1. Jejak demokrasi yang semuanya bernilai pembodohan dalam
rangka mempertahankan kekuasaan
Pada tahun 1830 hingga 1840 rangkaian revolusi demokrasi merembet di seluruh
eropa dengan disertai kekerasan. Proses demokratisasi ini terus berlanjut hingga
perang dunia kedua usai dan negara demokrasi bermunculan di eropa utara,
selatan dan barat di benua eropa, amerika, jepang dan negara jajahan inggris di
asia dan beberapa negara berkembang menuju demokrasi. Ambisi kaum zionis
mengharapkan bahwa demokrasi nantinya merupakan ideologi pemenang pada
akhirnya dan berakhirnya segala pertarungan ideologi di dunia dalam menguasai
rakyat. Hal ini disebakan tehnik politik demokrasi mengenal semacam black hole
dalam tata politik, populer disebut the dark-side of democracy (sisi gelap
demokrasi). Melalui proses yang demokratis, akan terjadi transformasi kedaulatan
menjadi kewenangan. Karena merupakan turunan kedaulatan, maka ruang
lingkup pemegang kewenangan terbatas.
Namun, karena posisinya di pucuk piramida kekuasaan, pemegang kewenangan
leluasa menentukan corak kepolitikan satu negara. Transformasi sifat populis
menjadi elitis dalam ajaran demokrasi terjadi di sini. Hukum besi munculnya
oligarki dalam politik seperti diutarakan robert michels tak terhindari. Sekali
oligarki terbentuk, semangat untuk mengeksploitasi dan mempertahankan
kekuasaan terjadi. Disinilah terwujudnya anarkhisme, yang sebenarnya
merupakan buah dari demokrasi. Bagi sebagian besar kaum anarkis,
pemungutan suara untuk memutusan kebijakan pada demokrasi langsung dalam
perkumpulan bebas adalah secara politis sejalan dengan kesepakatan bebas.
Alasannya, bahwa “banyak bentuk dominasi dapat dilaksanakan dalam tingkah
laku yang berdasarkan perjanjian, non-koersif dan bebas…dan adalah
naif…berfikir bahwa oposisi belaka terhadap kontrol politis akan membawa
dengan sendirinya menuju akhir penindasan.” (john p. clark, marx stirner’s
egoism, hal. 93) Jelas bahwa individu harus bekerja sama untuk menuju
kehidupan yang lebih manusiawi. Jadi, “dengan bergabung bersama insan
lainnya…(individu memiliki tiga pilihan) ia harus tunduk pada kehendak lainnya
(diperbudak) atau dipatuhi lainnya (berkuasa) atau tinggal bersama dalam
kesepakatan persaudaraan demi kepentingan bersama (berkumpul).
Tak ada seorangpun yang dapat lari dari kebutuhannya.”
(errico malatesta, the anarchist revolution, hal. 85)
Wujud nyata semangat ini adalah berani mengambil kebijakan tidak populis pada
periode awal jabatan, lalu kembali ke kebijakan populis pada akhir masa jabatan.
Dengan cara ini pemilih diharapkan ingat kebijakan populis yang berpihak
kepada rakyat di akhir jabatan, dibanding mengingat kebijakan tidak berpihak
kepada rakyat pada awal jabatan (alvarez and glasgow, do voters learn from
presidential election?, 1997). Disinilah akhirnya pasti sekaligus akan terjadi teori
dan praktek pembodohan terhadap rakyat yang terpaksa dilakukan sistem
demokrasi.
Dari hal yang disebutkan diatas tersebut tampak, elit (semacam pelaku trias
politika) amat berkepentingan memelihara memori pendek rakyatnya dan inilah
pembodohan sekaligus pembohongan yang dilakukan oleh pemerintahan yang
mengemban system demokrasi. Yang semua itu dilakukan untuk mengambil hati
rakyat dengan menjanjikan atau mengiming imingi rakyat akan kekuasaan dan
keadilan, maka proses pembodohan terhadap rakyat itupun berlangsung, apalagi
dalam thermometer jiwa masyarakat Indonesia yang permisif, mudah memaafkan.
Melalui permainan isu dan pengendalian informasi, rakyat bisa dibuat bingung
bahkan frustrasi oleh elit yang mereka pilih. Dan dengan kebingungan inilah elit
politik semakin memperpanjang daftar pendidikian pembodohan terhadap
rakyatnya, demokrasi memang pada kenyataannya lebih banyak untuk cenderung
membunuh kecerdasan rakyat.
Dinyatakan oleh socrates, seperti diceritakan muridnya, plato (427-347 SM),
dalam karyanya the republic, memandang demokrasi merupakan bentuk pemerintahan yang tidak ideal; lebih rendah nilainya dibandingkan aristokrasi (negara dipimpin para pecinta hikmah/kebenaran), ‘timokrasi’ (negara dipimpin para ksatria pecinta kehormatan), dan oligarchi (negara dipimpin oleh sedikit orang). Di negara demokrasi (pemerintahan oleh rakyat – the rule of the people), kata socrates, semua orang ingin berbuat menurut kehendaknya sendiri, yang akhirnya menghancurkan negara mereka sendiri. Kebebasan menjadi sempurna.
Ketika rakyat lelah dengan kebebasan tanpa aturan, maka mereka akan
mengangkat seorang tiran untuk memulihkan aturan.
2.Jejak demokrasi yang membunuhi Para Nabi
Yerusalemkaulempari batu sampai mati! Sudah berapa kali Aku ingin merangkul
semua penduduk, Yerusalem! Nabi-nabi kaubunuh! Para utusan ALLAAH mu
seperti induk ayam melindungi anak-anaknya di bawah sayapnya, tetapi kau tidak
mau! ( Lukas 13: 34 )
Dalam sistem demokrasi, rakyat berfungsi sebagai
sumber hukum. Semua produk hukum diambil atas
persetujuan mayoritas rakyat, baik secara langsung
maupun melalui wakil-wakilnya di parlemen. Inilah
cacat terbesar dari sistem demokrasi. insan dengan
segala kelemahannya dan pengaruh emosinya yang meledak
ledak dipaksa untuk menetapkan hukum atas dirinya
sendiri terhadap kejadian yang sedang dihadapinya padahal pada saat itu juga
pemikirannya akan sangat dipengaruhi lingkungan dan pengalaman emosional pribadinya.
Pikiran insan juga dibatasi oleh ruang dan waktu. Atas pengaruh-pengaruh itulah
maka mereka bisa memandang yang baik sebagai yang jelek dan juga sebaliknya
Tak dapat dipungkiri bahwa Yesus dari Nazareth mati ( dalam kematian sesaat )
karena faham demokrasi, yang dicetuskan orang banyak atas dasar emosi sesaat
tanpa ilmu pengetahuan, ketika ada dua opsi untuk membebaskan yesus atau barabas,
maka berdasarkan suara terbanyak (bukan berdasarkan kebenaran) sebagian besar
orang yahudi itu menginginkan Yesus dihukum dan barabas dibebaskan renungkan nash berikut ini:
Lalu Pilatus berkata kepada mereka: “ Tetapi kejahatan apa yang telah
dilakukanNya? Namun mereka berteriak makin keras : “salibkanlah Dia “ dan
oleh karena pilatus ingin memuaskan hati orang banyak itu, kama ia
membebaskan barabas bagi mereka, tetapi Yesus disesahnya lalu diserahkannya
untuk disalibkan” (matius 15:13-15)
Disinilah penguasa terpaksa harus membuat rakyatnya senang demi
menyelamatkan kekuasaan yang dipegangnya, sebagaimana yang dilakukan
pilatus terhadap orang banyak tersebut
3. belati demokrasi yang menikam leher Pancasila
Dengan logika antitesis, lawan kata demokrasi adalah totaliter. Jika tidak
demokratis, pasti totaliter. Totaliter sendiri dikategorikan sebagai yang memiliki kesan buruk, kejam, bengis,
sehingga negara-negara komunis sekalipus tidak ketinggalan ikutmemakai istilah demokrasi,
walaupun diembel-embeli sebagai "demokrasi sosialis" atau "demokrasi kerakyatan".
Sehingga unesco pada tahun 1949 menyatakan:".mungkin untuk pertama kali dalam sejarah,
demokrasi dinyatakan sebagai nama yang paling baik dan wajar untuk semua sistem organisasi
politik dan sosial yang diperjuangkan oleh pendukung-pendukung yang berpengaruh “.
Berbicara Pancasila sebagai harga mati, maka itu berarti Pancasila lah yang terpilih
sebagai yang menjiwai rakyat Indonesia secara totaliter. Kenyataan yang sebenarnya demokrasi
sangat bertentangan dengan nilai musyawarah dalam Pancasila. Musyawarah dan demokrasi adalah
merupakan dua metoda penyelesaian masalah kehidupan dunia yang berbeda bahkan sangat berlawanan.
Musyawarah menghasilkan suatu keputusan yang disebut mufakat. Sedangkan, demokrasi menghasilkan
suatu keputusan yang disebut penetapan pihak yang memenangkan pemilihan yang dilaksanakan.
Mufakat sebagai hasil keputusan musyawarah merupakan hasil terbaik dari standarisasi terbaik dari
suatu proses pengajuan dasar-dasar pemikiran pemecahan masalah yang disepakati dan ditetapkan
secara bersama di dalam suatu Lembaga/Majelis terhadap suatu persoalan kehidupan berbangsa dan bernegara.
Sedangkan dalam alam sistem demokrasi, masyarakat kehilangan standar nilai
baik-buruk karena siapapun berhak mengklaim baik-buruk terhadap sesuatu Masyarakat bersikap
"apapun boleh".
Contohnya di san fransisco, para eksekutif makan siang di restoran yang dilayani oleh pelayan wanita
yang bertelanjang dada. Tetapi di new york (masih di
amerika), seorang wanita telah ditangkap karena memainkan musik dalam suatu
konser tanpa pakaian penutup dada. newsweek menyatakan: ".kita adalah
suatu masyarakat yang telah kehilangan kesepakatan..suatu masyarakat yang tidak
dapat bersepakat dalam menentukan standar tingkah laku, bahasa, dansopan
santun, tentang apa yang patut dilihat dan didengar." Sementara, proses demokrasi
selalu menetapkan pihak pemenang melalui penghitungan suara sebagai dasar
keputusan yang diselenggarakan oleh suatu organisasi kepanitiaan yang
melaksanakan pemilihan. Tanpa standarisasi baik atau buruk, Ilmu atau
kebodohan
Oleh karena itu, proses Musyawarah adalah lebih cenderung pada penggunaan hak bicara bukan hak suara. Sehingga, Musyawarah akan lebih mengandalkan kepada kemampuan keilmuan seseorang atas persoalan yang akan dipecahkan, dan prosesnya akan mencerdaskan hadirin yang hadir terlibat. Adapun proses demokrasi adalah lebih cenderung menggunakan hak suara daripada hak bicara. Sehingga, proses ini akan lebih ditentukan oleh kekuatan ikatan primordial seseorang terhadap seseorang baik secara individu maupun secara kelompok atau organisasi. Sehingga, transfer ilmu pengetahuan sebagai suatu proses pencerdasan bangsa akan sangat lemah terjadi.
Pada akhirnya, dapat disimpulkan bahwa proses musyawarah akan membentuk seseorang lebih menjadi pemimpin, sedangkan proses demokrasi lebih cenderung membentuk seseorang menjadi penguasa. Hal ini dapat dijelaskan dari pemahaman bahwa hanya seseorang yang memahami sejarah dan masa depan kehidupan Bangsa dan Negara Republk Indonesia yang layak ditetapkan untuk menduduki suatu jabatan tertentu. Ini hasil dari proses musyawarah.
