Mohon tunggu...
Hamdani
Hamdani Mohon Tunggu... Konsultan - Sang Musafir - Mencari Tempat untuk Selalu Belajar dan Mengabdi

Kilometer Nol

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Benarkah Tuduhan Politisi Bermuka Dua sebagai Munafik?

6 Juni 2019   20:27 Diperbarui: 6 Juni 2019   20:36 224
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sifat kemunafikan bukan hanya sedusta-dusta perilaku, yang ancaman secara etika tidak dapat dibenarkan sama sekali. Namun dalam konteks demokrasi pun, kemunafikan dapat menjadi "musuh" dalam selimut yang siap menghunus pedangnya dari sisi belakang kapan saja dan menghabisi kawan sendiri mana kala tawaran dari musuh lebih tinggi dan bernilai secara materi.

Itu juga merupakan bahaya lainnya dari politik kemunafikan yang harus diwaspadai oleh rakyat bahkan sesama politisi. Korbannya bisa meluas dan merusak sisi paling dalam sendi-sendi demokrasi. Yang pada akhirnya akan menghancurkan negara Indonesia tercinta.

Sifat kemunafikan dapat terjangkit pada siapa saja dari politisi itu. Tidak ada tebang pilih apakah dia politisi junior atau senior, yang membedakan hanya frekuensi dan intensitas kemunafikan saja pada setiap diri mereka. Bahkan secara "berjamaah" pun kemunafikan itu hampir terpatri pada platform sebuah partai politik.

Hari-hari ini fenomena politik kemunafikan terlihat jelas paska Pileg dan Pilpres bahkan mungkin gejala itu mulai terindikasi sebelum masa pencoblosan dilakukan. Ciri utama politik kemunafikan adalah mereka bermuka dua, tidak istiqamah (konsisten) pada pilihan awal, dan hanya mementingkan diri sendiri.

Politisi bermuka dua atau munafik biasanya senang mengadu domba. Bila ia bertemu dengan kawan maka mereka akan katakan kami setia dan komitmen dengan kesepakatan. Namun bila berjumpa dengan lawan politiknya, maka ia akan katakan siap membantu kapan saja, yang penting kita bisa bergabung. Jadi kata-kata mereka tidak dapat kita pegang dan percaya.

Kemunafikan memang sangat rendah dan kotor. Dalam pandangan agama Islam pun sifat ini diganjar dengan neraka. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam menjamin bahwa kaum munafik tempatnya adalah neraka. Tidak ada pilihan lain.

"Barang siapa yang mempunyai dua muka di dunia, maka pada Hari Kiamat kelak dia akan diberi dua mulut dari api neraka." (HR Abu Dawud dan Ad-Darimi dari Ammar bin Yasir). Dalam hadist lain dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya, termasuk orang yang paling buruk adalah orang bermuka dua yang mendatangi mereka dengan satu muka dan mendatangi yang lain dengan muka lain."

Meskipun tidak semua politisi Indonesia memiliki karakter munafik dalam berpolitik tetapi sangat sulit rasanya menemukan seorang politisi yang benar-benar otentik dan bersih dari sifat munafik tersebut.

Lantas bagaimana jalan keluarnya? Karena sifat munafik ini sangat abu-abu dan kondisional sifatnya yang didasari pada kepentingan pribadi dan materi. Maka cara yang paling tepat menghadapi politisi munafik adalah dengan mengedepankan sikap waspada dan tidak memberikan kepercayaan kepada mereka.

Berhati-hati dalam mengangkat pemimpin yang memiliki sifat dan karakter munafik justru akan menyelamatkan mereka dari api neraka dan azab Allah serta negara ini. Rakyat harus mempunyai strategi tarik ulur untuk melawan perilaku pemimpin munafik.

Apalagi sekarang banyak orang yang memiliki kebiasaan suka dilihat, senang dipuji, tapi enggan untuk di kritik. Orang-orang seperti ini hanya mau menerima kelompok yang sepaham saja sedang para pengkritik akan dibabat habis. Oleh karena itu tidak perlu terlalu menampakkan diri sebab akan berisiko lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun