Selamat Pagi.
Ada yang menarik menjelang perhelatan AFF 2014 yakni adanya pengakuan jujur dari pelatih Timnas.
Pelatih tim nasional Indonesia, Alfred Riedl, mengungkapkan permasalahan utama sepak bola di negeri ini. Salah satu hal yang membuat persepakbolaan di Tanah Air tidak bisa berkembang adalah kebrutalan dalam bermain.(Kompas.com, 16 Nov 2014)
Brutalnya pemain tidak bisa dilepaskan dari hasil kawah candradimuka yang dikenal Indonesia Super League (ISL).
Dua hal yang paling kentara dari kebrutalan tersebut terwakili dalam pertandingan Timnas lawan Philipina kemarin sore:
1. Alih-alih cepat bersiap kembali ke gawang, Kurnia Mega malah terus "berkonfrontasi' dengan wasit; hingga gol mudah pun terjadi. Di Indonesia "kebiasaan" pemain berani dengan wasit adalah lumrah ditambah melotot pula.
2. Kartu merah Rizky Pora adalah salah fatal rumus persepakbolaan. Apakah bila pemain lawan yang tinggal berhadapan dengan kiper (one on one) maka "kewajiban" pemain terdekat harus menghajarnya meski harus menerima kartu merah? Ini bukanlah demi klub atau negara. saya pikir ini adalah tindakan konyol. Gol haruslah dibalas dengan gol pula.
Bila liga sepakbola Indonesia tidak segera dibenahi sekarang bukan saja Alfred Riedl yang pesimis, Carlo Ancelloti pun tak akan pernah mau melatih Timnas Indonesia. Lihat mimiknya. Mungkin beliau bilang :" No... no... for brutalism!"
Ah. Tetapi tak ada sesuatu yang abadi. Seperti politik yang bagai dua sisi mata uang. Sekarang menghujat esok berkerabat. Siapa tahu Mr. Ancelotti berbalik arah bila marwah ISL bisa dijaga?
Menjaga Marwah Liga Sepakbola Indonesia