Tetapi, proses demokrasi lebih memaksakan seseorang menduduki suatu jabatan tertentu tanpa melihat kemampuan atau kapasitas keilmuan orang yang dicalonkan tersebut.
.......demokrasi tumbuh dengan darah para Nabi yang mengalir, sebab mereka
harus dihukum berdasarkan tuduhan masyarakat luas bahwa para Nabi itu adalah
penyesat yang harus dibinasakan....Sesungguhnya demokrasi adalah sistem yang
mengkudeta terhadap kekuasaan ALLAAH & penghancur Pancasila yang
notabebene sebagai weltanschauung atau bahan baku ideologi.sila yang mana
pada tiap tiap sila terkandung grundnorm (norma dasar sebagai pesuposisi kehadiran suatu prinsip) penerapan demokrasi merupakan kesyirikan, dan inilah
dosa yang tak terampuni hal itu dikarenakan pelakunya telah memposisikan
dirinya sebagai pemerintah selain ALLAAH
"Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa
syirik, dan Dia mengampuni dosa selain (syirik) itu bagi siapa yang
dikehendaki-Nya. Barangsiapa mempersekutukan Allah, maka sungguh ia
telah berbuat dosa yang besar" (QS. An Nisaa' : 48)
sebagaimana pembukan uud 1945 adalah merupkaan grundnorm, dan batang tubuh merupakan statsfundamentalnorm.
ketuhanan YANG MAHA ESA,tuhan yang dimaksud adalah ALLAAH YANG MAHA PENGASIH sesuai yang
termaktub dalam pembukan uud 1945. disila kesatu ini adalah hukum asal bahwa di Indonesia diharamkan tumbuhnya
penyembahan kepada berhala, atau tuhan yang lebih dari satu,Sila pertama merupakan wujud bagi wajibnya rakyat
Indonesia menerapkan Hukum ALLAAH sebagai bukti penghambaan kepadaNYA, bagi umat Islam sendiri wajib
berhukum dengan hukum ALLAAH, nash Quran menjelaskan siapa yang tidak berhukum dengan Hukum ALLAAH
& RasulNYAadalah kafir (QS 5:44-47,50) lihat juga QS 47:33 , berkalam ALLAAH :
“Hukum itu hanyalah kepunyaan Allah Dia telah memerintahkan agarkamu tidak menyembah selain Dia.” (QS. Yusuf: 40)
“Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah.” (QS Al Maidah: 49)
kepatuhan kepada Hukum ALLAAH & petunjuk Rasul dijelaskan dalam sabdanya sbb:
Kutinggalkan kepadamu 2 perkara bila kamu berpegangan dengan keduanya kamu tidak pernah tersesat selamanya , KitabuLLAH dan Sunnah RasulNYA (Sunan Tirmidzi Kitabul Manasik:56, Ibnu Majah:84, Imam Malik Kitab Qadhar:3,dengan sanad Amru bin Auf-AbduLLAAH bin Amr-Katsir bin AbduLLAH, Katsir perawi matruk menurut Ahmad,tapi hadits ini shahih secara matan,yang diperkuat pula dengan hadits berikut) :
"siapa membenci SunnahKu maka dia bukan dari golonganku (Musnad Ahmad 4,dengan sanad Mujahid-Manshur-Jarir-Yahya) : "ilmu itu hanya ada 3 : KitabuLLAH yang berbicara Sunnah yang telah lalu, dan ucapan Aku tidak tahu ( dinukil dalam al I'lam nya Ibnu Qayyim, al Faqih nya Al Khatib al Baghdadi dengan sanad Ibnu Umar-Nafi-Malik),
dan inilah sebenar-benarnya statsfundamentalnorm (norma fondasi perundang undangan), sebagian besar ahli murjiah menyatakan bahwa kekafiran itu bukan kekafiran yg sebenarnya berdasarkan atsar ibnu Abbas RA, tapi itu pernyataan yang tidak dilandaskan pada keilmuan yang benar, satu hal yang perlu dicatat karena apa yang datang dari itu hanyalah atsar shahabat, dan atsar tidak dapat mengalahkan Quran dan As Sunnah Ash Shahihah, apalagi ada kritik tentang Hisyam bin Hujair sebagai perawi, berkata ahli hadits Dia tsiqah. Dan diringkas oleh Al-Hafidz dengan ucapan beliau : Dia shaduq dan memiliki beberapa
