekolah di Timor-Leste pada bulan Oktober 2000. Ia melanjutkan studinya di Ensino Pre-Secundria No. 1 Maliana (setingkat SMP) dan menyelesaikan studinya pada tahun 2002. Setelah menyelesaikan studinya di Ensino Pre-Secundaria, ia melanjutkan ke Escola Secundria (Setingkat SMA) Dom Martinho da Costa Lopes Maliana dan tamat pada tahun 2005. Pada tahun yang sama, ia melanjutkan studinya di Fakuldade Edukasaun Departamentu English di Universidade Nasional Timor-Lorosae (UNTL) namun tidak dapat menyelesaikannya karena krisis politik pada tahun 2006 dan masalah keuangan sehingga memutuskan untuk berhenti di Semester IV dan mencari pekerjaan.
Ketika Kuliah di UNTL, Lito tinggal dengan sepupu dan kakak laki-laki seperti Elias, Mindo, Mando, Rosa di Kampung Baru Comoro, Dili. Masalah yang dihadapi seperti tidak ada makanan, uang untuk membayar Bemo ke kampus sehingga sering berjalan dari Kampung Bar uke Kampus UNTL. Kesulitan ini membuat Litu selalu mencoba untuk melamar pekerjaan di berbagai institusi di Dili, tetapi selalu gagal. Meskipun tidak selalu sukses dalam mencari pekerjaan, semangat Litu untuk berusaha lebih keras tidak pernah padam. Selain mencari pekerjaan, dia juga tidak pernah lupa untuk selalu berdoa dan membaca Alkitab sebelum tidur dan setiap pagi sebelum berangkat ke Kampus. Dia selalu pergi ke Gua Bunda Maria Comoro untuk meminta bantuan dari Tuhan melalui doa novena Tiga Salam Maria. Litu yakin bahwa melalui doa dan membaca Alkitab, Tuhan selalu memberikan apa yang kita minta, seperti yang tertulis di dalam Injil Matius 7:7-11, "Mintalah maka akan diberikan kepadamu, carilah maka kamu akan menemukan, ketoklah maka pintu akan dibukakan bagimu. Karena setiap orang yang meminta, menerima, dan setiap orang yang mencari, mendapat, dan untuk setiap orang yang mengetuk, pintu akan dibuka baginya."
Pada bulan Juni 2008 ketika dia ada di kampus, dia mendengar informasi dari koleganya bahwa ada lowongan pekerjaan sebagai Language Assistant (Penerjemah) di United Nations Mission in East-Timor (UNMIT) Caicoli, Dili. Setelah mendapat informasi ini, dia segera pergi ke Rental SANDI untuk menyiapkan Currikulum Vitae dan surat lamaran, kemudian mengirimkannya ke Markas Besar UNMIT, Dili. Beberapa bulan kemudian ketika dia sedang berada Kampus, tiba-tiba menerima telepon dari kakaknya yang bekerja di Kementerian Keuangan menginformasikan bahwa "hari ini UNMIT menelpon saya untuk memberi tahu Lito agar ke Markar Besar UNMIT" karena saat itu Lito belum memiliki telepon dan dia telah mencantumkan nomor telepon kakaknya di lamarannya. Setelah kakaknya memberikan informasi ini, Lito segera pergi ke UNMIT. Ketika dia bertemu dengan Unit Sumber Daya Manusia UNMIT, mereka memberitahunya bahwa "Selamat karena telah lulus Ujian Tulis dan Wawancara untuk Posisi Language Assistant" dan mereka juga mengatakan bahwa "pada minggu depan pada tanggal 1 Agustus 2008, Anda akan pergi ke Oe-Cusse untuk memulai tugas anda sebagai Language Assistant". Lito merasa sangat senang mendapat informasi ini, karena dia pertama kalinya mendapat pekerjaan dan dia juga senang ketika mendengar bahwa dia akan menggunakan Helikopter UN untuk pergi ke Oe-Cusse karena baru pertama kalinya ia akan terbang dengan helikopter dalam hidupnya.
Pada tengah hari tanggal 1 Agustus 2008, Lito turun di Oecusse, kemudian pergi ke Markas UNMIT Oecuse untuk diperkenalkan sebagai staf baru bersama koleganya. Ketika makan siang, kolega UNMIT-nya berkata, "Kaka, mari makan siang di restoran di pinggir jalan itu". Lito mengira itu "waktu yang bagus" tetapi ia bingung dan kesulitan karena ia tidak memiliki uang untuk membayar makan siang akhirnya tidak jadi makan siang. Â Sampai menjelang waktu makan malam, Tiba-tiba, seorang polisi United Nations Police (UNPOL) dari Nigeria datang untuk bertanya apakah anda sudah makan atau belum. Lito bilang belum. Polisi UNPOL itu membawa Lito dan koleganya untuk makan dan membayar semua biayanya, kemudian membelikan makanan untuk dua hari ke depan. Di malam itu, Lito dan koleganya tinggal di Hotel Lifau, seperti biasa para karyawan diberikan kamar gratis selama satu minggu. Keesokan harinya, pada pukul 08.00 pagi, ia datang ke Markas UNPOL untuk memulai kerja. Setelah mendapat arahan dari Komandan UNPOL Distrik Oecusse, ia segera pergi ke Pos Polisi SAKATO bersama polisi UNPOL yang ditugaskan ke daerah itu, tempat ia bekerja. Namun, ia belum tahu di mana ia akan tinggal atau makan karena ia tidak memiliki uang sama sekali di saku. Ketika ia tiba di SAKATO, ia bertemu dengan Komandan Pos Unidade Polsia Fronteira (UPF) SAKATO yang perbatasan lansung dengan Pos TNI Wini Indonesia. Komandan UPF Sakato menawarkan tempat tinggal di pos polisi tersebut dan ia tinggal selama tiga bulan karena koleganya tinggal kota Oecuse.
