Perebutan kursi Wagub DKI Jakarta yang kosong akibat di tinggal Sandi, ketika memutuskan untuk maju pada cawapres 2019, masih meninggalkan sejumlah persoalan tersendiri. Baik untuk Anies, PKS dan Gerindra.
Seperti yang sudah kita ketahui, Sandi yang juga hadir dalam Sidang paripurna DPRD DKI Jakarta, secara resmi sudah berhenti Senin, 27 Agustus 2018 lalu.
Hingga memasuki bulan Oktober 2018 sekarang dan beberapa hari lagi akan berganti bulan November, sepertinya memang partai pendukung, belum menemukan titik temu dalam mengajukan calon pengganti untuk mengisi jabatan Wagub DKI.
Menurut versi PKS, " pihaknya sudah meminta Pak Prabowo untuk segera membuat surat pengajuan tentang pencalonan dua nama dari PKS," kata Sohibul di rumah Prabowo, Jalan Kertanegara, Jakarta, Kamis (20/9) malam. Artinya, PKS ingin memborong semua calon yang akan maju sebagai penganti wagub dari kader internal PKS.
Sementara dalam versi DPD Gerindra DKI memberikan keterangan berbeda, dalam kesempatan yang lain, Wakil Ketua DPD Gerindra DKI, Syarif mengatakan pencalonan Tauifik dipersiapkan untuk maju menjadi pengganti posisi Wagub yang ditinggal Sandi.
DPD Gerindra menginginkan pemilihan wakil gubernur DKI Jakarta, menggunakan porsi yang sama besar, yakni 1 nama dari kadernya dan 1 nama dari kader PKS.
Dilema Prabowo Memutuskan
Perebutan kursi wakil gubernur DKI Jakarta yang terjadi dalam koalisi, bisa diduga menjadi persoalan tersendiri dalam pikiran Prabowo.
Jika mengambil keputusan yang salah dan terburu-buru, di pastikan akan melukai salah satunya, baik dari pihak PKS atau DPD Gerindra DKI Jakarta.
Oleh sebab itu, hal yang paling tepat saat ini yang menjadi pilihan terbaik untuk menjaga suasana tetap konduksi dan adem, Prabowo enggan untuk menentukan sikap secara resmi secara langsung.
Beberapa dugaan yang saya perkiraan, keputusan posisi wakil gubernur DKI Jakarta sengaja di gantung untuk menjaga loyalitas partai PKS untuk tetap satu dalam koalisi dan juga mempertahankan semangat internal kader partai Gerindra.
Posisi wakil gubernur DKI Jakarta sendiri, logikanya jika akan diberikan untuk PKS, untuk apa di tahan lama-lama. Dengan langsung membuat kesepakatan untuk mengambil 2 nama kader yang berasal dari partai PKS, saya kira masalah Wagub DKI Jakarta sudah terang benderang. Namun cara ini kurang bijak dan dapat menimbulkan masalah yang baru dalam internal.