kekeliruan. Yahya Al-Qaththan mendhaifkannya, demikian pula Imam Ahmad
dari Ibnu Ma’in dalam sebuah riwayat, mka hadits yang yang ada padanya kritik
walau selemah apapun tidak dapat dijadikan hujjah untuk membantah penjelasan
tentang akidah yang telah sharih dan bahkan lebih sharih , dengan penerapan
Hukum ALLAAH maka akan dicapai keadilan karena hanya ALLAAH yang
MAHA ADIL (lihat mazmur 7:12) , begitu juga sebagaimana ditetapkan didalam
bible, begitu banyak perintah wajibnya menjalankan Hukum ALLAAH ,
"percayalah kepada tuhan dengan segenap hatimu, jangan kamu bersandar
pada pengertianmu sendiri ( amsal 3:5)
"percuma mereka beribadah kepadaKU sebab yang mereka lakukan
hanyalah perintah orang"(Matius 15:9),
nash yang terkutip disini adalah cemeti yang menyambar kepala orang bodoh lagi kafir yang lebih mengutamakan hokum buatannya sendiri daripada Hukum dari ALLAAH.
"berbahagialah orang yang tidak berjalan menurut nasihat orang fasik,
yang tidak berdiri diatas jalan orang berdosa, yang tidak duduk didalam
kumpulan pencemooh, yang kesukaannya adalah Taurat, dan merenungkan
Taurat itu siang dan malam" ( Mazmur 1:1-2)
Penerapan Hukum ALLAAH adalah implementasi dari keadilan tuk menuju
peradaban mulia sebagaimana tersirat dalam sila ke 2. Persatuan Indonesia tidak
dapat terwujud selama partai politik masih ada dinegeri ini,karena keberadaan
partai2 tsb hanya memperparah persengketaan yang dibangun diatas sentimen
belaka (primordialisme),dan ini bertolak belakang dari nilai pancasila sebagai alat
pemersatu. ALLAAH hanya menciptakan Insan berbangsa bangsa bukan
berpartai. maka rakyat haruslah dikuasai (bukan yang menguasai atau berdaulat
sebagaimana yang diajarkan oleh faham demokrasi) oleh bapak bangsa yang
berhikmat (bukan presiden) dengan mengoptimalkan kepala suku masing2 yang
memiliki kepribadian yang bijaksana sebagai wakil rakyat (bukan dpr). sesuai
dengan sila ke 4.dengan itu semua maka keadilan sosial bagi rakyat akan dapat
terwujud.Pancasila bukan musuh Islam,tapi dengan pancasilalah kedigjayaan
pemerintahan Islam semakin dapat terbentengi, pancasila sudah sempurna untuk
dijiwai dalam konsep bermasyarakat yang strukturnya mengharuskan
harmonisasi terhadap keberagaman (bhineka tunggal ika). disinilah akhirnya dapat kita tetapkan bahwa konsep seminim minimnya konsep Hukum yang tepat bagi Indonesia ini adalah berhukum sesuai dengan keyakinan masing2
semaksimal maksimalnya adalah penerapan Hukum Islam murni secara
keseluruhan, yang paling penting diadakan pemidanaan terhadap pelanggaran
keyakinan, contohnya umat Islam yg tidak shalat jumat dipenjara,orang nasrani yg
tdk mingguan digereja dipenjara,org yahudi yg tdk kesinagog hari sabtu dipenjara
juga.pengadilan agama berada diatas pengadilan negara. presiden bukanlah kepala
pemerintahan tapi dia hanyalah kepala jongos alias pegawai administrasi
(opsorsing perusahaan negara).trias politika digantikan dengan centralisasi
kekuasaan yg dipegang oleh bapak bangsa.bapak bangsa adalah sekaligus
pemimpin tertinggi militer dan kepolisian.
