Mohon tunggu...
Candrawati Wijaya
Candrawati Wijaya Mohon Tunggu... -

FUN FEARLESS FABULOUS FEMALE

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Perjalanan Filsafatku... (nilai pengetahuan III)

14 Agustus 2011   13:13 Diperbarui: 26 Juni 2015   02:47 404
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Tulisan Sebelumnya :

http://filsafat.kompasiana.com/2011/08/12/perjalanan-filsafatku-nilai-pengetahuan/

http://filsafat.kompasiana.com/2011/08/14/perjalanan-filsafatku-nilai-pengetahuan-ii/

Pendukung Skeptisisme Modern

Skeptisisme modern muncul untuk memecahkan kontradiksi antara idealisme dan realisme. Idealisme menduga bahwa realitas itu ada dalam kesadaran dan pengetahuan, sedang realisme, realitas itu ada secara subyektif dan mandiri. Salah satu tokoh pendukung faham ini adalah David Home, ia berpendapat bahwa kepastian tentang nilai obyektif pengetahuan manusia, merupakan masalah yang tak terjangkau.

Kaum Relativis

Relativis menyatakan bahwa realitas dan kemungkinan pengetahuan manusia ada. Namun realitas tersebut, bukan realitas yang mutlak, akan tetapi gabungan antara sisi obyektifitas sesuatu dengan subyektifitas pikiran yang mengetahui. Oleh karena itu realitas obyektif dalam pikiran, tidak mungkin dipisahkan dari sisi subyektif, dan tidak bebas dari tambahan tertentu dari luar.

Dalam relativisme, ada 2 (dua) tendensi pokok yang berbeda mengenai gagasan dan batasan-batasannya ilmu pengetahuan manusia, yaitu :

Tendensi Relativisme dalam filsafat Emmanual Kant.
Tendensi relativisme subyektif sejumlah filosof materialis modern

Relitivisme Kant

Penilaian rasional menurut Kant ada 2 yaitu penilaian analitik (penilaian yang dipakai akal untuk menjelaskan saja), dan penilaian sintetik (penilaian yang predikatnya menambah sesuatu yang baru kepada subyek). Penilaian sintetik terkadang primer, juga terkadang sekunder. Penilaian sintetik primer yaitu penilaian yang sudah ada dalam pikiran sebelum pengalaman inderawi. Sedang penilaian sekunder yaitu penilaian yang ada dalam pikiran setelah pengalaman inderawi.

Teori Kant tentang pengetahuan, terangkum dalam pembagian atau penilaian rasional menjadi 3 kelompok, yaitu : Matematika. Semua pengetahuan rasional dalam kelompok ini adalah penilaian-penilaian sintetik primer. Kelompok matematika ini tidak ada kemungkinan salah.

Ilmu Pengetahuan Alam. Yaitu pengetahuan manusia tentang alam obyektif yang tunduk kepada pengalaman inderawi. Kant memulai dengan menjauhkan materi dari bidang ini, karena akal tak mengetahui apapun tentang alam, selain fenomena-fenomenanya saja. Ia sependapat dengan Berkeley bawa materi tidak dapat diketahui dan tidak dapat terkena pengalaman inderawi. Dengan demikian menurut Kant bahwa ilmu-ilmu alam berbeda dengan ilmu-ilmu matematika. Dalam ilmu matematik, subyeknya ada dalam jiwa secara fitri, sedang ilmu-ilmu alam menggarap fenomena-fenomena luar yang tunduk kepada pengalaman inderawi

Metafisika. Kant berpendapat bahwa untuk sampai pada pengetahuan metafisika, mustahil hanya dengan akal teoritis, karena subyek metafisika tidak empirikal. Dalam metafisika hanya ada penilaian-penilaian analitik, yaitu penjelasan dan penafsiran tentang konsep-konsep metafisika

Dari uraian tersebut di atas, Kant menyimpulkan bahwa :
Penilaian ilmu matematik adalah sintetik primer, dan memiliki nilai mutlak.
Penilaian yang berdasarkan pengalaman inderawi dalam ilmu-ilmu alam adalah penilaian-penilaian sintetik sekunder. Kebenaran yang ada pada penilaian-penilaian itu tidak lebih dari pada kebenaran nisbi.

Dalam subyek-subyek metafisika, tak mungkin ada pengetahuan rasional yang sahih. Tidak berdasarkan penilaian-penilaian sintetik primer, dan tidak pula berdasar penilaian sintetik skunder.

Menurut Muhammad Baqir ash-Sadr, bahwa teori Kant ini mengandung dua keselahan pokok yaitu : Ilmu-ilmu matematika dianggap sebagai yang memunculkan kebenaran-kebenaran matematis dan prinsip-prinsipnya. Dengan demikian maka Kant membebaskan kemungkinan dari kesalahan dan kontradiksi. Karena ia diciptakan pada jiwa dan digali dari dirinya, bukan dari luar, sehingga orang curiga, jangan-jangan itu salah atau kontradiktif. Baqir berpendapat bahwa ilmu-ilmu matematik hanyalah cermin dari prinsip-prinsip dan realitas-realitas dalam akal pikiran manusia, hal ini persis seperti prinsip-prinsip dan realitas hukum alam. Oleh karena itu realitas-realitas matematis dapat diketahui, dan bukan kita yang menciptakanya, akan tetapi kita yang merefleksikannya dalam ilmu-ilmu alam.

