Aneh? Tentu tidak. Unik? Iya, itu pasti. Tapi itulah ide brilian seorang Jokowi yang kini sebagai Presiden Republik Indonesia.
Keunikan pemikiran Jokowi memang selalu menarik perhatian bangsa Indonesia, bahkan dunia. Maka sangat tepat Jokowi dinobatkan sebagai 100 tokoh berpengaruh di dunia.
Kali ini sang presiden melempar ide membuat terowongan bawah tanah yang dimulai dari Masjid Istiqlal tembus ke Gereja Katedral Jakarta.
Ide yang tidak pernah terlintas sama sekali dalam benak setiap orang Jakarta, mungkin juga bangsa Indonesia. Namun muncul dalam pemikiran Jokowi, yang sehari-hari sibuk dengan tugas negaranya.
Terowongan yang diberi nama dengan istilah "Terowongan Silaturrahmi" tersebut mencerminkan sikap toleransi antar umat Islam dan Kristen. Konsep saling terhubung dalam bentuk sebuah terowongan.
Spontan ide Jokowi itu ditanggapi secara beragam oleh berbagai kalangan masyarakat. Ada yang mengatakan sebagai gimik yang tidak perlu disentuh lagi karena sensitif. Tapi ada juga yang memandang hal itu sebagai simbolik untuk menyatukan umat beragama.
Whatever, gagasan membangun jalan bawah tanah seperti terowongan yang menghubungkan dua rumah ibadah terbesar di Indonesia memang layak untuk direalisasikan. Bukan hanya memberikan keuntungan secara spiritual dan sosial. Tapi juga keuntungan secara ekonomi karena bisa menjadi destinasi wisata baru.
Rencana pembangunan Terowongan Silaturahmi diungkapkan Jokowi saat meninjau renovasi Masjid Istiqlal, kemarin Jumat, (7/02/2020). Pembangunan ini dilakukan bersamaan dengan renovasi besar di Masjid Istiqlal. Nantinya, terowongan ini akan dibangun di bawah tanah dan akan menghubungkan antara Masjid Istiqlal dengan Gereja Katedral.
Meskipun Jokowi sudah menyetujui rencana pembangunan terowongan tersebut namun kritikan keras datang dari Politisi PDIP yang menganggap itu tidak penting. Bahkan beberapa tokoh ada yang secara tegas menolak.
Para tokoh yang tidak setuju pembangunan terowongan silaturrahmi, selain karena bahwa kerukunan umat beragama bukan dibangun dengan proyek infrastruktur. Tapi juga ada hal lain yang saat ini mendesak untuk dikerjakan dalam kaitannya dengan keberagaman, toleransi, dan merawat kebhinnekaan kita yaitu seperti menggaji guru ngaji dengan standar layak.
Bahkan Bos Charta Politika Yunarto Wijaya menyebut bahwa hak beribadah yang dilindungi diyakini costnya lebih murah dibanding terowongan. Karenanya ia secara tegas menolak pembangunan itu.