Mohon tunggu...
Capung .
Capung . Mohon Tunggu... -

. .. . .. . .. .

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Pintu Jati Berukir Nomor 666

4 Juni 2014   05:34 Diperbarui: 23 Juni 2015   21:44 112
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Pintu Jati Berukir Nomor 666
.
Gie, pemuda tanggung yang aku temui pagi ini memang masih sangat muda. Tapi di berkas yang aku pegang, ia hanya terpaut tiga bulan dengan usia ayahku. Gie phobia dengan pintu, terutama yang berbahan kayu jati berukir.
Kubaca ulang satu berkas di halaman 6.
@
Sebagai seorang kurir, kali ini Gie ditugaskan mengantar sebuah paket dokumen ke Kartika Chandra Beach Hotel. Penerima tinggal di lantai 6 kamar nomor 66. Resepsionis sudah dikonfirmasi akan kedatangan seorang kurir bernama Gie.
Gie langsung menuju meja resepsionis.
"Ini surat jalan dan surat tugasnya, mbak....."
Setelah menelepon, resepsionis mengangguk lalu mempersilahkan Gie mengantar langsung ke penghuni kamar di lantai 6 kamar 66.
Menyusuri koridor lantai 6, Gie merasa tak nyaman. Pintu-pintu itu. Pintu jati berukir. OMG!
Dan sampailah Gie di depan kamar 66. Di tengah pintu ada angka nomor kamar 6.66. Sontak badan Gie kelu, lembab, menggigil dan keluar keringat dingin.
Dari arah dalam kamar, tercium bau dupa atau hio. Makin pucat wajah Gie.
Ragu Gie untuk mengetuk pintu.
Tiba-tiba...... pintu kamar 6.66 terbuka. Gie kaget bukan alang kepalang.
"Kamu Gie?"
Gie hanya mengangguk kepada wanita muda yang baru keluar lalu menyerahkan paket dokumen itu. Cantik sekali wanita ini. Miriiip...... siapa ya?
"Terima kasih. Ini ongkos kirimnya. Dan titip surat ini ke resepsionis ya....."
Gie mengangguk lalu turun lewat tangga di tengah koridor.
"Wanita penghuni kamar 666 titip surat ini"
Resepsionis agak bingung dengan perkataan Gie. Dan surat yang dimaksud Gie sepertinya hanya sebuah daun basah yang mengering.
"Wanita? Setahu saya yang menginap di sana cuma Pak Tjahjo"
Gie tak mengerti dan tanpa sengaja melihat lukisan di sudut lobi sebelah selatan.
"Itu..... wanitanya mirip seperti di lukisan itu....."
Resepsionis terpaku sambil melihat lukisan itu. Lukisan wanita berbusana adat Jawa kuno dengan latar belakang ombak lautan yang kelam. Setelah tenang, diperiksanya kalender hari ini. Tanggal 6, bulan 6, jam 6 lebih 16 menit. Hari Jumat Legi.
"Kenapa, mbak? Lukisan siapa itu?"
Braaak......
Gie jatuh pingsan setelah mendengar nama yang barusan disebut oleh resepsionis.
@
"Gie, lusa kita pergi ke pantai. Mau?"
Gie tampak cerah dan senang saat disebutkan pantai. Gie mengangguk.
Aku dan Gie pun pergi ke pantai. Jauh dari pintu-pintu. Hanya ingin duduk-duduk saja menghirup wangi ombak yang membasahi kaki kami.
Gie menoleh ke arah hotel dan tampak tersenyum. Senyum yang pertama kali sejak Gie dirawat di RSJ.
Aku menoleh ke arah pandangan Gie. Ada seorang wanita melongok dari jendela hotel sana. Sepertinya dari lantai 6.
Wanita itu pun sepertinya tersenyum ke arahku dan melambaikan tangannya ke arah lautan lepas.
"Kamu bebas, Pung. Bebas terbang bersama burung-burung camar"
Itulah kata-kata Gie yang kudengar sebelum aku jatuh pingsan.
@

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun