Jika masih banyak yang bertanya, mengapa sektor pertanian kita menurun? terpuruk? atau apalah namanya.. kemudian banyak opini yang yang mencari-cari.. Siapakah gerangan yang harus disalahkan? salahkan saja saya. Iya, ini salah saya. Jangan salahkan teman-teman saya, kakak2 dan adik2 angkatan saya, apalagi menyalahkan Almamater saya.
Silahkan berkunjung ke almamater kami, disana bukan hanya pertanian saja yang kami pelajari. Ekonomi, sosiologi, fisika, kimia, matematika dan masih banyak lagi.
Kami bukannya tidak peduli sama sekali. Jika ada sebagian dari alumni kami yang harus bekerja disektor lain, itu karena kemampuan kami melebihi mereka yang katanya ahli di “bidang lain” ini. Semua terjadi bukan tanpa sebab. Salah satunya, begini. Saya perempuan. Begitu lulus, tidak sedikit lowongan pekerjaan di bidang pertanian yang berbunyi, "Dibutuhkan LAKI-LAKI lulusan pertanian, IPK sekian, dll". Kemudian, ada lowongan disektor lain yang nyaring sekali bunyinya, "Dibutuhkan laki-laki/ PEREMPUAN, lulusan perguruan tinggi ANY MAJOR, IPK sekian dll.
Semua terjadi bukan karena sedikit atau tanpa pertimbangan sama sekali. Di tempat kelahiran saya, tidak banyak perempuan yang mau dan mendapat kesempatan yang sama dan juga didukung oleh lingkungan keluarga untuk mendapatkan pendidikan yang tinggi. Masih banyak pola pikir yang begini, “Buat apalah perempuan dengan pendidikan tinggi, jika nantinya hanya mengelola dapur”. Bagaimanalah nasib perempuan2 lainnya di tempat kelahiran saya jika pendahulunya, yaitu saya setelah lulus kuliah kemudian menganggur? (Aih, jadi curhat kan gw..)
Perempuan mana sih yang tidak mau menjadi Ibu Rumah Tangga seutuhnya, kadang kenyataan berbicara lain. Tidak sedikit perempuan yang harus meneruskan estafet untuk membiayai pendidikan tinggi adik2nya nanti, orang tua kami sudah terlalu lelah karena usia yang sudah tidak muda lagi. Mereka yang sudah mengantarkan anak perempuannya mendapat pendidikan tinggi. Apa kami, perempuan yang sudah lulus ini, harus berdiam diri? tidak membekali adiknya nanti dengan pendidikan tinggi yang pernah kaminikmati? Kalaupun kami (perempuan) dibebastugaskan dan tidak dibebani oleh sebab lainnya, bukankah pendidikan tinggi masih sangat diperlukan perempuan untuk mengatur rumah tangga dan mendidik anak2nya nanti? Dan siapakah yang lebih berhak mendampingi lelaki yang juga mempunyai pendidikan tinggi?
Tidak sedikit dari alumni almamater kami yang masih peduli dengan pertanian negeri ini, banyak dari mereka yang berprestasi, tidak sedikit juga yang masih menggeluti dan semangat untuk memajukan pertanian negeri tercintai kita ini.
Dan jika ada opini, “Almamater Kami Sudah Layak Tutup?” Perguruan tinggi lain sudah banyak yang melakukannya. Mereka dengan sangat terpaksa menutup jurusan pertaniannya karena sudah tidak lagi diminati aka sepi. Dan helloo.. siapakah gerangan yang akan disalahkan lagi jika Almamater kami tutup nanti? Dan semoga ini tidak akan pernah terjadi. Ini adalah salah saya, yang belum berani mandiri. Belum berani berspekulasi tanpa persiapan yang cukup dengan menggadaikan pendidikan tinggi untuk adik saya nanti. Dan kesalahan ini, tidak diajarkan oleh Almamater kami.
Salut dan bangga untuk teman2 yang sudah, masih , dan akan menggeluti sektor pertanian ini, sukses untuk kalian semua. Doakan kami agar segera bergabung, bersama memajukan pertanian di negeri ini. Sudahlah, berhenti saling menyalahkan. Fokus saja dengan profesi masing-masing dan terus memperbaiki diri. Ganti kebiasaan saling menyalahkan dengan semangat saling menasehati atau saling mendoakan untuk kebaikan bersama, kebaikan negeri kita tercinta.
IPB Terus Maju...!!!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H