Sehingga tidak salah jika kemudian masyarakat pun membangun asumsi dan dugaan sendiri terhadap pembiaran tersebut. Bahkan praduga masyarakat menjadi lebih tajam lagi manakala ditemukan korelasi kuat antara pemilik media dan sekaligus ia juga pemilik partai politik bersekongkol demi kepentingan kelompoknya semata.Â
Pilpres Reborn Jokowi Vs Prabowo Subianto
Pertarungan kedua calon presiden ini kali pertama terjadi pada masa pemilihan umum presiden 2014 lalu. Sebagai politisi yang dibentuk sejak orde baru dan dilahirkan pada era reformasi. Keduanya memiliki perilaku yang secara umum juga merepresentasikan perilaku rakyat Indonesia pada umumnya.
Keduanya adalah putra bangsa yang tumbuh berkembang di bumi nusantara. Mereka memiliki semangat yang sama untuk memajukan negara ini. Yang membedakan hanyalah pada cara dan strategi yang dipilih.
Namun mengapa yang terlihat, mereka yang sama-sama memiliki jiwa nasionalisme tinggi terhadap negara ini, juga memiliki jiwa patriotisme, lalu para pendukung kedua kubu ini saling menghina satu sama lainnya?
Siapakah yang menggiring kelompok pendukung kearah destruktif semacam itu? Apakah kontribusi media ataukah pengguna media itu sendiri yang keliru memaknai setiap informasi yang disajikan media?
Pertanyaan-pertanyaan tersebut patut untuk kita jawab bersama. Itulah akar persoalan yang membuat setiap menghadapi masa pilpres, bangsa ini selalu saling cakar-cakaran antar sesama para pendukung kandidat.
Cukuplah sudah tangan "kotor" para politisi busuk memainkan kuku tajamnya untuk mengadu emosi antar kubu pendukung. Rakyat jangan mau lagi dibodohi dengan cara-cara kotor dan keji seperti itu, dipaksa menerima pesan sepihak, dan dipertontonkan berbagai kebohongan yang sudah dimengerti.
Kini saatnya rakyat cerdas menilai para kandidat yang hanya dua pasang calon tersebut. Dengan jumlah pasangan calon yang sedikit tentu lebih mudah bagi kita untuk melakukan penilaian. Lihatlah dengan lebih jelas, buka cakrawala berpikir kita sebagai landasan logika berpikir yang realistis dan ideologis.Â
Bukan berarti tidak mengindahkan berbagai pemberitaan media, namun jadikan itu sebagai bahan referensi kedua, ketiga atau ke selanjutnya dalam anatomi sistim penilaian yang kita bangun terhadap kedua pasang calon tersebut diatas.
Hal yang paling utama adalah tempatkan akal sehat dan daya nalar yang logis yang kita miliki sebagai pondasi penilaian.