Pada prinsipnya pemerintahan negeri ini berkewajiban menegakkan Hukum yang
sesuai dengan aturan & ajaran sesuai dengan garis yang telah ditentukan oleh
ALLAAH berdasarkan keyakinan masing masing ajaran samawiyah yang teguh
kepada nilai penesaan ALLAAH & peneran Hukum Hukum NYA. Al Hukmu
(menentukan hukum) merupakan hak khusus Rububiyah ALLAAH, sebagaimana
doa merupakan hak khusus Uluhiyah-NYA, maka barangsiapa merampas hak-
hak khusus itu berarti dia telah menempatkan dirinya sebagai RABB selan
ALLAAH
Dan pernyataan atau keyakinan atau persetujuan akan bolehnya si
fulan atau sekelompok orang membuat hukum adalah termasuk memalingkan hak
khusus ALLAAH itu kepada selain-NYA yang berarti pelakunya telah
menyekutukan ALLAAH[Lihat definisi Tauhid Rububiyah dan Syirik dalam
Rububiyah dalam Fatawa Al Lajnah Ad Daimah 1/55]
Kewajiban menerapkan Hukum ALLAAH menurut Para ‘Ulama
Oleh karena itu, mengenai tahkim ini perlu diketengahkan karena sangat penting , yakni:
[1] Bila suatu negara menegakkan hukum Islam secara keseluruhan tanpa kecuali
dan diperintah oleh orang-orang muslim serta kebijakan ada di tangan mereka,
maka negara tersebut adalah negara Islam, meskipun mayoritas penduduknya
kafir [Lihat Al Fatawa As Sa’diyyah karya Syaikh Abdurrahman Nashir A Sa’diy
1/92, cetakan II tahun 1402, Maktabul Ma’arif Riyadl]
Dan bila pemerintahnya itu adalah pemerintah Muslim yang adil
[2] Bila syari’at Islam masih menjadi acuan dan landasan hukum negara secara utuh, namun dia (hakim) menyimpang dari ketentuan yang berlaku di dalam
(qadliyyah mu’ayyanah) kasus tertentu, sedangkan hukum syariat masih menjadi
landasan dan hukum negeri itu dan dia juga mengetahui bahwa dirinya
menyimpang dan berdosa karena penyimpangan ini serta dia masih meyakini
hukum Islam itu yang paling sempurna, maka dia itu adalah muslim yang dhalim
atau muslim yang fasiq atau kufrun duna kufrin menurut Ahlus Sunnah
sedangkan menurut firqah Khawarij, hakim / pemerintah itu adalah kafir.
[Ini karena pelaku dosa besar menurut Khawarij adalah kafir] Namun, apabila di
dalam kasus tertentu di atas, si hakim meyakini bahwa hukum itu lebih baik dari
hukum ALLAAH atau menganggap halal berhukum dengannya, maka dia itu
kafir menurut Ahlus Sunnah dan Murji’ah sekalipun, demikian halnya menurut
Khawarij.
