Mohon tunggu...
Hamdani
Hamdani Mohon Tunggu... Konsultan - Sang Musafir - Mencari Tempat untuk Selalu Belajar dan Mengabdi

Kilometer Nol

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Segregasi Politik Pilpres Menuju Kematangan dan Prabowo-Sandi Dikucilkan?

14 Februari 2019   21:16 Diperbarui: 14 Februari 2019   21:39 521
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Membahas politik apalagi menjelang pemungutan suara pada pilpres 2019 memang tidak pernah ada habisnya. Media massa pun mengalirkan begitu banyak berita tentang berbagai peristiwa yang cenderung membikin suasana hangat-hangat kuku.

Kinerja sistem politik hari ini kian terpolarisasi pada segregasi. Berbagai macam narasi yang sengaja dibangun untuk melegitimasi sudut pandang keburukan lawan politik. Masing-masing kubu berusaha menjatuhkan lawan mereka dengan strategi pembunuhan karakter.

Siasat yang sangat nyata dilakukan oleh kubu kandidat dalam aksi pembunuhan karakter lawan politik dalam sistim pilpres bahkan pilkada saat ini yaitu melalui agregasi ideologi, dan agregasi SARA. Selebihnya dengan mengembangkan menjadi stigma (menstigmakan).

Segregasi ideologi dijalankan dengan membenturkan Pancasila dengan Islam, Islam dengan Kristen, dan Islam dengan komunis, serta komunis dan Pancasila. Ini semacam strategi untuk memukul lawan politik dengan ideologi.

Praktik ini pernah terjadi di Pilkada DKI Jakarta yang sangat fenomenal, meskipun segregasi ideologi juga kerap terjadi di bagian atau daerah lain di Indonesia. Misalnya di Papua, Maluku, NTT, Bali, Aceh, dan lainnya.

Jika beberapa daerah sering muncul polarisasi politik dengan melakukan segregasi ideologi agama, khusus di Aceh dan Papua ditambah lagi dengan ideologi pemberontak atau separatis. Lalu dikaitkan dengan ideologi Pancasila. Kemudian distigmakan.

Politik identitas yang juga saat ini sedang dimainkan dan dipertontonkan, merupakan bagian dari anasir strategi politik segregasi. Isunya yang diambil bisa bermacam-macam. Dan dari sekian banyak isu itu kemudian diambil satu isu yang memiliki daya hancur paling hebat bagi lawan politik.

Dalam kasus pilkada DKI Jakarta isu kuat yang dapat menghantam petahana ada isu agama. Perbedaan keyakinan antar paslon memberikan peluang bagi tim pemenangan mereka untuk melakukan polarisasi dukungan.

Gejala dan indikasi mulai berkembangnya sikap segregasi politik dalam dinamika perpolitikan di Indonesia mulai dapat diukur secara kasat mata. Dan konsep itu terus dipakai oleh kubu yang saling berhadapan, termasuk pada tahapan pilpres yang saat ini sedang berlangsung.

Diantara beberapa gejala yang tampak adanya peningkatan sikap segregasi politik yang dilakukan baik oleh kubu 02 maupun 01 yaitu memberikan stigma Islam ekstrimis, radikal, dan teroris bagi pendukung paslon lawan, sebaliknya juga mengembangkan narasi komunis (PKI), anti Islam, dan lainnya.

Tidak henti sampai disitu, diksi dan narasi bersifat segregasi politik terus dimainkan bahkan semakin terlihat rapi oleh kubu tertentu, misalnya upaya membangun opini publik jika kubu Prabowo-Sandi sebagai pembohong, penyebar hoaks, dan anti pemerintah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun