Mohon tunggu...
wiwid santoso
wiwid santoso Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Seorang WNI

Selanjutnya

Tutup

Politik

Yth. Pendukung KMP (Hanya yang Punya Nyali Membaca)

27 September 2014   19:14 Diperbarui: 17 Juni 2015   23:16 204
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Drama turunan dari Pilpres masih jauh dari kata selesai. Saya, orang kecil putra bangsa yang sudah "ingin berhenti" dari menulis tentang politik, rasanya gatal untuk menyampaikan uneg-uneg lagi.

Well, sesuai judul tulisan ini, saya mengajak (baca : menantang) para pendukung KMP dengan pilkada tak langsungnya, yang masih banyak berkeliaran di Kompasiana kita ini, untuk menjawab beberapa pertanyaan saya dengan hati nurani.

1. Tanyakan hati nurani Anda, benarkah Koalisi Merah Putih memperjuangkan hak kita sebagai rakyat dengan usulan (yang akhirnya memenangkan voting) Pilkada tak langsung? Atau, beranikah Anda menduga KMP akan mengusulkan hal yang sama andaikan pada Pilpres lalu Prabowo-Hatta menang? Saya sendiri tidak berani berharap terlalu banyak keberpihakan nyata para politisi di kubu Pilkada langsung sih, tapi rasanya tidak terlalu sulit menduga bahwa Pilkada tak langsung akan membuka potensi "tawar menawar" harga kursi kepala daerah mengingat dukungan anggota DPR akan menjadi "jaminan jadi". Bahwa Pilkada langsung akan menelan biaya sangat besar adalah benar adanya. Bahwa Pilkada tak langsung konstitusional juga adalah benar adanya. Tapi, beranikah Anda mengakui -dengan sejujur-jujurnya- bahwa Pilkada tak langsung akan mereduksi atau bahkan mengeliminir peluang putra-putra terbaik bangsa memegang kursi kepemimpinan di daerah jika tidak mendapat "restu" dari anggota dewan? Kemudian, lewat jalan mana kita bisa berharap ketertampungan putra-putra terbaik bangsa yang tidak bermental politisi untuk menjadi pemimpin daerah?

2. Melihat tingkah polah para anggota dewan "yang terhormat" selama ini, seberapa besar keyakinan Anda bahwa mereka akan amanah dalam memilih kepala daerah yang memang kapable untuk ibu kita pertiwi? Dan pada titik mana Anda berani mengklaim bahwa kemenangan KMP pada voting Pilkada tak langsung adalah kemenangan rakyat?

3. Beranikah hati nurani Anda mengakui bahwa sedikit banyak (bahkan mungkin sangat banyak) motif di balik upaya mendorong Pilkada tak langsung adalah motif dendam atas kekalahan Pilpres?

4. Khusus untuk yang membawa-bawa agama saya, Islam, pada peta politik belakangan (baca : pendukung fanatik PKS). Apakah Anda yakin bahwa politisi-politisi PKS yang notabene tergabung dalam solidnya KMP benar-benar "on the track" dalam konteks keIslaman sehingga mereka layak dibela sedemikian rupa? Beranikah Anda mengakui bahwa ANda belum lupa tentang kubu Fauzi Bowo dengan "sumpah di bawah AlQur'an" untuk memilih Foke-Nara dalam Pilgub DKI? Atau Ali Muchtar Ngabalin yang sampai "mendesak Tuhan" untuk memenangkan Prabowo? Atau juga ketua Srikandi Demokrat tentang "titisan Allah"? Bukankah itu semua bisa dikategorikan politisasi agama? atau kasarnya menjual agama saya dan agama Anda, yaitu Islam demi kepentingan politik? Bukankah hal-hal tersebut begitu elementer dari sisi aqidah kita? Anda pura-pura tidak tahu tentang itu semua?

5. Terutama untuk pendukung PKS (lagi).

Anda pasti hafal di luar kepala jargon "anti asing" dan "pro rakyat" yang secara terstruktur, sistematis dan masif didengungkan oleh kubu Prabowo dimana PKS ada di dalamnya. Beranikah Anda mengakui bahwa Anda tahu dan belum lupa tentang yth. Pak Anis Matta yang tertangkap kamera, pada suatu kesempatan siang ketika demo di Mahkamah Konstitusi, membagi-bagikan nasi bungkus kotakan KFC (Kentucky Fried Chicken) dan secara kebetulan(? )memakai topi dengan lambang merk Nike? (fotonya silahkan ditanya sendiri ke mbah Google). Dimana titik "anti asing"nya? Beranikah Anda mengakui bahwa seorang presiden partai yang Anda dukung sedemikian rupa pernah mempertontonkan sebuah kemunafikan? Kenapa bukan bungkusan nasi bungkus warteg yang pasti lebih "pro rakyat" dan "anti asing"? Berani mengakui?

Anda pasti tahu bahwa saya ada di kubu Jokowi. Tapi, saya sama sekali bukan pendukung PDIP atau pendukung partai tertentu. Poin penting yang ingin saya sampaikan adalah, saya mengajak kita semua mengasah hati nurani dan kesadaran kita untuk mencerna drama politik belakangan ini. Jujur, saya juga tidak mau berharap terlalu muluk kepada pemerintahan Jokowi-JK sampai ke level sempurna dan ideal. Tapi, rasanya tidak sulit menangkap banyak hal-hal aneh dari kubu Koalisi Merah Putih yang membuat banyak orang mengernyitkan dahi, bukan? Memaksakan kemenangan lewat lembaga-lembaga survei yang belakangan ketahuan abal-abal, menuntut KPU lewat jalur Mahkamah Konstitusi, dan akhirnya memaksakan Pilkada tak langsung, adalah rangkaian kejadian yang bisa kita cerna bersama.

Saudara-saudaraku, terutama saudara-saudara seiman (maaf sama sekali bukan bermaksud mendiskreditkan saudara-saudara non muslim), saya sebagai seorang muslim merasa prihatin melihat teman-teman seiman mendukung partai tertentu mati-matian sementara orang-orang yang didukung begitu banyak mempertontonkan hal-hal yang dilarang oleh junjungan kita Nabi Muhammad SAW. Demokrasi sendiri memang bukanlah sistem ideal dalam konteks Islam. Namun, melihat drama-drama belakangan, marilah bersama memilah hal-hal yang bisa memicu mudharat untuk kita semua.

Salam Kompasiana

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun