Memutus Mata Rantai Pekerja Anak
Salah satu langkah fundamental yang dilakukan pemerintah adalah mengadopsi Konvensi ILO No. 138 tentang Usia Minimum untuk Bekerja dan Konvensi No. 182 mengenai Bentuk Pekerja Anak yang Terburuk. Dengan menerapkan standar internasional ini, pemerintah dapat memberikan perlindungan yang lebih baik bagi anak-anak dari eksploitasi kerja. Sebagai bagian dari upaya ini, Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan No. 3 Tahun 2008, yang memberikan pedoman untuk perlindungan anak. Selain itu, Peraturan Pemerintah No. 78 Tahun 2021 berfungsi sebagai tindakan afirmatif untuk memberikan layanan khusus bagi anak yang memerlukan perlindungan. Langkah-langkah ini harus diperkuat dan disinergikan agar memberikan dampak yang signifikan dalam mengurangi jumlah pekerja anak.
Upaya pemerintah tidak bisa dilakukan sendirian; kolaborasi dengan berbagai pihak, termasuk LSM, sektor swasta, dan komunitas lokal, sangat diperlukan. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) telah aktif membangun kemitraan dengan berbagai organisasi termasuk Save The Children untuk merancang program yang lebih efektif. Misalnya, program Desa/Kelurahan Ramah Perempuan dan Peduli Anak (D/KRPPA) bertujuan menciptakan lingkungan yang mendukung pertumbuhan anak-anak. Melalui kebijakan Kabupaten/Kota Layak Anak (KLA), pemerintah berkomitmen untuk menguatkan infrastruktur sosial yang melindungi hak-hak anak. Kerjasama dengan Kemenko PMK, Bappenas, dan Kemenaker juga penting dalam memperkuat upaya ini.
Peningkatan kesadaran masyarakat juga menjadi langkah penting. Kampanye yang menyoroti dampak negatif pekerja anak dan pentingnya pendidikan harus digalakkan, terutama di kalangan orang tua dan komunitas. Memberikan informasi dan pelatihan mengenai nilai pendidikan dan alternatif pekerjaan yang layak dapat membantu mengubah pandangan masyarakat tentang pendidikan dan pekerjaan anak.
Tanggung Jawab Mendesak Pemimpin Baru Indonesia
Pemimpin baru Indonesia kini dihadapkan pada misi krusial: memutus mata rantai pekerja anak yang sudah mengakar dalam masyarakat. Dalam upaya ini, mereka dituntut untuk tidak hanya melanjutkan kebijakan yang ada, tetapi juga mengintegrasikannya dengan pendekatan yang lebih inovatif untuk mencapai hasil yang lebih signifikan. Kunci sukses terletak pada kolaborasi yang erat antara pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, dan sektor swasta dalam menciptakan program yang efektif dan berkelanjutan.
Dengan meningkatkan kerjasama lintas sektor, pemimpin baru dapat mendorong kesadaran masyarakat tentang dampak negatif pekerja anak. Edukasi dan kampanye yang menekankan pentingnya pendidikan serta pengembangan potensi anak harus menjadi prioritas. Jika langkah-langkah ini dijalankan secara terpadu, Indonesia dapat membuka jalan bagi anak-anak untuk tumbuh dan berkembang dalam lingkungan yang aman, jauh dari jeratan dunia kerja yang merugikan.
Tindakan segera untuk mengatasi fenomena pekerja anak di Indonesia sangatlah penting demi masa depan yang lebih baik bagi generasi mendatang. Dengan potensi besar dari fase bonus demografi, pemimpin baru harus berkomitmen untuk memutus mata rantai eksploitasi ini agar anak-anak dapat berkembang tanpa tekanan untuk bekerja. Melalui kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta, serta peningkatan kesadaran akan pentingnya pendidikan, diharapkan kita dapat menciptakan lingkungan yang mendukung pertumbuhan dan pengembangan anak.
Harapan besar tersimpan pada langkah-langkah yang diambil saat ini, yang tidak hanya akan memberikan manfaat langsung bagi anak-anak, tetapi juga akan mendukung Indonesia dalam meraih visi Emas 2045. Dengan generasi muda yang berkualitas dan bebas dari eksploitasi, kita dapat mewujudkan masa depan yang lebih cerah, berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi, dan meningkatkan kesejahteraan nasional. Indonesia memiliki kesempatan emas untuk membangun fondasi yang kuat bagi kemajuan bangsa, asalkan kita semua berkomitmen untuk melindungi hak-hak anak.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H