Ketika bekerja di Oecusse sebagai penerjemah, Lito mengalami kesulitan dalam bahasa karena mayoritas komunitas di daerah pedesaan tidak bisa berbicara dalam bahasa Tetun. Oleh karena itu, beberapa anggota Polisia Nasional Timor-Lorosa'e (PNTL) menerjemahkan untuknya ketika mereka melakukan Patroli. Oleh karena alasan ini, Lito bekerja di Oecusse hanya selama beberapa bulan sebelum dipindahkan ke Bobonaro oleh pihak UNMIT. Dia bekerja sebagai Language Assistant di UNPOL dan sebagai relawan di UMA ENCORAGAMENTU (tempat tinggal) dan membantu membangun Asrama anak-anak dari Desa yang ingin melanjutkan sekoah di kota Maliana pada tahun 2009. Tugasnya mencakup mendampingi pengunjung dari Australia ke tempat-tempat menarik di Kabupaten Bobonaro dan menerjemahkan untuk mereka. Selain itu, Lito juga meneruskan studinya di Institut Superior Cristal (ISC) ketika membuka cabang di Maliana dan lulus dengan gelar lisensiatura (strata 1 /S1) di Jurusan Bahasa Inggris pada tahun 2013.
Dua minggu setelah kontrak kerja di UNMIT berakhir pada Desember 2012, Lito mendapat informasi bahwa Perusahaan Vietnam Telcom (VIETTEL) sekarang dikenal sebagai TELEMOR membuka lowongan untuk anak-anak Timor-Leste. Lito mendengarkan informasi tersebut dan bersama dengan lima temannya segera mengajukan lamaran dari Maliana ke Dili. Setelah dua minggu, VIETTEL menghubungi mereka dan melakukan wawancara telepon mengenai posisi Shift Manager di Customer Service. Lito bekerja di TELEMOR selama setahun dan pada akhirnya memutuskan untuk mengundurkan diri karena ia sibuk dengan Skripsinya di Instituto Superior Cristal (ISC). Setelah lulus dari ISC, Lito mencari pekerjaan dan bekerja sebagai District Coordinator di Bobonaro untuk Programa Hametin Kooperasaun Hamutuk (HAKOHAK), The Asia Foundation setelah itu selama setahun sebelum bekerja sebagai Program Assistant untuk Programa Nabilan di The Asia Foundation hingga kontrak kerjanya berakhir pada tahun 2016. Lito merasa sedih ketika kontrak kerjanya di The Asia Foundation berakhir karena dia sudah mau mulai menganggur lagi. Meskipun perasaannya sedih, ia terus mencari pekerjaan dan mengajukan lamaran sebagai Seasonal Worker di Australia setelah mengikuti tes tertulis pada tahun 2013. Ia mencari informasi di SEFOPE Becora dan bertemu dengan Kepala Departemen Layanan Eksternal yang berkata, "Saudara sudah mengikuti tes tertulis tetapi belum menerima panggilan. Jika saudara ingin, dalam seminggu lagi bisa langsung wawancara dengan perusahaan di Australia." Setelah seminggu, Lito bersama teman-temannya yang lain melamar sebagai Seasonal Worker di Horticulture selama tiga hingga empat bulan. Meskipun pekerjaannya berat, Lito terus bekerja dengan tekun karena ia sadar bahwa ia berasal dari keluarga petani sederhana di wilayah terpencil.
Dari Pekerja Musiman Australia Lito kembali ke rumahnya karena setelah seminggu istri tercinta, Asan, melahirkan anak perempuan pertama mereka pada tanggal 9 Oktober 2016, ia membantu mengurus rumah dan menjaga bayi mereka. Setelah hampir satu bulan, ia mencari pekerjaan kembali dan berhasil diterima sebagai Sales Administrator di Perusahaan HEINEKEN yang terletak di tiga Kabupaten, yaitu Ermera, Bobonaro, dan Liquisa. Lito bekerja di HEINEKEN selama satu tahun dan pada bulan Desember 2017, ia memutuskan untuk berhenti karena ingin mencari pengalaman baru di bidang profesionalnya. Pada Januari 2018, ia mulai bekerja sebagai Project Officer di Organisasi Internasional Credit Union Foundation Australia (CUFA), di mana ia bertanggung jawab mengontrol tiga wilayah program CUFA, yaitu Postu Administrativu Letefoho, Remexio, dan Maubisse, juga membantu mendirikan koperasi dan memberikan pinjaman kepada masyarakat di daerah tersebut. Setelah bekerja selama setahun, Lito memutuskan untuk berhenti dari CUFA karena dia berharap dapat membantu para pemuda Timor-Leste melalui berbagai kegiatan dan inisiatif, maka dia harus kembali ke rumah dan menyiapkan rencana yang akan dilaksanakan di masa depan.
