Mohon tunggu...
Cantika DwiKristina
Cantika DwiKristina Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

menyukai musik dan cerita fiksi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kisah Kayoan Tejakula: Tradisi Mandi Bersama yang Bertahan di Tengah Modernisasi

14 Desember 2024   17:30 Diperbarui: 14 Desember 2024   17:30 32
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Suasana Kayoan di Tejakula. (sumber pribadi). 

Singaraja, 15 November 2024_ Di tengah pesatnya modernisasi yang menyelimuti Bali, Desa Tejakula tetap mempertahankan tradisi uniknya, yaitu Kayoan. Pemandian umum yang hingga kini masih menjadi tempat favorit masyarakat, Kayoan Tejakula bukan hanya sekadar tempat membersihkan tubuh, tetapi juga ruang untuk memaknai kebersamaan dan nilai-nilai luhur.

Berbeda dengan pemandian-pemandian di desa-desa lain, Kayoan Tejakula memiliki daya tarik yang khas: airnya yang segar dan alami berasal langsung dari Desa Kutuh, di lereng Danau Batur. Kesegaran air ini menjadi ciri utama yang membuat Kayoan istimewa. "Rasanya benar-benar menyegarkan, seolah membawa kita lebih dekat dengan alam. Itu kenapa Kayoan ini tetap ramai setiap hari, dari pagi hingga sore," ujar Ni Made Luh Putri, seorang warga setempat yang sering memanfaatkan Kayoan.

Menariknya, menurut beberapa warga, Kayoan Tejakula memiliki kisah yang berakar jauh ke masa lalu. Pada zaman penjajahan Belanda, tempat ini dulunya merupakan lokasi pemandian kuda putih milik para pejabat kolonial. "Dulu, Belanda menggunakan air segar ini untuk memandikan kuda-kuda mereka, terutama kuda putih yang dianggap istimewa," ungkap Pak Ketut Wayan, seorang sesepuh desa yang hafal sejarah kawasan tersebut. 

Suasana sore hari di Kayoan Tejakula. (sumber pribadi). 
Suasana sore hari di Kayoan Tejakula. (sumber pribadi). 

Kini, Kayoan telah berkembang menjadi tempat pemandian umum yang digunakan oleh semua orang, dari anak-anak hingga orang dewasa. Struktur tempat ini juga mengalami perubahan. "Sekarang ukiran di Kayoan terlihat mewah dan indah. Ada motif-motif tradisional Bali yang menghiasi dinding, menambah keindahan sekaligus nilai budaya," tambah Pak Ketut.

Kayoan Tejakula juga mengandung nilai filosofis yang dalam. Di sini, batas antara ruang publik dan privat seakan lenyap, meski tetap dihormati. Hanya dinding yang tidak terlalu tinggi memisahkan pemandian laki-laki dan perempuan. Namun, yang menjadi pembatas sesungguhnya adalah pengendalian diri setiap individu. Masyarakat percaya bahwa di Kayoan, semua orang memiliki hak untuk polos dan merdeka seperti bayi. "Kita saling menghormati. Di sini, setiap orang tahu bahwa Kayoan adalah tempat untuk membersihkan tubuh, sekaligus momen refleksi diri," jelas Ibu Luh Putri.

Kisah Kayoan Tejakula adalah contoh bagaimana tradisi dan modernisasi dapat hidup berdampingan. Meskipun Bali terus berkembang, Kayoan tetap berdiri tegak sebagai simbol kebersamaan, kesederhanaan, dan pengendalian diri, menjaga nilai-nilai leluhur agar tidak tergerus zaman.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun