Jika Anda pernah berkunjung ke Kota Banda Aceh dan sekitarnya. Pasti Anda pernah melihat apa yang disebut dengan labi-labi. Tapi tunggu dulu, labi-labi yang saya maksudkan disini bukan sejenis hewan semisal kura-kura. Sama sekali bukan.
Labi-labi yang akan kita bicarakan adalah sejenis moda transportasi yang sangat unik dari Aceh. Mungkin didaerah lain juga memiliki transportasi angkutan orang, namun tidak sefenomenal labi-labi yang ada di Aceh. Tentu Anda penasaran bukan?
Baiklah saya akan mencoba membawa Anda pada fakta yang saya maksud. Labi-labi adalah salah satu jenis transportasi darat antar kota yang sangat terkenal sejak zaman dulu di Aceh. Biasanya labi-labi menjadi moda transportasi utama masyarakat. Labi-labi beroperasi dalam satu kota.
Dalam sekali jalan atau trayek, labi-labi dapat mengangkut sebanyak 11-12 penumpang. Jarak perjalanan yang ditempuh pun tidak terlalu jauh atau jarak dekat. Paling antara 20-40 km.
Jika berbicara sejarah awal labi-labi di Aceh sudah ada pada tahun 80-an dimana pada mulanya menggunakan mobil ber-cc kecil atau hanya sekitar 500 cc berkapasitas sebanyak 11 orang.
Namun pada pertengahan tahun 1990-an peremajaan dalam menggunakan mobil yang dijadikan labi-labi juga mulai berubah dan lebih bagus. Sampai menjelang tahun 2000-an kemudian labi-labi menjadi transportasi primadona massal. Waktu itulah sopir labi-labi memperoleh pendapatan rata-rata yang lumayan tinggi.
Akan tetapi kondisi kesejahteraan yang membaik para awak labi-labi tidak bertahan lama. Seiring dengan kebijakan pemerintah yang berubah dalam penataan transportasi darat dan angkutan kota.
Akibatnya yang tadi mengandalkan mobil penumpang umum kini banyak yang sudah beralih ke kenderaan pribadi. Pemerintah bahkan mendorong agar permintaan kenderaan pribadi bisa meningkat tajam. Dengan alasan memajukan industri nasional.
Kalau biasanya pendapatan rata-rata sopir labi-labi mencapai 150-200 ribu per hari kini turun drastis hanya berkisar dibawah 100 rb bahkan bisa 50 ribu rupiah per hari.
Keadaan ini membuat nasib sopir menjadi tidak menentu bahkan terancam menjadi pengangguran. Karena banyak pengusaha labi-labi yang mulai mengalihkan bisnisnya ke sektor lain.
Di Kota Banda Aceh sendiri minat masyarakat untuk menggunakan jasa transportasi labi-labi terlihat sangat menurun. Berbagai faktor diduga menjadi penyebabnya. Selain karena biaya atau ongkos yang cukup tinggi (mahal). Adanya pilihan lain bagi warga juga menjadi alasan mulai ditinggalkannya labi-labi oleh masyarakat.