Mohon tunggu...
Candra Dewi
Candra Dewi Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

I have a Wonderland on my head and I living it. A full time lover, love to sharing. A woman on a mission so I need no permission.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Hukum Pewarisan Adat Berbasis Gender sebagai Pengaruh Globalisasi

10 Januari 2014   13:43 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:57 291
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada masa kini, banyak perempuan Bali yang berperan ganda baik di sektor domestik maupun publik. Sebagian perempuan bali saat ini bahkan telah menjalani peranan sebagai kepala rumah tangga. Kenyataan ini berbeda dengan norma gender di masa lalu yang menyatakan jika perempuan adalah ibu rumah tangga atau pendamping, dan kepala keluarga adalah laki-laki. Linear dengan hal itu, peranan yang ada dalam norma gender lainnya adalah lelaki sebagai ahli waris sementara perempuan ahli waris sudah seharusnya mulai diredefinisi.

Pada tahun 2010 dalam Pesamuhan Agung III mulai muncul titik terang mengenai pewarisan bagi perempuan Bali. Keputusan Majelis Utama Desa Pakraman Bali (MUDP) Bali Nomor 1/KEP/PSM-3/MDP Bali/X/2010 pada 15 Oktober 2010. Perempuan Bali menerima setengah dari hak waris purusa setelah dipotong sepertiga untuk harta pusaka dan kepentingan pelestarian. Sementara, bila perempuan Bali yang pindah ke agama lain, mereka tidak berhak terhadap hak waris. Jika orangtua ikhlas, tetap terbuka dengan memberikan jiwa dana atau bekal sukarela.

Permasalahan yang selanjutnya muncul adalah sosialisasi mengenai keputusan MUDP. Hingga hari ini, tergolong sedikit masyarakat Bali khususnya perempuan Bali yang mengetahui. Untuk itu, mahasiswa dan dosen sebagai masyarakat akademis memiliki peranan penting untuk meneruskan informasi. Muncul juga wacana agar ketentuan yang telah dihasilkan MUDP diatur dalam kesepakatan bersama di setiap desa adat atau disebut perarem agar memudahkan untuk diimplementasikan. Sementara dari kacamata hukum nasional yang sekaligus mengakomodir hukum adat, penulis memandang keberadaan ketentuan MUDP akan membantu hakim yang melakukan penemuan hukum adat dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya untuk mengadili kasus-kasus pewarisan di Bali.

Keterkaitan budaya dengan arus globalisasi selama ini lebih banyak disorot melalui dampak negatif. Lunturnya eksistensi jati diri bangsa, mulai dari semangat gotong royong yang menurun, pola hidup yang konsumtif, hingga rendahnya keinginan untuk mempelajari kesenian daerah berganti menjadi budaya pop. Padahal, globalisasi sesungguhnya suatu proses dimana terdapat peningkatan hubungan antarbangsa sekaligus antarmanusia di seluruh dunia.

Aliran budaya bukan tunggal dan satu arah, misalnya saja dari negara Barat ke negara-negara berkembang, namun bisa juga sebaliknya. Hanya saja, pada beberapa kasus keterlibatan aktif masyarakat dalam budaya global menyebabkan kita memiliki pilihan yang beragam dan progresif.

*) Dimuat dalam Sastra Kara Pusat Studi Kajian Budaya BEM PM Universitas Udayana.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun