Kegigihan Wiranto dan Luhut Binsar Panjaitan menjalankan berbagai strategi untuk mempertahankan Jokowi dari kursi kekuasaannya telah berhasil dengan sempurna. Sangking kerasnya tiga mantan jenderal tersebut menghabisi mantan jenderal kubu Prabowo-Sandi sebagai lawan mereka hingga ada yang menjuluki pilpres 2019 sebagai ajang perang bintang. Semua itu demi Presiden Joko Widodo.
Namun bagaimana dengan Prabowo Subianto dan Sandiaga Salahuddin Uno?
Tentu saja mereka mengalami kekecewaan. Akibat keputusan MK yang tidak adil telah membuat Indonesia kehilangan kesempatan dipimpin oleh negarawan, begitu kira-kira pernyataan Fadli Zon menanggapi dinamika paska keputusan MK.
Kekecewaan paling dalam dirasakan oleh para pendukung kubu Prabowo-Sandi, relawan, dan pemilih ditingkat akar rumput. Perasaan sulit menerima keputusan MK yang menolak seluruhnya gugatan kubu 02 semakin menambah keyakinan bahwa pentas pilpres memang telah "dikudeta" oleh Jokowi secara sistematis.
Sehingga tidak heran jika saat MK akan membacakan keputusannya, ratusan ribu pengunjuk rasa mendatangi kantor mahkamah tertinggi tersebut untuk memberikan dukungan terhadap keadilan. Namun ternyata hakim MK bersepakat untuk memenangkan Jokowi-Ma'ruf sebagai Presiden dan Wakil Presiden 2019-2024.
Atas hal itu pula kemudian Prabowo Subianto-Sandiaga Uno membubarkan koalisi pendukung kubu 02. Pembubaran itu sebagaimana diharapkan oleh Partai Demokrat beberapa minggu lalu.
Dinamika politik paska pilpres memang terlihat adem-adem saja. Situasi ditengah-tengah masyarakat terasa dingin dan tidak bergejolak. Masyarakat lebih memilih diam dan melihat perkembangan daripada berurusan dengan pihak penegak hukum. Bahkan di media sosial pun mereka sangat hati-hati menulis atau memposting sesuatu.
Situasi dan kondisi ini seakan menegaskan jika sebagian rakyat yang tidak mendukung Jokowi sebagai presiden terpilih telah kehilangan hak berbicara dan kebebasan berpendapat. Tesis itu ternyata benar bila didasari pada pernyataan Prof. Dr. Mahfud MD yang mengatakan jika tidak mengakui presiden terpilih paska keputusan MK sebagai pelanggaran hukum.
Dengan demikian sebagian masyarakat yang bila ada dalam hati mereka tidak mengakui kemenangan Jokowi-Ma'ruf lebih baik berdiam diri daripada diseret ke meja hukum akibat menulis di media sosial atau berunjuk rasa menolak kemenangan mantan Wali Kota Solo tersebut. (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H