Â
Tibalah hari yang tak pernah di tunggu oleh Hayati, hari pengikatan janji suci di antara dirinya dan Ahmad. Ia tak pernah menyangka akan hidup berdamping dengan sosok pria yang tak pernah diharapkannya. Meski memiliki wajah yang tampan, baik hati, lemah lembut, dan juga kaya raya, namun hati Hayati tak sanggup untuk di paksa. Rasa yang terus memaksakan dirinya agar dapat hidup bersama Bung Anwar menahan hatinya untuk mencintai Ahmad yang sekarang berstatus sebagai suaminya.
'' Selamat menempuh kehidupan yang baru Hayati. Doakan aku agar cepat bertemu dengan jodoh dari Tuhanku.'' Goda Fatim sahabat karib Hayati.
'' Hayati, kini kau sudah menjadi seorang istri, nanti buatlah anak yang banyak macam aku ini.'' sapa Udin dengan dua anak kecil yang berada dalam gendongannya, dan istrinya yang tengah megandung dua anak kembar.
Di saat semua orang berbahagia menikmati pesta pernikahan Hayati, tak terkecuali orang tuanya, ia merasa ada yang aneh. Adik yang selama ini selalu menghiburnya di kala ia sedih, teman ia bersenda gurau, rupa-rupanya batang hidungnya tak tampak pada hari itu.
''Kemana Neneng? Aneh sekali, seharusnya dia ada di sini , berfoto bersama, atau bahkan ia berdiri bersalam-salaman dengan tamu yang hadir. Tidak biasanya?'' batin Hayati dalam hatinya yang amat penasaran.
Para tamu hadirin yang berdatangan silih berganti. Lebih dari dua ribu orang yang di undang dalam gedung putih tersebut untuk memeriahkan pesta pernikahan Hayati dan Ahmad. Bagaimana tidak, selain Ahmad yang menjadi idola di kalangan teman, rekan kerjanya, terlebih lagi kaum hawa, Ayah Ahmad adalah seorang Wakil Bupati yang terkenal masyhur di bumi nusantara ini.''
''Apakah engkau lelah duhai Hayati?'' tanya Ahmad lembut kepada Hayati seraya mengusap rambut panjang hayati yang berwarna hitam nan lembut.
Hayati terdiam dingin mendengar suara Ahmad. Ia tak berani menjawab pertanyaan yang di ajukan oleh Ahmad untuknya. Seusai akad nikah di langsungkan dan sederet acara pernikahkan tadi, yang di pikiran Hayati hanyalah rasa malu berdampingan dengan Ahmad, dan Bung Anwar, seorang lelaki idaman hidupnya itu. Ia merasa kesal dengan Sang Khalik atas takdir yang menimpa hidupnya saat ini. Andai saja lelaki yang ada di sampingnya saat ini adalah Bung Anwar, pasti ia bisa merasa hidupnya sangat sempurna. Pikirnya saat itu.
''Duhai Hayati, jadilah pendamping hidupku bukan hanya di dunia ini, tapi hinnga kelak nanti di surga-Nya. Jadikanlah aku saksi hidupmu, seperti halnya aku yang akan menjadikan mu saksi hidupku atas semua perbuatan baikmu. Ya Allah jadikanlah aku dan dirinya selalu dalam kebaikan. Aamiin.''
Pesan dan doa yang di lafalkan oleh lisan Ahmad selepas sholat Isya' kepada Hayati membuatnya tertegun. Tak pernah terpikirkan olehnya  sebegitu sempurnanya akhlak seorang Ahmad. Hayati di perlakukan dengan sangat mulia dan sopan. Tapi sayangnya pintu hati Hayati belum bisa ia bukakan untuknya.