"3265 MDPL, bukan hanya sebuah titik ketinggian. Itu adalah titik balik bagi para pendaki dan para penggapainya, bahwa Lawu akan membukakan jalan bagi siapapun yang berani mendekat padanya. Karena Lawu tidak akan menampakkan keindahanya jika kita melihatnya dari jarak yang jauh, maka mendekat dan jalani, dan kamu tidak akan melihat kabut"
Mungkin dari sebagian orang berpikir bahwa mendaki gunung yang hanya itu itu saja bikin jenuh. Ya memang sih, tapi untuk yang satu ini, lain. Gunung lawu, terletak tepat di belakang rumah kelahiranku di Madiun. Tempat paling asik melepas penat di kala senggang. Tidak kurang ak sudah 24 kali menggapai puncak Gunung itu, namanya hargo dumilah. Ya, itung2 sudah hampir 1,5 tahun lebih ak nggak naik gunung. Terakhir naik gunung di Rinjani tahun 2016 lalu.
Mendaki Lawu kali ini bisa dibilang terlalu percaya diri, mengingat kondisi hujan dan info dari Komunitas AGL, kemarin baru saja terjadi badai di sekitar pos 2 sampai puncak. Tapi entahlah, aku berangkat dari Pos pendakian sendiri. Ya aku mendaki sendiri. Sebenarnya dulu pernah sih waktu SMA mendaki sendiri, tapi ditengah2 perjalanan aku mengikuti rombongan dari pendaki lain.Â
Kalau yang ini beda, full sendiri. Mengikuti arah bisikan hati, sunyi, sepi, angin yang berhembus halus, udara yang segar, hati yang sedikit gusar, tapi tegar. Ternyata mendaki sendiri itu indah. Seindah merasakan kekhawatiran seorang Ibu yang melepas pelukan anaknya untuk pergi merantau menggapai impianya, halaaah...
Alhamdulillah fisik semakin tua semakin kuat, semakin tua semakin cepat, semakin tua semakin menggila, semakin tua semakin yakin. Dan semua itu karena rutin latihan fisik. Biasanya perlu 6 jam untuk mencapai sendang drajat, kini hanya 4 jam. Dulu perlu 45 menit menuju Hargo Dumilah  dari Drajat, kemarin hanya 15 menit. Bukan sombong atau pamer tapi memang kuncinya adalah: Jangan bawa banyak barang2.Â
Hahahahahha... dulu selalu bawa tenda dome besar tiap kali muncak. Kemarin enggak. Ak hanya bawa perlengkapan pribadi dan sleeping bagdan ak niatkan bermalam di Mbok Yem, Alhamdulillah langkah jadi cepat. Turun pun hanya 2 jam 9 menit. Seperti itulah mendaki, makin lama makin numani. Hobi yang perlu diasah, kaki yang perlu digosok minyak supaya tidak kenceng2 ototnya.
Kadang tidak semua keinginan kita itu selalu berpihak kepada kita, kita hanya mampu berusaha namun "Man Porpose, God Dispose" tidak bisa diganggu gugat. Mengalir dan selalu merubah rencana di setiap perjalanan, karena selama ini tidak ada rencana jangka panjang yang kita susun selalu berjalan mulus. Hidup dengan rencana adalah ciri orang cerdik, dan tak perlulah kita pamer. Karena apa yang kita pikir senang, bisa jadi membuat orang lain tidak senang.
Selamat mendaki yang belum pernah mendaki. Memang mendaki gunung itu penat. Penat itu berat, tapi lebih berat lagi apabila sudah penat tidak mendaki gunung, bagaimana caranya mendaki gunung supaya tidak penat? Ingatlah penciptamu. Ingatlah dirimu, dan ingat ingatlah apa yang sudah kamu lakukan selama ini didalam perjalananmu dalam mendaki
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H