Kant menganggap bahwa hukum-hukum yang berakar dalam akal manusia sebagai hukum-hukum pikiran, bukan cerminan ilmiah hukum-hukum obyektif yang menguasai alam secara umum. Pendapat ini disangkal oleh Baqir bahwa pengetahuan alam dalam akal pikiran adalah ungkapan ilmiah hukum-hukum obyektif yang berdiri sendiri. Setiap pengetahuan dalam ilmu-ilmu alam, membutuhkan pengetahuan pengetahuan alam tertentu, yang atas dasar ini penyimpulan ilmiah ditarik dari eksperimen.

Relativisme Subyektif

Faham ini yakin pada watak relatif dalam setiap yang tampak benar bagi manusia menurut peranan akal setiap individu dalam mencari kebenaran. Menurutnya bahwa kebenaran hanyalah sesuatu yang diniscayakan oleh kondisi-kondisi dan situasi-situasi untuk mengetahui. Karena kondisi dan situasi seperti itu berbeda pada masing-masing individu, maka kebenaran dalam setiap sesuatu, adalah berkaitan dengan hal tertentu, sesuai dengan situasi dan kondisi. Kebenaran itu bukan kesesuaian gagasan dengan realitas, akan tetapi gagasan itu mutlak berkenaan dengan setiap kasus dan individu-individu.

Relativisme subyektif ini berbeda dengan relativisme Kant dalam dua hal yaitu :
Relativisme subyektif menundukkan segala realitas tanpa terkecuali, sedang Kant menganggap pengetahuan dan prinsip-prinsip matematik sebagai realitas (kebenaran) mutlak. Kebenaran nisbi, bagi realitivisme subyektif berbeda-beda pada individu-individu karena setiap individu memiliki peran dan aktifitas tertentu, sedang menurut Kant, kebenaran adalah relatif ada pada semua orang.

Skeptisisme Ilmiah

Faham ini mempercayai nilai pengetahuan dan obyektifitasnya. Teori-teori ini meliputi :

·Behaviorisme, yang menafsirkan ilmu jiwa berdasarkan fisiologi.

·Doktrin psikoanalisis Freud.

·Materialisme historis, yang membentuk pendapat marxisme mengenai sejarah.

Untuk lebih jelasnya, maka diuraikan sebagai berikut :


  1. Behaviorisme

Faham ini menempatkan tingkah laku mahluk hidup dan gerak-gerik jasmaniahnya, yang dapat ditundukkan oleh observasi ilmiah dan eksperimen sebagai subyek ilmu jiwa.

Manusia dipandang sebagai mesin, yang fenomena dan geraknya dapat dijelaskan dalam kerangka metode mekanik dan berdasarkan prinsip kausasi, serta rangsangan eksternal yang menpengaruhinya. Jadi ketika kita mempelajari gejala-gejala kejiwaan, kita tidak mendapati pikiran, kesadaran atau pengetahuan, tetapi menghadapi gerak dan aktifitas material fisiologika yang disebabkan oleh faktor eksternal atau internal.
Baqir memberikan komentar terhadap pandangan behaviorisme, yang menundukkan kehidupan pemikiran manusia kepada penafsiran mekanik, dan pemahaman pemikiran dan kesadaran sebagai aktifitas fisiologik yang dibangkitkan oleh berbagai faktor material, adalah suatu pandangan yang akan mendatangkan sikap negatip terhadap nilai pengetahuan, dan penolakan terhadap nilai-nilai obyektifitasnya, karena ide itu hanya berhubungan dengan rangsangan-rangsangan saja, bukan dengan pembuktian. Ide itu dapat berganti-ganti dan disusul oleh ide yang kontradiktif, jika rangsangan dan kondisi luarnya berbeda-beda.


  1. Doktrin Psikoanalisis Freud

Doktrin ini mengambil kesimpulan yang sama dengan yang diperoleh behaviorisme yang berhubungan dengan teori pengetahuan. Ia membagi pikiran menjadi 2 kelompok yaitu :

Unsur-unsur sadar, yaitu sekumpulan ide, emosi, dan keinginan yang kita rasakan di dalam diri kita. Unsur-unsur bawah sadar pikiran, yaitu selera dan instink yang tersembunyi di balik kesadaran. Ia berpendapat bahwa tingkah laku sadar seseorang, hanyalah refleksi terdistorsi dari selera dan dorongan-dorongan di dalam bawah sadar. Jadi sadar itu datang dari bawah sadar, oleh karena itu selera instinktif manusia menjadi dasar hakiki, bagi apa yang diyakini sebagai kebenaran.
Terhadap konsep ini, Baqir memberikan komentar bahwa realitas dapat berbeda dengan keinginan bawah sadar, oleh karena itu mustahil untuk memikirkan bagaimana memberikan jaminan tentang persesuaian antara kekuatan bawah sadar dengan realitas.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun