Ketika mengikuti pengajian walimatus safar entah itu kerabat atau teman, dalam hati diam-diam di antara do'a memohon keselamatan bagi yang akan pergi untuk menunaikan rukun Islam ke-5. Tersempil do'a memohon agar minta 'dipanggil' menjadi tamu-Nya. Terkadang kalau tak malu dan sudah merasa akrab dengan yang punya hajat. Saya melipir, menyelinap untuk berbisik. "Nanti mohon dipanggil di sana yaaa... biar bisa disegerakan." Sambil malu-malu kucing tea... Disegerakan Saatnya Berhaji bagi saya. Agar segera diberi kesempatan, baik waktu terutama dana berhaji segera dicukupkan.
Proses menunaikan rukun Islam ke-5 ini memang kompleks dan penuh perjuangan. Ada semacam refleksi dari tekad kita dalam mewujudkan perjuangan itu. Jadi teringat cerita ayah saya mengenai kakek dan nenek buyut yang melaksanakan ibadah haji hanya berselang beberapa tahun setelah Negara ini merdeka. Bahkan pemilihan umum pertama belum digelar. Membayangkan kedua buyut saya pergi berhaji ketika kementrian Agama belum mempunyai sistem seperti sekarang. Membuat saya kagum sekaligus haru. Bagaimana tidak, ketika belum ada asrama haji untuk menampung jemaah. Apalagi amirul Hajj yang akan membimbing para jemaat di sana. Mereka sudah mampu pergi berhaji.
Kakek buyut kami bukan seseorang yang nekad. Tentu ada perhitungan sebelum melakukan perjalanan itu. Waktu tempuh perjalanan diperlukan selama enam bulan. Menggunakan kapal laut. Kapal yang digunakan pun bukan kapal khusus untuk mengantar jemaah seperti sekarang. Tetapi biasanya kapal dagang. Persiapan perbekalan logistik harus dilakukan dengan cermat. Perbekalan makanan seperti beras, lauk-pauk yang diawetkan dibawa menggunakan 'rancatan'Â untuk keperluan selama di sana. Rancatan adalah bilah bambu yang digunakan untuk menanggung. Diletakan di bahu. Bambu yang digunakan sangat elastis dan mampu menahan beban sampai puluhan kilo.
Persiapan stamina pun tidak kalah penting dari perbekalan amunisi yang akan menjadi energi. Keduanya saling berkaitan. Bagi seseorang yang belum terbiasa naik kapal laut, apalagi buyut kami yang dibesarkan di kawasan pegunungan tentu akan terasa menyiksa. Menguras tenaga. Setelah itu, dilanjutkan melaksanakan ritual haji. Waktu itu Kabah masih dikelilingi rumah-rumah, belum tertata seperti sekarang. Makkah - Madinah ditempuh dengan berjalan kaki beserta beban yang dibawa. Belum ada tempat penginapan yang memadai. Semua serba terbatas.
Tetapi jika dibandingkan lagi dengan para jemaah haji pada masa kolonial, lebih mengharukan lagi. Dari beberapa kisah yang saya dengar dan saya baca, persiapan haji pada masa-masa itu lebih menakjubkan. Kapal yang digunakan adalah kapal uap. Jika ada jemaah yang wafat selama perjalanan, maka sesuai kebijakan saat itu, jenazah akan diberi semacam logam dan ditenggelamkan.
Mencermati perjalanan kakek buyut pergi haji dan kisah-kisah proses perjalanan naik haji. Membuat saya berpikir bahwa perjalanan haji adalah sebuah perjuangan yang dimulai bukan ketika pesawat take off membawa kita ke Mekkah. Â Atau ketika kita mendapat nomor porsi haji dari Kementrian agama. Melainkan ketika memutuskan untuk ber-haji itu sendiri. Sebagai awal mula titik nol. Menyiapkan fisik dan tentu biaya. Do'a tanpa usaha apalah artinya (pun sebaliknya).
Seperti kakek buyut saya yang merencanakan dengan matang ibadah haji sesuai keadaan saat itu. Tentu tidak ada salahnya untuk merencanakan haji sedini mungkin. Â Salah satu ikhitiar untuk mewujudkan niat berhaji adalah dengan merencanakan tabungan guna memenuhi kebutuhan menunaikan ibadah haji. Mengingat antrian haji semakin lama. Di kota Bandung, masa tunggu sekitar sepuluh tahun. Peminat haji terus bertambah meskipun ada penambahan kuota dari pihak kerajaan dan rencananya pemerintah pada tahun 2019 akan mengajukan penambahan kuota menjadi 250 ribu jemaah.
Bank Danamon memfasilitasi kebutuhan demi terwujudnya impian menyempurnakan rukun Islam. Caranya dengan membuka Rekening Tabungan Jemaah Haji (RTJH). Tabungan ini memberi kemudahan dalam melakukan pendaftaran Haji. Dengan membayar setoran awal minimum sebesar Rp25 Juta, nasabah sudah mempunyai Nomor Porsi. Kepastian mendapatkan nomor Porsi haji karena terkoneksi secara host to host dengan sistem komputerisasi  haji Terpadu (SISKOHAT) Kementrian Agama RI.
Semoga dengan segala kemudahan ini naik haji bukan sekadar mimpi.