Ada hadis yang diriwayatkan oleh Abu Daud, Tirmizi "Barangsiapa yang meminta kekuasaan, maka dia telah menjadi wakil atas hawa nafsunya, dan barangsiapa yang diberikan kepadanya kekuasaan (tanpa meminta) maka malaikat akan turun kepadanya untuk menolongnya dalam kepemimpinannya".
Nafsu kekuasaan dapat dilihat dari dua arah yang berbeda. Pertama, jika nafsu kekuasaan terdapat pada orang yang 'alim, soleh, dan dipercaya oleh orang yang dipimpinnya bahwa ia sosok yang mampu mengendalikan nafsu dengan baik. Maka nafsu kekuasaan cenderung akan menjadi alat untuk kemaslahatan umum.
Kedua, mana kala orang yang lemah secara aqidah, pengetahuan, dan jauh dari Tuhannya. Maka nafsu kekuasaan akan menjadi alat yang dapat menghancurkan dirinya sendiri dan orang yang dibawah kepemimpinannya. Alhasil, jika ia berada pada sebuah organisasi, tentu saja berbagai konflik akan ia ciptakan dan bahkan sengaja mengadu domba untuk tujuan-tujuan tertentu. Hal ini terjadi bukan karena ia tidak tahu, tetapi itulah perwujudan dari liarnya hawa nafsu.
Dalam konteks perpolitikan dan sebagai politisi maupun pejabat, hawa nafsu juga dapat menghancurkan negeri ini. Jika seseorang telah memiliki nafsu kekuasaan dalam dirinya, maka nafsu itu bukan saja akan merusak pribadinya, tetapi juga akan meningkat menjadi nafsu yang lebih berbahaya yaitu menjerumuskan rakyatnya kepada nafsu liberalisme, militerisme, permisisivisme (serba boleh), dan lain sebagainya.
Sebelum tulisan ini diakhir, saya ingin menukilkan beberapa hal. (1) manusia memang diciptakan dengan kondisinya yang sangat lemah, karenanya manusia membutuhkan tempat ia bersandar untuk meneguhkan kekuatan-kekuatannya. (2) nafsu pada umumnya adalah kelemahan terbesar manusia.Â
Disebabkan nafsu tersebut, banyak manusia yang terjerumus pada hal-hal penuh kenistaan, narkoba, korupsi, dan perilaku negatif lainnya. (3) hawa nafsu ingin memiliki kekuasaan dan memperlihatkan bahwa ia berkuasa adalah bagian dari kelemahan yang gagal dikendalikan oleh seseorang.Â
Oleh karena itu, ia kerab memperlihat kekuasaannya (show of power). (4) karena nafsu berkuasa bersifat kurang baik, maka alangkah lebih baik jika tidak ingin berkuasa, tetapi jika ia dibutuhkan dan dipanggil untuk mengemban sebuah amanah, maka terimalah kekuasaan itu untuk kebenaran, kehormatan, dan membuat ia semakin bijaksana dan rendah hati.
Semoga ada manfaatnya. (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H