Pada tanggal 17 Juni 2017, Lito mendirikan Non-Government Organization (NGO)/LSM sendiri  dengan kegiatan kursus bahasa Inggris di Metinaro dengan nama Juventude Inovativu Timor-Leste (JITL) di rumahnya bersama dengan para pemuda di Metinaro. Lito memimpikan organisasinya bisa sukses, namun perjalanan ini belum sesuai dengan yang diharapkan karena terdapat kesulitan dan hambatan dalam proses pembentukan organisasi JITL. Salah satu tantangannya adalah kurangnya dana dan sumber daya bagi organisasi dan akhirnya semua anggota mengundurkan diri. Namun, Lito berhasil menyiapkan dokumen untuk bergabung di Forum ONG Timor-Leste (FONGTIL) sebagai NGO. Pada September 2018, Lito memutuskan untuk menghubungi koleganya, Filipe De Jesus, yang kini menjabat sebagai Executive Director Juventude Inovativu. Filipe bersedia ikut terlibat dalam organisasi dan mereka mempersiapkan dokumen yang dibutuhkan oleh FONGTIL untuk menjadi NGO. Pada tanggal 12 Oktober 2018, JITL berhasil terdaftar sebagai NGO lokal di Timor-Leste dan setelah satu tahun, 10 anggota pendiri berhasil terdaftar sebagai Asosiasi Juventude Inovativu di Kantor Notaris Kementerian Kehakiman sebagai Asosiasi legal yang dipimpin oleh Presiden Pendiri yaitu Lito sendiri.
Dengan komitmen yang dimiliki oleh Carlito Gabriel dan rekannya sebagai pendiri Organisasi Juventude Inovativu (JI) seperti Filipe de Jesus, Jacinto Sufa, Natalina, Vitorina dan lainnya, mereka bekerja secara sukarela tanpa mendapatkan gaji selama 3 tahun sejak 2018-2021 hanya menggunakan uang pribadi yang diperoleh dari sumbangan keluarga seperti istri dan kakak laki-lakinya walaupun ada beberapa masalah dengan istri dan mengeluarkan seluruh uangnya untuk Organisasi mereka. Mereka bertekad untuk melaksanakan kegiatan dengan hanya US $ 10 di saku agar mereka dapat menggunakan uang bersama dan mengajarkan kepada mereka untuk tidak merasa putus asa, tetapi karena mereka benar-benar ingin melakukan sesuatu, mereka harus menciptakan organisasi mereka sendiri untuk mendukung pemuda di Timor-Leste. Dengan kerja keras Lito dan rekan-rekannya, mereka mengajukan proposal ke agensi internasional dan kementerian untuk mendapatkan tanggapan. Setelah bekerja sebagai sukarelawan selama 2 tahun, mereka akhirnya mendapatkan dana dari lembaga GIZ untuk mendukung program pertanian dan mendukung petani di Desa Darasula, Suku Gariuai, Baucau pada tahun 2021 dan mendapatkan dana lagi dari Services Support for Civil Society and Social Audit (SASCAS) untuk program mereka di tempat lain. Organisasi Juventude Inovativu (JI) juga melaksanakan kegiatan kecil lainnya bersama dengan pemuda lokal dan membuka kursus bahasa Inggris dan Korea di Maliana, Liquisa, dan Aileu.
Pada tahun 2021  Lito mendapat kesempatan  beasiswa Master dari Korean International Corporation Agency (KOICA) untuk melanjutkan studi Magister/S2 di Korea Selatan di Ajou University di bidang Civil Society Leadership Pada saat yang sama, Lito menghadapi kesulitan besar dan kesedihan yang mendalam ketika ia mengetahui hasil ujian untuk beasiswa tersebut karena ayahnya telah kembali ke rumah Bapa Surgawi/meninggal dunia. Dalam keadaan seperti itu, Lito mengalami kebingungan/dilema besar dalam mengambil keputusan tetapi menerima kenyataan hidup ini pada akhirnya memutuskan untuk melanjutkan studinya. Lito lulus study Masternya/S2  pada tanggal 05 Januari 2023 dan kembali ke Timor-Leste pada tanggal 13 Januari 2023 dan sekarang menjadi Dosen tetap di Instituto Superior Cristal (ISC) almamaternya. Selain mengajar, Lito juga menjadi Presiden Dewan/Pimpinan Asosiasi Juventude Inovativu (JI) dan Grup Juventude Haburas Futuru (JHF) Gildapil. Tahun 2024 Lito mendapat suatu kesempatan lagi untuk mengikuti Community Solution Program (CSP) Professional Fellowship di Washington Amerika Serikat dan akan berangkat pada bulan Agustus mendatang. Â