Salah satu K-Pop Girl Group asal Korea Selatan yaitu TWICE yang debut pada tahun 2015 silam memiliki salah satu lagu yang berjudul "What is Love?". Lagu ini memiliki judul yang sama dengan album mininya yakni "What is Love?" yang oleh JYP Entertainment dirilis tepatnya pada tanggal 9 April 2018. Judul lagu ini sekilas terlihat biasa saja. Namun jika diulas, pertanyaan dari judul lagu TWICE ini yakni "What is Love?" atau "Apa itu Cinta?" adalah suatu pertanyaan filsafat yang memiliki makna yang sangat mendalam dan sulit untuk dipahami. Sebab ketika kita membicarakan tentang cinta, sama saja kita membicarakan tentang samudera yang begitu luas. Tidak mungkin kita bisa memasukkan pemahaman akan cinta yang begitu luas ke dalam pikiran kita yang amat kecil, terlebih karena cinta itu abstrak yang hanya dapat dimengerti dengan intuisi dan akal budi.
Pengalaman cinta yang sering terjadi adalah ketika seseorang yang sedang jatuh cinta sangat mendambakan orang yang dicintainya. Ia rela melakukan apa saja demi cintanya, bahkan ketika ia harus merasakan pahitnya cinta itu. Ia melakukan semuanya itu seakan-akan bukan untuk dirinya sendiri, melainkan untuk orang yang dicintainya, artinya yang terlihat bahwa ia telah menomorduakan dirinya demi orang yang dicintainya. Sesungguhnya apa yang terlihat tidak memastikan bahwa kebenaran itu terungkap. Kebenarannya adalah ketika ia menunjukkan cintanya kepada orang yang dicintainya, maka sebenarnya ia pun melakukan itu untuk dirinya sendiri. Maka ketika ia mampu membahagiakan orang yang dicintainya meskipun itu sangat menyakitkan, ia juga akan turut merasakan kebahagiaan itu dan betapa pun rasa sakit yang ia rasakan akan seketika sirna begitu saja. Inilah cinta secara sederhana yang disebut kasmaran atau dalam bahasa populernya dalam dunia percintaan zaman sekarang adalah bucin (budak cinta).
Mengingat hari Jumat Agung yang baru diperingati oleh Gereja Katolik sebelum peristiwa kebangkitan-Nya yaitu Paskah, umat Katolik diajak untuk merenungkan kisah sengsara Yesus terutama melalui bacaan Injil Yohanes yang dibacakan ketika ibadat Jumat Agung dilaksanakan. Apa yang hendak direnungkan ialah cinta-Nya yang begitu besar kepada manusia sehingga Ia mau untuk taat kepada Bapa-Nya dan rela mengorbankan diri-Nya sendiri hingga wafat di kayu salib.
Hari Jumat Agung ini juga merupakan kesempatan khususnya bagi umat Katolik untuk kembali merenungkan tentang apa itu cinta yang sesungguhnya. Bagaimana cinta itu tidak hanya melulu melalui ucapan, tetapi juga perbuatan hingga pengorbanan. Yesus Kristus adalah teladan cinta sejati, dimana hal itu telah ditunjukkan-Nya hingga Ia wafat dan tergantung di kayu salib.
Salib tidak hanya tentang derita, tetapi juga cinta. Cinta tidak hanya berlimpah madu, tetapi juga empedu. Sesungguhnya ketika Yesus mengalami salib demi manusia yang dicintai-Nya, Ia justru tidak menderita, melainkan bahagia karena Ia mampu menunjukkan cinta-Nya melalui pengorbanan diri dalam hal apapun. Yesus melakukan apa saja demi cinta-Nya, meski toh terlihat menyakitkan, sesungguhnya Ia tidak merasakan sakit itu, tetapi justru bahagia karena di dalamnya cinta mengandung bius yang dapat meredam segala rasa sakit yang disebabkan oleh cinta itu demi pengorbanan bagi orang yang dicintainya. Itulah mengapa cinta itu buta sampai-sampai tidak melihat dirinya sendiri demi orang lain. Dan oleh karena cinta itu Yesus memeluk dan mencintai salib-Nya.
Cinta Yesus itu universal. Cinta Yesus itu inklusif sekaligus ekslusif, artinya mampu mencintai semua manusia sekaligus mampu mencintai manusia secara perorangan dengan kedalaman cinta yang sama terhadap Bapa-Nya.
Relevansinya untuk Hidup Bakti terkhusus bagi kaum religius yang hidup secara berkomunitas dalam Gereja Katolik, teladan cinta Yesus ini haruslah menjadi keutaaman yang dihayati dan dihidupi dengan sungguh-sungguh dalam komunitas secara pribadi. Berbicara tentang hidup berkomunitas berarti berbicara juga tentang keberagaman. Berbicara tentang keberagaman berarti juga berbicara tentang pandangan yang berbeda-beda. Artinya bahwa hidup dalam komunitas pasti selalu ada konflik atau gesekan yang disebabkan oleh perbedaan pandangan mengenai pribadi seseorang dalam berbagai aspek dan latar belakang (suku, bahasa, adat istiadat, dan budaya).
Keberagaman menuntut penerimaan. Cinta juga menuntut penerimaan. Pertama-tama dengan menerima, seseorang menjadi mampu untuk mulai mencintai. Selanjutnya, dengan mencintai, seseorang menjadi mampu untuk melayani dan berani berkorban bagi sesamanya dengan tulus hati tanpa memandang diri dan kepada siapa cintanya akan diberi. Ketika sudah berada di fase ini, bius dari cinta terhadap rasa sakit dalam mencintai mulai dapat dirasakan. Dengan demikian terwujudlah cinta Yesus Kristus yang universal dalam komunitas Hidup Bakti dan setelah itu memperoleh buahnya yaitu kedamaian yang sejati.
Akhirnya setiap anggota komunitas Hidup Bakti Religius mampu menggenapkan apa yang menjadi wasiat dari Yesus Kristus ketika saat-saat terakhir bersama para murid-Nya, yakni suatu perintah baru untuk juga saling mengasihi seperti Dia telah mengasihi mereka (lih. Yoh 13:34) dengan memancarkan cinta-Nya kepada sesama baik di dalam komunitas maupun di luar komunitas supaya semua orang mengetahui dan mengenal bahwa semua itu berasal dari Yesus, Sang Guru dan Kebenaran Sejati (lih Yoh 13:35).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H