Mohon tunggu...
Damietta Citra Cantika
Damietta Citra Cantika Mohon Tunggu... Lainnya - Universitas negeri malang

Ekonomi

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Menganalisis Pengaruh PMA, Pengguna Internet, dan Inflasi terhadap PDB di ASEAN-5

16 Oktober 2024   10:00 Diperbarui: 16 Oktober 2024   10:18 30
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pertumbuhan ekonomi merupakan indikator penting yang digunakan untuk mengukur kesuksesan sebuah negara dalam mengendalikan perekonomiannya selama jangka waktu tertentu (Hanum dkk., 2022). Negara yang memiliki pertumbuhan ekonomi yang tinggi pasti diikuti dengan kinerja ekonomi yang baik, sebaliknya  negara dengan keadaan pertumbuhan ekonomi yang rendah juga akan memiliki kinerja ekonomi yang buruk (Shatz Azoulay, 2020). Untuk meningkatkan pertumbuhan ekonominya, pemerintahan diharapkan mampu untuk menerapkan kebijakan yang tepat sehingga dapat menciptakan lingkungan ekonomi yang kondusif (Rahmawati, 2022).  Tak terkecuali bagi negara -- negara yang tergabung dalam kawasan regional Asia Tenggara atau Association of South East Asian Nation (ASEAN). Salah satu indikator pertumbuhan ekonomi yang sering digunakan untuk mengukur pertumbuhan ekonomi tersebut yaitu Produk Domestik Bruto (PDB) sebagai penambahan pendapatan nasional atau barang dan jasa dalam waktu satu tahun (Nadzir & Kedya, 2023). Komponen penentu PDB adalah konsumsi rumah tangga, pengeluaran pemerintah, investasi, serta nilai ekspor impor (Yakhamid, 2022). 

Pertumbuhan GDP di lima negara ASEAN, dari periode 2013 hingga 2022 terjadi fluktuasi yang cukup signifikan. Pada tahun 2020, hampir semua negara memiliki trend negatif, posisi terendah yaitu negara Thailand dengan pertumbuhan -6,07%. Hal ini disebabkan oleh adanya dampak pandemi covid-19 global sehingga kinerja pada tahun tersebut mengalami penurunan dan hanya negara Vietnam yang memiliki trend positif. Kemudian pada tahun 2021 mulai mengalami peningkatan, negara Singapura memimpin dengan pertumbuhan PDB sebesar 8,8 %. Tahun 2022 pertumbuhan GDP sudah mulai normal beberapa negara seperti Indonesia, Malaysia, Thailand, dan Vietnam telah mengalami kenaikan dari tahun sebelumnya.

Adanya Foreign Direct Investment bagi negara maju dipercaya memberikan kontribusi yang signifikan terhadap perekonomian nasionalnya, sedangkan bagi negara berkembang dianggap sebagai modal eksternal yang dibutuhkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi negara mereka sendiri terutama di era globalisasi seperti saat ini (Fadhil & Almsafir, 2015). ASEAN disebut menjadi tujuan investasi global. Menurut ASEAN Investment Report 2022 arus masuk penanaman modal asing Asean mengalami peningkatan sebanyak 42% di tahun 2021 menjadi $174 miliar, hal ini adalah rekor tertinggi sebelum terjadinya pandemi di tahun 2020.  Merujuk laporan UNCTAD World Investment Report 2023, nilai PMA yang masuk ke negara ASEAN pada tahun 2022 dipimpin oleh negara Singapura sebesar US$ 141,2 miliar atau 63% dari total tahun lalu di ASEAN. Terjadi trend menurun di tahun 2020, Vietnam merupakan salah satu negara yang melawan trend ini dan  relatif  tangguh dengan peningkatan investasi (The ASEAN Secretariat, 2021).

Faktor berikutnya yang tidak kalah penting, yaitu perkembangan teknologi. Pengukuran TIK menggunakan proxy pengguna internet, dari tahun ke tahun beberapa negara ASEAN terus mengalami kenaikan, dimana Singapura memimpin. Kenyataannya ditahun 2019 pengguna internet mencapai 88.95%, namun tidak dibarengi dengan pertumbuhan PDB yang justru mengalami penurunan ekstrim. Faktor yang dijadikan variabel terakhir yaitu inflasi. Menurut Bank Indonesia inflasi merupakan naiknya harga barang ataupun jasa secara keseluruhan selama rentang waktu tertentu. Dalam penelitian (Tahir & Azid, 2015) tingkat inflasi yang rendah akan menunjukan stabilnya perekonomian yang akhirnya memiliki dampak positif bagi pertumbuhan ekonomi. Sebaliknya tinggi dan tidak stabilnya tingkat inflasi menggambarkan keadaan ekonomi yang tidak stabil, sehingga berdampak pada naiknya harga barang dan jasa. Masyarakat yang pada awalnya bisa memenuhi kebutuhan hidupnya karena kenaikan harga kini tidak bisa sulit untuk memenuhi kebutuhan tersebut sehingga meningkatkan kemiskinan (Salim & Purnamasari, 2021)

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dengan data yang didapatkan dari Worlbank dan diolah menggunakan eviews dapat disimpulkan bahwa penelitian ini menunjukkan bahwa faktor PMA dan TIK memberi pengaruh yang positif dan signifikan terhadap PDB di beberapa negara anggota ASEAN pada periode 2013 -- 2022, hal ini dikarenakan saat ini ASEAN telah berupaya untuk meningkatkan kepercayaan investor untuk menanamkan modal dalam negara anggotanya. Selain itu hal ini juga didukung oleh upaya ASEAN dalam mendorong digitalisasi sehingga sektor TIK dapat berperan aktif untuk mendorong pertumbuhan ekonomi di ASEAN. Selain itu, hasil penelitian ini juga menunjukan hubungan negatif dan pengaruh yang tidak signifikan dari inflasi yang terjadi di beberapa negara anggota ASEAN selama periode penelitian. Hal ini bisa terjadi dikarenakan inflasi yang cenderung stabil dan rendah. Namun pemerintah tetap harus memperhatikan tingkat inflasi ini supaya tidak menjadi lebih buruk.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun