Mohon tunggu...
Hamdani
Hamdani Mohon Tunggu... Konsultan - Sang Musafir - Mencari Tempat untuk Selalu Belajar dan Mengabdi

Kilometer Nol

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

"Freedom House", Indonesia Negara Bebas Sebagian dan Kebebasan Pers dalam Ancaman

1 Januari 2019   22:07 Diperbarui: 2 Januari 2019   15:48 1149
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dari detiknews.com (1/1/2019), Wakil Ketua DPR Fadli Zon mengatakan ada ancaman kebebasan sipil di Indonesia yang membuat indeks demokrasi Indonesia anjlok hingga berada di bawah Timur Leste. Waketum Gerindra ini mengaku menyampaikan hal tersebut berdasarkan data dari laporan lembaga internasional, Freedom House.

Freedom House, merupakan organisasi non pemerintah yang berbasis di Washington, mengeluarkan daftar peringkat kebebasan negara di dunia. Freedom House mengklasifikasikan setiap negara di dunia dengan status "bebas," "bebas sebagian, " atau "tidak bebas" berdasarkan penilaian atas hak-hak politik dan kebebasan sipil.

Meningkatnya ancaman kebebasan sipil menurut lembaga ini telah mendorong Indonesia turun dari status 'negara bebas' menjadi 'negara bebas sebagian' di tahun 2018 dengan agregat score 64/100 atau berada pada peringkat 68. Berbanding terbalik dengan Timor Leste yang justru berubah menjadi negara 'bebas' dari sebelumnya negara 'bebas sebagian'.

Perlu juga diketahui ketahui laporan terbaru Reporters Without Borders (RSF) mengenai Indeks Kebebasan Pers Dunia menyatakan bahwa pada 2017 Indonesia menduduki peringkat ke-124 dari 180 negara. Ini berarti Indonesia naik enam tingkat dari tempat sebelumnya. Namun, kenaikan ini bukanlah pertanda kebebasan pers sudah membaik, karena sepuluh tahun lalu Indonesia ada di peringkat ke-100.

RSF menekankan bahwa di masa kepemimpinan Presiden Jokowi masih terjadi pelanggaran kebebasan media yang serius, termasuk kurangnya akses media ke Papua, di mana kekerasan terhadap wartawan lokal terus berkembang.

Hal lain yang membuat rapor pemerintah Indonesia mendapatkan rapor merah menurut laporan ini adalah perkembangan kebebasan pers di Indonesia adalah kegagalan media untuk memberikan informasi yang benar dan tidak berpihak. Hampir semua kanal media arus utama kehilangan kredibilitas karena harus mengikuti keinginan penguasanya untuk membela isu dan tokoh tertentu.

Fadli Zon (Foto: Dok. Twitter Fadli Zon)/detiknews.com
Fadli Zon (Foto: Dok. Twitter Fadli Zon)/detiknews.com
Disisi lain media ecek-ecek atau abal-abal juga tumbuh begitu cepat, menjamur dan menyebarkan kabar bohong dan menyesatkan justru sangat dipercaya oleh publik. Yang semestinya publik mendapatkan informasi yang benar dan akurat, apalagi dalam suasana menjelang pemilu. 

Kabar baiknya, pemerintah, pelaku media, dan masyarakat ikut berusaha meminimalkan informasi hoaks tersebut untuk melindungi hak publik terhadap informasi.

Kekhawatiran bahwa gerakan radikal Islam membatasi kebebasan pers hampir sulit dibuktikan. Kebanyakan penindasan yang terjadi terhadap awak media di negara-negara berpenduduk mayoritas muslim dilakukan oleh pemerintah, bukan ormas atau masyarakat.

Freedom House kemudian memasukkan Indonesia dengan status 'bebas sebagian' terhadap kebebasan pers. Indonesia memiliki lingkungan media yang dinamis dan beragam, meskipun kebebasan pers terhambat oleh sejumlah pembatasan hukum dan peraturan.

Kurang baiknya penilaian Freedom House terhadap kebebasan politik dan kebebasan sipil tahun 2018 memang bukanlah hal baru. Periode-periode sebelumnya juga lembaga yang berkantor di USA ini merilis hasil suveynya dengan status yang hampir sama. Namun yang lebih penting adalah bagaimana civil society aktif membela hak-haknya dari sistem luar termasuk kekuasaan yang mencoba merampas hak mereka tersebut.

Oleh sebab itu pemerintah nasional hingga pemerintah daerah harus dapat memberikan perlindungan terhadap kelompok minoritas atas hak politik dan hak sipil yang mereka miliki berdasarkan kontitusi dan HAM universal. Salah satu kebijakan yang menjadi pertimbangan untuk dilaksanakan adalah menghilangkan aturan yang berpotensi diskriminatif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun