Mohon tunggu...
Healthy

Penyakit yang Menyebabkan Ibu Membunuh Anaknya Sendiri?

25 November 2017   00:16 Diperbarui: 25 November 2017   00:19 1052
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Tentunya semua orang tua mendambakan anak yang lahir dengan sehat dan memiliki keluarga yang bahagia. Tidak ada yang ingin buah hati mereka terkena penyakit, apalagi penyakit genetic. Tapi, sebagian besar penyakit genetic adalah penyakit yang tidak bisa disembuhkan walaupun dengan menggunakan teknologi modern yang digunakan dalam masa sekarang. Walaupun begitu, pencegahan dan upaya dalam meminimalisir tetap dapat dilakukan. Lalu, bagaimana cara mencegah eritroblastosis fetalis tersebut agar tidak terjadi?

Dalam memilih pasangan, harus diwaspadai apakah rhesus wanita dan pria tersebut sama atau berbeda. Jika wanita memiliki rhesus positif, tidak perlu mengkhawatirkan eritroblastosis fetalis. Tapi jika wanita memiliki rhesus negatif, maka perlu dilakukan pengecekan rhesus pria. Jika pria memiliki rhesus positif, maka ada kemungkinan sang calon bayi terkena eritroblastosis fetalis. Juga, harus sering dilakukan pengecekan antibody terhadap antigen RhD pada darah ibu secara berkala.

Bila memungkinkan, dapat pula dilakukan amniosintesis, yaitu pengambilan darah janin dari tali pusar (umbilical cord), sehingga golongan darah dan rhesus janin dapat diketahui. Apabila terdapat tanda bahaya, maka hendaknya bayi dilahirkan dengan lebih cepat, yaitu saat usia kandungan sekitar 32-34 minggu. Tapi, kelahiran dini atau yang biasa disebut dengan premature juga dapat berdampak negatif pada bayi karena tubuh bayi belum sepenuhnya berkembang. Sehingga, saat bayi sudah mulai tumbuh besar, sang anak akan lebih rentan terkena penyakit, mudah lelah, dan lain-lain.

Selain itu, juga dapat dilakukan pemeriksaan menggunakan ultrasonic yang berfungsi untuk melihat apakah bayi mengalami hidrops, yaitu masuknya cairan tubuh ke dalam organ-organ pada janin, seperti paru-paru, jantung, dan lain-lain. Hal ini dapat terjadi saat organ janin mulai terbentuk. Maka, saat organ janin telah terbentuk dengan sempurna, proses mengandung harus segera diselesaikan dengan proses kelahiran agar janin tidak lagi diserang oleh antibody ibu.

Ciri-ciri lain selain Hidrops pada bayi yang terkena eritroblastosis fetalis adalah pembengkakan pada hati atau limpa. Saat terkena eritroblastosis fetalis, bayi akan mengalami anemia karena eritrosit bayi mengalami hemolisis (pecah) karena diserang oleh antibody ibu. Organ bayi akan berusaha untuk menutupi kekurangan eritrosit yang terus pecah. Hal tersebut dapat menyebabkan pembengkakan pada organ penghasil eritrosit tersebut. Salah satu organ tersebut adalah hati. Pembengkakan pada hati dapat menyebabkan penyakit kuning pada bayi.

Selain mengamati gejala dan ciri-cirinya, tentu saja ada upaya untuk meminimalisir dan menangani bayi yang telah terkena eritroblastosis fetalis. Berdasarkan riset yang saya lakukan, ada tiga cara untuk menangani kasus ini. Cara-cara tersebut saya bagi menjadi dua, yaitu penanganan saat bayi masih dalam kandungan dan saat bayi sudah dilahirkan.

Salah satu penanganan saat bayi masih di dalam kandungan adalah pemberian obat suntik. Obat yang dapat digunakan adalah RhoGAM yang disuntikkan ke tubuh ibu sebanyak dua kali, yaitu pada saat usia kehamilan ke 27-28 minggu, dan 48-72 jam setelah melahirkan. Obat ini berguna untuk mencegah terjadinya reaksi pembentukan antibody terhadap antigen pada rhesus positif sang bayi. Obat ini cukup efektif dalam mengatasi kasus eritroblastosis fetalis di dunia.

Selain itu, transfusi darah juga dapat dilakukan untuk menggantikan darah bayi yang rusak. Transfusi darah disalurkan melalui rahim ibu ke tubuh sang bayi, dan diharapkan darah ini dapat menjaga kesehatan janin sampai saat kelahiran nanti. Berdasarkan tempat darah ditransfusikan, transfusi darah dibagi menjadi dua, yaitu intravascular transfusion (IVT) dan intraperitoneal transfusion (IPT).

Pada intravascular transfusion (IVT), darah ditransfuikan lewat pembuluh darah yang terdapat pada tali pusar menggunakan jarum. Sedangkan pada intraperitoneal transfusion (IPT), darah ditransfusikan melalui perut janin. Prosedur transfusi darah diawali dengan pemberian obat bius terhadap ibu yang mengandung dan gambar ultrasonic untuk melihat posisi janin dan plasenta.

Kemudian, bagian perut ibu dibersihkan menggunakan cairan antiseptik dan diberi obat bius lokal agar sang ibu tidak merasakan sakit dimana jarum transfusi darah akan disuntikkan. Obat-obatan lain yang digunakan adalah obat yang diberikan pada janin untuk menghentikan gerak janin secara sementara. Setelah itu, gambar ultrasonic akan digunakan untuk memastikan jarum menuju lokasi yang benar, yaitu pada perut janin atau pada tali pusar. Darah yang digunakan untuk transfusi umumnya adalah darah dengan rhesus negatif dan tipe O. Setelah transfusi selesai, sang ibu akan diberi antibiotik untuk mencegah terjadinya infeksi.

Transfusi darah ini menyebabkan kematian akibat eritroblastosis fetalis dapat berkurang. Sebelum ada penanganan, tingkat kematian korban eritroblastosis fetalis adalah 50 persen. Setelah ditemukan metode transfusi darah pada 1945, tingkat kematiannya menurun sampai ke angka 25 persen. Ditambah lagi dengan penemuan intravascular transfusion (IVT) dan instraperitoneal transfusion (IPT), tingkat kematian berkurang menjadi 16 persen. Luar biasa, bukan?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun