Permisi,
hari ini kau menulis apa?
Apakah yang kau tuliskan itu sesuatu banget?
Atau,
jangan-jangan kau sedang menulis sebuah kisah tentang kegagalan yang berhasil
Atau,
ah, saya tak mau menuduhmu dengan kisah dongeng tentang dongengmu
Sampurasun,
bolehkah saya mampir sejenak melihat-lihat jendela hatimu ketika kau sedang menulis?
Siapa tahu saya bisa belajar menulis dongeng sebagaimana kelihaian kau bercerita dalam dongeng-dongengmu, dan
Siapa tahu pula saya bisa melampaui kemampuanmu berdongeng
Aduh,
maaf, saya hanya sekadar ingin berinteraksi dengan hatimu
Agar saya bisa menemukan kejujuranmu dalam berdongeng
Kulo nuwun,
wahai tuan pemilik hati, bolehkah saya mengetuk keras-keras pintu hatimu?
Bukan apa-apa, sepanjang siang dan malam kau belum juga keluar dari hati nuranimu
Pun, sesiang ini telah berlembar-lembar dongengmu menghampar kemana-mana
Ada yang tercecer, tersobek-sobek, bahkan ada pula yang termakan rayap
Saya bertanya-tanya, kenapa kau belum bangun dari dongengan-dongenganmu?
Tak jenuhkah hatimu bercerita dan berdongeng sesuatu yang bertentangan dengan hati nuranimu?
Wahai pendongeng sang peninabobo
Sudahlah,
CapingItem2020, 26 Agustus 2015
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H