[3] Bila suatu negara membabat hukum Islam dan menyingkirkannya, kemudian mereka menerapkan (qawaniin wadl’iyyah / undang-undang buatan manusia), baik dari mereka itu sendiri atau mengambil dari hukum-hukum orang lain, baik dari
Belanda, Amerika, Portugal, Inggris atau yang lainnya, maka pemerintahan itu adalah pemerintahan
kafir dan negaranya adalah negara kafir [Lihat Naqdul
Qaumiyyah Al’Atabiyyah karya Al Imam Abdul Aziz Ibnu Baz hal 50-51 atau
Majmu Fatawa Wa Maqaalat Mutanawwi’ah karya Syaikh Ibnu Baz I/309-310] meskipun mayoritas penduduknya adalah kaum muslimin. Shalat, shaum, zakat,
haji dan ibadah dhahir lainnya yang masih dilakukan oleh para penguasa tersebut
ataupun nama Islam yang mereka sandang itu tidak ada manfaatnya, jika mereka
tetap bersikukuh di atas prinsip itu, sebab mereka telah kafir lagi murtad [ Lihat
Ta’liq atas Fathul Majid oleh Al Faqiy 373.] dan negaranya adalah negara kafir.
Syaikh Abdul Aziz Bin Baz rahimahuLLAAH mengatakan,
"Setiap negara yang tidak berhukum dengan syari’at ALLAAH dan tidak tunduk
kepada hukum ALLAAH serta tidak ridla dengannya, maka itu adalah negara
jahiliyah, kafirah, dhalimah, fasiqah dengan penegasan ayat-ayat muhkamat ini Wajib atas
pemeluk Islam untuk membenci dan memusuhinya karena ALLAAH
dan haram atas mereka mencintainnya dan loyal kepadanya sampai beriman
kepada ALLAAH saja dan menjadikan syari’atnya sebagai rujukan hukum dan
ridla dengannya.”[ Naqdul Qaumiyyah Al Arabiyyah yang dicetak dengan Majmu
Fatawa wa Maqaalaat Mutanawi’ah I/309-310.]
Syaikh Shalih AL Fauzan hafidhahuLLAAH berkata,
“Yang dimaksud dengan negeri-negeri Islam adalah negeri yang dipimpin oleh
pemerintahan yang menerapkan syari’at Islamiyah, bukan negeri yang di
dalamnya banyak kaum muslimin dan dipimpin oleh pemerintahan yang
menerapkan bukan syari’at Islamiyah. (Kalau demikian), negeri seperti ini
bukanlah negeri Islamiyyah.”
Hal serupa dikatakan oleh Syaikh Muhammas Rasyid Ridla rahimahuLLAAH
bahwa negeri seperti itu bukanlah negeri Islam. Para ulama yang tergabung di
dalam Al Lajnah Ad Daimah ketika di tanya tentang negara yang di huni banyak
kaum muslimin dan pemeluk agama lain dan tidak berhukum dengan hokum
Islam, mereka mengatakan, kaum muslimin dan pemeluk agama lain dan tidak
berhukum dengan hukum Islam, mereka mengatakan,
“Bila pemerintahan itu berhukum denga selain apa yang diturunkan ALLAAH,
maka pemerintahan itu bukan Islamiyyah.”
Bahkan pemerintah atau hukum itu adalah hukum thagut. Syaikh Shalih AL
Fauzan berkata,
“Dan apa yang tidak disyari’atkan ALLAAH dan Rasul-NYA di dalam masalah
politik dan hukum di antara manusia, maka itu adalah hukum thagut dan hukum
jahiliyah “Apakah hukum jahiliyah yang mereka kehendaki dan (hukum)
siapakah yang lebih baik dibanding (hukum) ALLAAH bagi orang-orang yakin.”
Pernyataan ini adalah perkataan sebagai seorang Muslim tanpa terikat dari
golongan apapun dia.. Mereka memvonis para penguasa yang menerapkan
undang-undang (qawaaniin wadl’iyyah) bukan Islam, sebagai orang-orang kuffar
murtaddin, meskipun mereka itu masih melaksanakan shalat, shaum, haji dan
lain-lain serta masih meyakini bahwa dirinya muslim. Syaikh Muhammad Hamid
Al Faqiy rahimahuLLAAH berkata,